santosopreunership.wordpress.com |
......
Jalanya para pejuang tak semudah membalik telapak tangan.
Semakin berliku dan terjal jalan yang dilalui sebagai petanda kwalitas dirinya.
Semakin tinggi ujian keimanan, semakin mendekatkannya ke surga, alam abadi yang
tak berujung dan penuh dengan kenikmatan.
Itulah hakikat kehidupan yang seharusnya kita pahami.
Sehingga tak sedikit mereka yang harus terjatuh dalam kondisi itu. Merasa tak
mampu menghadapi ujian yang Allah berikan, sehingga membuatnya lari dari
kenyatan. Mencari sesuatu yang lain bahkan lebih buruk dari kondisi awalnya.
Merasa Allah tak menyayangi dirinya, sehingga membuatnya menjadi orang yang tak
mensyukuri nikmat. Merasa Allah tak adil memperlakukan dirinya, sehingga
menjadi orang yang frustasi dan menyesal menjalani kehidupan.
Kondisi itu bisa berlaku bagi siapapun, tak memandang dia
mas’ul atau pemimpin, tak memandang ia jundi atau pasukan, tak memandang ia
kaya atau miskin, tak melihat ia cantik atau tampan, tak peduli ia orang
terhormat ataupun ningrat. Semuanya bisa terjatuh dan tergerus roda kehidupan.
Inilah proses seleksi kehidupan. Menguji siapa yang kuat
imannya dan menjaga kehormatanya. Menguji siapa yang benar-benar menjadikan Allah
sebagai tujuanya atau hanya kenikmatan sesaat dunia. Menguji siapa yang terbaik
di antara manusia, sehingga mereka layak ditempatkan ditempat tertinggi di sisi
Rabbnya.
Begitu
pula dengan kesabaran menanti calon pendamping hidup. Rentan waktu menunggu
menjadi ujian kesabaran dua insan manusia yang mengharap ridho Rabbnya. Bisa
jadi kesabran itulah yang akan menjadi mahar terindah ikatan suci sebuah
pernikahan. Karena kita tak pernah tahu kapan Allah mempertemukan kita dengan
pangeran berkuda putih atau bidadari dunia.
Entah
tahun ini, tahun depan atau bahkan ketika di surganya Allah kita tak pernah
tahu. Yang harus kita yakini jodoh adalah hak Allah yang akan menentukan kapan
dan dimana kita dipertemukan. Semua
tampak bias dan samar tak tertangkap oleh sebuah kepastian.
Namun
yang membedakan seorang pejuang dengan manusia lainnya adalah tentang keyakinan
yang sudah Allah hembuskan dalam hatinya. Yakin bahwa setiap yang bernyawa
sudah Allah pasangkan dengan kriteria terbaik-Nya. Yakin bahwa suatu saat pasti
akan tiba masanya. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana kita mempersiapkan
diri kita sampai layak bertemu dengan calon pendamping hidup kita.
Sehingga
ukuranya bukan sebatas menunggu dan menunggu. Akan tetapi justru yang lebih
penting adalah menempa diri dan terus memperbaiki diri, beramal dan beramal
hingga menorehkan ahsanu ‘amala (amal terbaik). Karena itulah yang akan
menentukan derajat kita di mata Allah serta layak tidaknya kita bersanding
dengan jodoh terbaik yang sudah Allah siapkan.
Paradigma
inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia. Mereka salah
mendefinisikan sabar hanya sebatas menunggu dan menunggu tanpa ada upaya
menguprade kapasitas diri. Padahal dalam ruang waktu itu seharusnya kita maknai
sebagai kesempatan yang Allah berikan untuk memperbaiki diri dan menorehkan
amalan-amalan terbaik kita. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang
unproduktif sehingga Allah tidak mau menjawab doa-doa yang kita lantunkan.
Na’udubillah
Ada
ungkapan yang cukup menggelitik, jodoh itu kan di tangan Allah, kalau tidak
diambil-ambil makan akan di tangan Allah terus. Dititik ini permaslahan yang
sering dihadapai adalah berkaitan dengan cara yang digunakan untuk menemukan
jodoh kita. Ada yang main serobot langsung tembak atau ada juga yang melalui
perantara. Yang jelas keduanya tidak ada yang salah, selama tidak melanggar
batas-batas syar’i.
Wacana
yang berkembang balakangan ini di kalangan para pejuang adalah bahwa menikah
itu berkaitan erat dengan kepahaman dakwah itu sendiri. Sehingga semakin tinggi
tingkat intima (loyalitas) sesorang terhadap dakwah dan jamaahnya semakin
mengekang ego atau kriteria yang diinginkan dari pasangan hidupnya.
Pada
tataran ini saya tidak mempunyai kapasitas untuk menilai bahwa pejuang yang
menolak keinginan sang guru untuk menikah dengan pilihannya termasuk mereka
yang tidak to’at atau tidak patuh. Atau mungkin berarti dakwahnya bermasalah
sehingga lebih mengedepankan kriteria pribadinya untuk menikah. Karena semua
itu berlaku faktor kondisi dan latar belakang yang menjadi alasannya.
Inilah
wilayah yang sangat sensitif, ketika kita menyandingkan antara menikah, intima
jamaah dan kepahaman dakwah. Sehingga kalau kita tidak hati-hati kita akan
terjebak pada prasangka yang membawa ke fitnah. Karena ini wilayah hati dan
niat seseorang memilih pasangan hidupnya. Sehingga menjadi bias ketika menikah
yang tidak melalui jalur yang dianjurkan sang guru dianggap tidak intima.
Beberapa
kejadian pernah dialami oleh seorang ikhwan yang menikah tidak melalui jalur
yang dianjurkan. Bahkan ia menikah bukan dengan seorang akhwat. Ikwan tersebut
pun bukan orang yang masih bau kencur mengerti dakwah, karena ia juga pernah
menduduki posisi mas’ul. Tak heran keputusannya untuk menikah dengan wanita
yang bukan akhwat menimbulkan hujatan dari rekan-rekannya yang lain. Tidak
hanya itu ia dikucilkan dan diasingkan dari jamaahnya. Walahu’alam apakah
ikhwan itu masih bertahan di medan dakwah ini.
Ada
juga seorang akhwat yang menikah tidak melalui jalur yang resmi. Walapun
menikah dengan ikhwan tapi akhwat tadi menjadi bahan pembicaraan rekan-rekan
selingkarannya. Sehingga kondisi itu membuatnya frustasi dan akhirnya berhenti
mengikuti forum pekanan.
Apakah
ini tarbaiyah yang diajarkan kepada kita? Sehingga kita berhak menilai dan
mengecap seseorang bersalah dan berdosa besar tanpa mau tahu alasan setiap
pribadi melakukan sesuatu. Sekali lagi ini perkara niat, hanya Allah yang
berhak menilai dan memberikan keputusannya.
Seolah
tindakan menikah tidak melalui jalur yang dianjurkan yang dilakukan mereka
adalah dosa besar, sehingga kita layak menghinanya. Seolah kita merasa lebih
baik dari mereka yang melakukan itu dan merasa berhak menghakiminya. Sekali
lagi ini dimensi niat bukan hak kita untuk menilai bahkan menghakimi.
Biarlah
mereka mengambil jalannya dan Allah yang akan menilainya. Biarlah mereka
memilih caranya, sehingga kita hanya bisa mendoakan hasil terbaik untuk mereka.
Biarlah mereka menentukan sikapnya, sehingga kita hanya bisa mendukungnya
sebatas kemampuan kita.
Disaat
itulah uluran tangan kita sangat dibutuhkan. Jangan lantas kita pergi
meninggalkan dia dalam kebingungan. Bisa jadi langkah yang di ambilnya adalah
jalan terbaik dan Allah meridhoinya. Kalau ia salah, apakah kita berhak
menghakimi dan lantas tega meninggalkannya?
Sekali-kali
tidak saudaraku, mereka tetap saudara kita. Saudara seiman yang tetap
membutuhkan ikatan ukhuwah ini. Mereka butuh tempat bersandar dikala beban
hidup menghimpit. Mereka butuh tempat mengadu dikala kebingungan menyelimuti.
Mereka juga butuh tempat berbagi dikala mereka lapang ataupun sempit. Kalau
bukan kita, siapa lagi yang mau mendengar keluhan mereka?
Jangan
sampai keegoisan dan kesombongan kita membawa mereka kelubang kenistaan. Mereka
frustasi karena sikap kekurangdewasaan kita. Jangan sampai kita menyesal ketika
mendapatinya menjadi orang semakin jauh dengan Rabbnya. Na’udubillah
......
Setiap
orang berbeda kadar keimanan
Sehingga
tercermin dalam sabar yang merupakan pantulanya
Maka
pilihan sikap dan kwalitas amal yang dilakukannya pun berbeda
Sehingga
hanya Allah yang yang maha Adil yang berhak menilainnya
.......
Sabar
bukan berarti menunggu tak berbuat
Sabar
bukan berarti diam tak berbicara
Sabar
bukan berari tetap tak berkembang
Sabar
juga bukan berarti berhenti tak berusaha melangkah maju
Justru
sabar seharusnya membawa kita selangkah lebih maju
.....
Sabar
itu pelita atau pantulan keimanan
Sehingga
cara memaknai sabar bukan berarti diam tak berusaha
Justru
sabar adalah ruang waktu untuk kita berbenah dan memperbaiki diri
Menorehkan
amal-amal terbaik dan mengukirnya menjadi episode terindah kehidupan
......
Kadar
iman menentukan sikap dan amal yang dilakukan
Sehingga
kita sebagai manusia tak mempunyai hak untuk menilainya
Maka
seharusnya sikap kasih sayang dan saling menghormati kepada mereka yang
berbeda
Bukan
lantas menghakimi dan merendahkan mereka
.......
Tapi
ikatlah mereka denga ukhuwah cinta kita
Agar
ia terjaga dan senantiasa mengingat Rabbnya
Agar
ia terlindungi dari perkara yang akan menistakannya
Agar
ia tetap menjadi bagian dari umat Rasulullah yang akan dipertemukan di surga
......
Bertemu
dalam keindahan abadi
Karena
cinta yang membawa ridho Rabbnya
Karena
ikatan persaudaraan yang menjaganya
Karena
ikatan keimanan yang membuat kita tetap bertahan disaat orang lain
Terjatuh
By. Rief_fatih, Mutiara
kehidupan, 20 Maret 2012
yg nulis cepet nikah dong.. :P
ReplyDeleteyang baca juga ya, semoga tepat pada waktunya
Delete