Labels

Thursday, 15 March 2012

Titian Cinta dan Asa Sepasang Sahabat


akhwatcamil.blogspot.com
Hari itu seperti biasanya Dinda nampak ceria bermain dengan rekan-rekan sejawatnya di SMA. Seolah setiap hari yang ia lalui menjadi cerita-cerita bahagia dan penuh makna. Tidak pernah  terpancarkan rona kesedihan dari raut wajahnya yang manis. Dinda, seorang siswi kelas satu SMA yang dikenal peringan dan supel terhadap semua orang. Latar belakang keluarganya dari kalangan berada, tidak lantas membuatnya menjadi pribadi yang tinggi hati. Hasil didikan tangan ibundanya yang lembut telah membentuknya menjadi pribadi yang energis dan optimis untuk menghadapi hidup.

Diusianya yang masih belia, tidak kurang berbagai prestasi sudah diraihnya. Mulai dari melukis, bernyanyi, berpidato, menulis dan begitu banyak ketrampilan-ketrampilan yang Dinda kuasai. Sejak duduk di bangku taman kana-kanak bakatnya memang sudah terlihat, sehingga tidak heran sejak itu pula Dinda banyak memperoleh berbagai jenis penghargaan. Sekali lagi semua itu tidak membuatnya tinggi hati di hadapan rekan-rekan sepermainanya.

Dinda memang dekat dengan semua orang, tidak terkecuali Nanda yang sudah dianggap sebagai sahabatnya sejak taman kanak-kanan. Nanda adalah seorang sahabat yang paling tahu semua hal tentang Dinda. Tidak heran hal itu terjadi, karena sejak kecil mereka sudah hidup dalam satu atap. Mereka meniti cita dan mengolah asa bersama-sama sebagai sepasang sahabat.

Dinda dan Nanda tinggal satu atap bukan sebagai kaka dan adik, ataupun sebagai seorang tante dan keponakan, melainkan sebagai seorang anak majikan dan anak pembantu. Itulah persahabatan mereka, berangkat dari strata sosial yang berbeda, akan tetapi menyatu dalam bingkai pertalian suci. Keduanya membuktikan kepada dunia bahwa kasih sayang bisa terbentuk tanpa memandang siapa dia? dari mana dia? dan bisa apa dia? Akan tetapi entah siapa dia, dari manapun dia berasal dan mungkin tidak ada hal yang bisa dia lakukan, mereka tetaplah manusia yang memilki hak untuk disayangi dan menyayangi.
.......
Persahabatan itu telah mengantarkan mereka untuk saling memahami satu sama lain, bahkan mendahulukan kepentingan sahabatnya terlebih dahulu walapun di antara mereka harus ada yang menderita. Setiap pagi mereka berangkat sekolah bersama dengan menggunakan sepeda lapuk kepunyaan Nanda. Sepeda lapuk itu menjadi saksi perjuangan mereka meniti cinta dan mengejar asa. Padahal kalau Dinda mau, bisa saja mobil sedan mewah yang disiapkan khusus untuknya mengantarkannya kesekolah. Namun itulah Dinda yang tidak mau tergantung akan semua fasilitas dari orang tuanya. Dia lebih memilih berangkat bersama sepeda lapuk sahabatnya sembari menyusuri setiap rona kehidupan yang mereka jumpai di jalanan.

Dinda merasa lebih bahagia jika berangkat bersama Nanda sahabatnya meski harus berpanas-panasan dan terkadang hujan menghambat laju sepeda mereka. Semua mereka lakukan demi satu keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan akan Allah lihat sebagai bentuk pengorbanan untuk menggapai semua cita-cita mereka. Dinda yang ingin menjadi seorang pengacara yang akan membela orang-orang lemah, sementara Nanda yang ingin menjadi seorang dokter yang akan mengobati semua orang yang sakit. Begitu mulia cita-cita mereka, cita-cita yang tidak lepas dari pengaruh tangan-tangan lembut kedua orang tua mereka.

Cita-cita dan semua mimpi mereka itulah yang selalu membuat mereka tampil berbeda dibanding rekan-rekannya. Pribadi yang cerdas dan sosok yang energis mereka perlihatkan dalam setiap situasi. Tidak terkecuali ketika pelajaran olahraga bola voli berlangsung, mereka memperlihatkan antusiasnya untuk mengungguli rekan-rekannya yang lain. Itulah Dinda dan Nanda, tampil kompak dalam setiap peran yang mereka geluti. 
.......
Sampai suatu ketika sebuah peristiwa besar itu terjadi, peristiwa yang merubah kehidupan Dinda dan Nanda. Saat itu ketika pertandingan persahabatan bola voli dilakukan dengan SMA lain, Dinda mengalami cedera yang cukup serius. Kepalanya terkena hantaman bola yang melesat dari kelompok lawan, seketika itu ia pingsan dan tidak kunjung sadar. Nanda begitu panik melihat kejadian itu dan mencoba memapah sahabatnya yang sudah terbujur lemas. Pihak sekolah kemudian membawanya kerumah sakit terdekat dan segera memberikan kabar kepada kedua orang tuanya.

Tidak terlalu lama ayah dan bunda Dinda sudah tiba di rumah sakit. Terlihat kepanikan di raut muka keduanya. Mereka kemudian segera mencari informasi sebenarnya apa yang telah terjadi. Kepala sekolah kemudian menceritakan kejadian tersebut secara detail, sementara Nanda berusaha untuk menenangkan Ayah dan Bunda Dinda. Dengan perasaan sedih dan takut kemudian Nanda mengadu sambil meneteskan air mata, “Bunda, maafkan Nanda yang tidak bisa menjaga Dinda dengan baik”. Seketika itu sang bunda kemudian memeluk Nanda dan terlihat gugup menyampaikan sesuatu, “Tidak apa-apa Nanda, semoga Dinda bisa segera sembuh dan bisa bermain bersama Nanda lagi”.

Peristiwa yang mengharukan semua orang yang hadir saat itu. Nampak jelas rona kesedihan mereka yang hadir. Mata mereka berkaca-kaca, seolah ingin meneteskan air mata kesedihan. Sesekali mereka mencoba saling menguatkan satu sama lain dengan saling menepuk bahu. Lalu lalang orang yang melintas di sekitar lorong rumah sakit tertuju pada mereka. Semuanya menunggu Dinda segera siuman, semuanya menunggu kabar baik dari Dinda, dan semuanya berharap segera melihat Dinda tersenyum kembali.

Harapan itu seolah menjadi doa bagi kesembuhan Dinda, namun harapan itu semakin lama semakin pupus, karena saat itu Dinda tidak kunjung sadar. Semua orang menunggu dan menunggu. Sampai akhirnya seorang dokter yang baru selesai melakukan pemeriksaan keluar ruangan dan mencari orang tua Dinda. Sang dokter kemudian mengajak mereka ke ruang kerjanya. 

Perasaan cemas, shock dan takut terjadi apa-apa dengan Dinda senantiasa menghantui keduanya. Kecemasan itu semakin memuncak ketika dokter tersebut menyampaikan kalimat empati beliau, “Bapak dan Ibu harus sabar”, ini hasil pemeriksaan otak Dinda. Seketika itu Ayah Dinda mencoba menenangkan Istrinya. “Tenang bunda, tenang, kita dengarkan penjelasan dokter terlebih dahulu.”

Dokter kemudian menyampaikan dengan bahasa lembut dan penuh kehati-hatian. Dokter berusaha menkondisikan suasana agar tidak terjadi apa yang tidak diinginkan. “Begini bapak dan Ibu Dinda, setelah melakukan pemeriksaan intensif, ternyata Putri bapak dan ibu menderita kanker otak stadium I”. Dunia seolah runtuh, langit seolah tebelah, harapan itu seolah sirna di benak sang bunda, hatinya remuk dan hancur mengetahui anak tercintanya menderita penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. 

Seolah tidak ingin menerima kenyataan ini, sang bunda kemudian mencoba memastikan kepada sang dokter. “Apakah pemeriksaanya sudah benar-benar valid, atau mungkin ada kesalahan atau mungkin hasilnya tertukar dokter?” Saat itu pula deraian air mata mulai keluar dari kedua bola matanya, menetes dan membasahi pipinya. Sang ayah kemudian terlarut dalam suasana haru dan mencoba menenangkan istrinya dengan pelukan. “Sabar bunda, ini takdir Allah, kita harus berusaha tegar”.

Keduanya keluar dari ruang dokter dengan wajah lesu, seakan tidak mau berbicara dengan siapun. Mereka tidak mau semua orang tahu akan derita yang dialami Dinda. Dengan bahasa yang bijak sang ayah kemudian mencoba menyampaikan jawaban kepada setiap orang yang bertanya saat itu. “Bagaimana pak, bagaimana bu, Dinda baik-baik saja kan?”. Dengan berat hati sang ayah menyampaikan, “Kata Dokter Dinda hanya perlu istirahat, jadi semuanya tidak perlu khawatir, Insya Allah lusa Dinda sudah bisa berangkat sekolah lagi”

Bagi rekan-rekan sepermainan Dinda, ini berita gembira yang ditunggu-tunggu mereka, akan tetapi bagi bapak dan ibu guru, jawaban sang ayah menyimpan keraguan dan menimbulkan tanda tanya besar, sebetulnya Dinda kenapa? Begitu pula dengan Nanda seolah ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi dengan sahabatnya, ia terus menunggu Dinda sampai siuman.
......
Kenyataan pahit yang harus dihadapi Dinda membuat ayah dan bundanya tidak kuasa menahan beban ini. Namun di sisi lain mereka juga berfikir bagaimana dengan Dinda ketika dia siuman dan melihat ayah dan bundanya bersedih. Inilah hebatnya naluri orang tua, mereka berusaha menghadirkan suasana gembira walapun di dalam hatinya menahan luka. Mereka berusaha mengkondisikan suasanya seolah tidak terjadi hal yang besar yang akan berpengaruh pada hidup Dinda. Seolah peristiwa itu hanya peristiwa kecelakaan ringan yang hanya menyebabkan Dinda pingsan dan akan sembuh ketika Dinda tersadar.

Saat yang ditunggu-tunggu itupun tiba, jemarinya yang lentik mulai menari sebagi isyarat kesadaranya, kedua bola matanya yang sayup terlihat mulai terbuka perlahan, sementara mimik wajahnya yang manis itu mulai menunjukan kemanjaan kepada sang bunda. Rengekan manja mulai terucap dari lisanya“Bunda kepalaku sakit, dimana aku? Ayah mana? Nanda mana?”

Seolah ingin menjawab semua pertanyaan Dinda, bunda kemudian mencoba memberikan perhatian lebih, “Mana yang sakit sayang, biar ibu pijit”, Ayah sama Nanda sedang keluar , paling sebentar lagi kesini. “Bunda aku ingin pulang, kangen sama rumah, kenapa si aku harus dirawat di sini?”. Sang bunda dengan sabar memahamkan, “iya sayang nanti kalau dokter sudah membolehkan Dinda pulang ya?”. Makanya sekarang Dinda harus banyak istirahat supaya segera sehat dan bisa cepat pulang.

Selang tidak begitu lama ayah dan Nanda memasuki ruangan, dengan tegar sang ayah berusaha menunjukan sikap optimisnya, “eh putri ayah yang cantik ini sudah siuman ya?”, seolah ingin segera mengadu kepada ayahnya Dinda tidak sempat membalas sapaan mesra ayahnya. “Ayah dari mana si? kepalaku sakit ni ”. Sang ayah dengan pelan menjawab, “ayah sama Nanda baru saja membeli buah di luar untuk kamu sayang, mana yang sakit biar ayah sembuhkan”. Sembari mengusap kepala putri tercintanya itu, ia kemudian mengucapkan beberapa bait doa dan mengecup keningnya. “Sekarang sudah sembuh to sayang?”. “Iya ayah agak mendingan, terimakasih ayah?” 

“Nanda ayo kesini deket aku, masa di situ terus, kamu tidak mau memeluk sahabatmu ini?”. Dengan sebuah isyarat, ayah dan bunda seolah meminta agar Nanda segera mendekati Dinda. “dekat seperti ini kan enak, sudah lama kita tidak naik sepeda bersama, besok kita berangkat sekolah ya? Aku yang boncengin kamu pokoknya.” Nanda mengawali jawabanya dengan sebuah senyum, “Iya tenang saja Dinda, besok kamu yang boncengi aku ya, makanya sekarang Dinda istirahat dulu supaya cepat sembuh”. Mendengar percakapan Dinda dan Nanda hati bunda seakan teriris-iris dan tidak mampu berbuat banyak untuk memenuhi keinginan buah hatinya.

Keesokan harinya Dinda memang sudah diperbolehkan dokter pulang, akan tetapi setiap bulan Dinda harus melakukan ceck up. Dinda kembali menjalani aktifitasnya, namun setelah peristiwa itu ada hal yang berbeda dalam kehidupanya. Setiap berangkat dan pulang sekolah Dinda selalu diantar sang Bunda. Sementara Nanda tetap berangkat dengan sepeda lapuknya. Sesekali Dinda melihat Nanda tetap bersemangat mengayuh sepedanya, sementara dirinya harus menuruti kemauan sang bunda. Sesekali terbesit dalam hatinya, “Nanda maafkan aku, aku bingung apa yang sedang terjadi dalam diriku, kenapa semua hal yang biasa aku lakukan dilarang sama bunda. Aku ingin sekali kembali mengarungi samudra mimpi-mimpi kita bersama sepeda kamu. Ya Allah engkau maha tahu keinginan hamba-hambamu.”

Nanda pun senantiasa memastikan dinda dalam keadaan baik-baik saja disetiap perjalanan berangkat dan pulang sekolah. Sepeda lapuknya selalu ia kayuh dengan kencang agar bisa dilihat oleh Dinda. Cukup dengan lambaian tangan dan senyumnya yang khas sebagai ungkapan kasih sayang Nanda kepada Dinda. Demikian halnya dengan Dinda yang selalu membalas dengan senyum termanis untuk sahabat terbaik. Senyum yang merekah dan menyejukan semua orang yang melihatnya.

Genap satu tahun keduanya marajut mimpi dan menimba ilmu di SMA, sekarang mereka sudah naik jenjang dan sudah tumbuh menjadi sosok yang lebih dewasa. Namun hal itu tidak sepenuhnya dirasakan oleh Dinda, sakitnya semakin hari bukan lantas sembuh akan tetapi semakin parah dan mulai merampas hari-hari bahagianya. Sejak itu Dinda mulai jarang masuk sekolah, karena kondisi fisiknya yang semakin rapuh. Dinda setiap pekannya harus melakukan ceck up di rumah sakit dan setiap bulanya harus cuci darah.

Kanker otaknya saat itu sudah masuk stadium II yang menandakan tingkat daya serangya semakin kuat. Mengetahui kenyataan ini,  Dinda tidak kemudian menjadi frustasi, justru yang mengagumkan adalah jiwa optimis dan keyakinanya untuk bisa sembuh. Dinda meyakini bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar kesanggupanya. Dinda percaya apa yang terjadi dengan dirinya saat ini, pasti akan berbuah manis. Kalapun dia harus meninggal, dia akan bahagia karena sudah menjadi orang yang tidak pernah menyerah terhadap ujian sakit yang Allah berikan. 

Subhanallah, mental yang luar biasa yang dimiliki oleh gadis sepolos Dinda. Gadis yang belum banyak mengenal asam garam kehidupan, tetapi sudah begitu dewasa menyikapi ujian hidup. Hal itu tidak terlepas dari peran ayah dan bundanya yang dengan sabar merawatnya. Demikian halnya dengan Nanda yang senantiasa menanamkan sikap optimis terhadap semua kondisi. Nanda senantiasa membersamai Dinda disaat ia rapuh dan terpuruk. Menjadi sahabat setia disaat Dinda membutuhkan bantuanya. Menjadi pelipur lara disaat hati Dinda terluka dan menjadi inspirasi ketika Dinda merasa jenuh.

Demikian sebaliknya apa yang dilakukan Dinda kepada Nanda. Meski dalam keadaan fisiknya yang semakin melemah, Dinda senantiasa ingin tahu keadaan Nanda baik-baik saja. Setiap orang di rumahnya yang bertemu denganya dan saat itu tidak ada Nanda di sampingnya, maka pertanyaan yang keluar dari mulut manisnya adalah “Bunda Nanda mana ya?, Ayah Nanda mana? Bibi Nanda mana ya?”. Seolah tak mau berpisah dengan Nanda, maka pada setiap situasi ia selalu mencarinya.

Di sekolah pun demikian, kalau saat jam istirahat Nanda belum datang ke kelasnya, maka pasti Dinda akan datang  mencarinya. Pernah suatu ketika dijam istirahat yang pertama Nanda tidak datang menemuinya. Dinda pun bertanya-tanya dimanakah gerangan sahabatnya, karena tidak biasanya hal itu terjadi. Upaya yang kemudian yang dilakukan Dinda adalah mencari nanda disetiap sudut sekolah. Dalam keadaan fisiknya yang lemah, yang tergambar jelas dari wajahnya yang pucat Dinda berusaha bertanya kepada setiap orang yang ia jumpai. “Maaf teman-teman ada yang tahu dimana Nanda?, Maaf bapak tadi lihat Nanda tidak?, maaf ibu tahu Nanda dimana?”. Semua orang yang Dinda tanya saat itu tidak tahu keberadaan Nanda.

Hal itu tidak membuat Dinda berputus asa mencari Nanda. Perasaan gelisah dan khawatir muncul dari benaknya. Dinda merasa ada sesuatu yang terjadi dengan sahabat, maka dengan segenap kemampuanya ia berusaha mencari sang sahabat. Sampailah Dinda di depan ruang UKS, ternyata Dinda menjumpai rekan-rekan kelas Nanda di sana. Tanpa berfikir panjang, dengan nada penuh kekhawatiran Dinda segera menanyakan keberadaan Nanda kepada mereka.”Teman-teman, ada yang tahu Nanda dimana? Saya sudah mencari keliling sekolah tapi belum ketemu juga”.

Saat itu nampak raut muka yang lelah dan perasaan khawatir dalam diri Dinda. Pelipisnya berkeringat dan bibirnya nampak kehausan. Rekan-rekan kelas Nanda terkagum akan pengorbanan Dinda yang harus mencari Dinda sampai keliling sekolah. Saat itu Nanda yang berada di dalam UKS pun mendengar petanyaan Dinda. Seolah tak mau membuat sahabatnya menunggu lama, Nanda kemudian langsung menyahut pertanyaan Dinda. “Aku di sini Dinda Sayang”. Mendengar jawaban Nanda, Dinda kemudian bergegas masuk kedalam UKS. Namun sesuatu yang berbeda ia lihat dalam diri sahabatnya. Nanda saat itu sedang terbaring dan diperiksa oleh dokter sekolah karena baru pingsan saat pelajaran olahraga.

Dinda terkaget dan perasaan kekhawatiran terjadi apa-apa dengan dengan Nanda semakin memuncak. Seketika itu Dinda mencoba memastikan kondisi sahabatnya, “Nanda kamu kenapa? Kamu tidak kenapa-kenapa kan? Sebetulnya apa yang terjadi?. Dengan berusaha meredakan rasa kekhawatiran Dinda, Nanda berusaha menjawabnya dengan pelan, “Nanda tidak apa-apa kok Din, tadi itu hanya kelelahan saat olahrraga, tapi sekarang aku sudah sehat ko”. Seolah ingin memastikan keadaan sahabatnya Dinda kemudian bertanya kepada sang dokter yang baru selesai memeriksa Nanda. “Dokter Nanda tidak kenapa-kenapa kan dok?”. Dengan bijak sang dokter menjawab, “Nanda tidak apa-apa dan Cuma perlu istirahat aja, Dinda jaga Nanda ya”. Jawaban dokter itu akhirnya meredakan kekhawatiran Dinda terhadap kondisi sahabatnya tercinta. 
......
Itulah persahabatan mereka, di tengah keterbatasan Dinda, ia berupaya memberikan yang terbaik untuk sahabatnya. Persahabatan mereka itulah yang seolah menjadi kekuatan yang terus menjaga dan memotivasi Dinda untuk terus berjuang mempertahankan hidup. Untaian beribu doa setiap malam selalu Nanda panjatkan untuk kesembuhan sahabatnya. Demikan halnya Dinda, disaat semua orang yang menderita kanker otak terpuruk, ia masih tegar dan optimis, mengadukan semuanya kepada Zat pemilik kehidupan. Dinda menyakini bahwa suatu saat Allah akan memberikan kesembuhan padanya, Allah akan mengembalikan kehidupanya. Allah akan mengabulkan sumua mimpi-mimpinya bersama sahabat tercinta.
Petikan Doa-Doa Cinta Dinda
......
Ya Allah, Rabb yang menciptakan kehidupan dan menjaga
Keseimbanganya
Izinkan hamba memujimu, mengagumi setiap keagunganmu
Dinda bersyukur atas semua karunia dan kenikmatan yang Engkau berikan
Dinda bersyukur Engkau telah mengkaruniakan orang tua terbaik dan
sahabat terbaik untukku
Dinda juga bersyukur disisa waktu kehidupan ini, Dinda masih bisa
mengingat-Mu
Menjalankan perintah-Mu, sejauh yang Dinda mampu
......
Ya Allah, Rabb yang selalu ada di hatiku
Saat ini desah nafas ku tidak lagi seperti dulu
Detak jantungku sering berjalan begitu cepat
Jemari-jemariku tidak selentik dahulu
Tangan dan kakiku terkadang mulai kaku untuk aku gerakkan
Demikian dengan mahkota dikepalaku, perlahan mulai rontok satu-persatu
Pikiranku terkadang melayang tidak sadar karena menahan rasa sakit
.....
Ya Allah, Rabb yang senantisa menjaga dan melindungi diri ini
Dinda Ikhlas, jika memang sakit ini sebagai penebus dosa-dosa yang
Dinda lakukan
Dinda ikhlas menahan rasa sakit ini, sakit yang tidak kunjung berakhir ini
Dinda pun rela jika sisa hidup Dinda harus berakhir dengan ujian ini
....
Ya Allah, Rabb yang tidak pernah lalai dan tidak pernah tidur
Dinda yakin, ujian ini akan berlalu
Entah karena saat itu Dinda masih bisa bertahan
Atau karena saat itu Dinda tidak bisa bernafas kembali
Namun Dinda selalu percaya, engkaulah pembuat skenario kehidupan
terbaik
.....
Ya Allah, Rabb yang selalu ku rindukan
Aku siap jika saatnya nanti engkau memanggilku untuk semakin dekat
pada-MU
Namun satu hal yang ingin aku pinta darimu sebelum Engkau
memanggilku
Izinkan Aku meninggalkan rangkaian cerita indah untuk Ayah, Bunda,
Nanda dan semua orang yang menyayangiku
Izikan aku menjadi hamba yang dikenal sebagai makhulk-Mu yang
berakhlak mulia seperti Nabi-Mu
Hamba yang tidak pernah menyakiti sesama
Hamba yang selalu berbagi dalam keadaan sempit maupun lapang
Amin ya Rabbal ‘alamin...

Usaha dan doa yang dilakukan oleh Dinda dan semua orang yang menyayanginya lambat laun mulai dijawab Allah SWT. Allah pemilik skenario kehidupan terbaik mulai menunjukan kuasanya. Ini bukan bahasa manusia dan ilmu kesehatan lagi, tapi ini bahasa mu’zizat Allah Azza wa jalla. Dokter dan semua orang takjub dan terpana ketika kanker otak yang diderita Dinda semakin hari semakin melemah. Dinda terlihat kembali energis dan semakin optimis untuk melanjutkan hidup.

Maha suci Allah yang menggenggam kehidupan manusia di tangganya. Tiada yang bisa merubah suratan takdir itu kecuali Allah yang berkehendak. Tidak ada titik menyerah dalam hidup ini, tidak ada titik mengeluh, akan tetapi yang ada adalah keinginan dan harapan-harapan untuk terus melangkah menjadi manusia yang lebih baik dan menggapai cita. Itulah pesan hidup luar biasa dari seorang Dinda. Pesan yang hanya bisa ditangkap oleh sebagian manusia saja. Hanya manusia-manusia yang mau memahami arti hidup dan mendekat keapda Rabbnya yang bisa menangkap pesan besar itu.

Langit kala itu nampak cerah, bumi seolah mengeluarkan bau harum kasturi. Bunga-bunga bermekaran dan semua makhluk beraktifias menunjukan keteraturannya. Seolah mereka menyambut sang putri yang baru bangun dari tidur panjang. Putri nan cantik jelita yang senantiasa mengumbar senyum yang membahagiakan setiap jiwa. Seorang putri yang bisa merubah kondisi hampa menjadi bermakna, merubah suasana sedih menjadi penuh kasih dan suasana bahagia menjadi tanda syukur kepada sang maha kuasa.

Dinda bersama Nanda kembali merajut setiap mimpi mereka yang sempat tertunda. Meniti cinta dan merajut semua asa serta menjadikannya sebagai cerita hidup penuh makna. Rangkaian cerita yang mereka ikat dengan kekuatan cinta Ilahi. Tidak ada yang bisa memisahkan persahabatan mereka. Semua insan yang bernafas melihat rangkaian cerita mereka menjadi bukti keagungan Ilahi. Seperti apa yang disenandungkan baginda Rasulullah SAW “Layukminu ahadukum hatta yuhibba li akhih maa yuhibbu linafsih” , tidak beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (HR. Bukhari dan Muslim)

Masih dengan sepeda lapuk Nanda, mereka merangkai cerita dan menggapai mimpi itu. Kini Dinda sudah kembali menjadi manusia seutuhnya, menjadi remaja SMA yang sama dengan yang lainya. Menikmati masa mudanya dengan sahabat terbaik. Sakit kanker otak yang dideritanya seolah raib karena keagungan Ilahi. Dinda dan Nanda berhasil membuktikan kepada dunia bahwa mereka telah mendapatkan semua cinta dan mimpi-mimpi yang mereka rangkai di SMA.

Rangkaian cinta dan mimpi mereka terus berlanjut sampai mereka kuliah. Mereka mengenal dunia baru dan tantangan baru. Cerita persahabatan mereka juga terus berlanjut di dunia yang baru itu. Sesuai apa yang mereka impikan, Dinda masuk fakultas hukum dan Nanda masuk ke fakultas kedokteran. Mimpi yang dahulu dianggap tabu oleh banyak orang dan sekarang mereka bisa membuktikan. Itulah mereka, dua anak gadis yang mempunyai mimpi besar disaat semua orang takut untuk bermimpi. Dua insan manusia yang menjadikan rintangan sebagai tantangan, menjadikan kesedihan sebagai sarana intropeksi dan menjadikan kebahagian sebagai tempat untuk berbagi.

by. Rief_fatih, Mutiara Kehidupan, 15 Maret 2011

================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar  Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547


bb 75966580 

No comments:

Post a Comment