Labels

Tuesday, 7 February 2012

Menebar CINTA ditengah mereka yang BERBEDA

eksissoulnation.blogspot.com
            Aku dulu juga bukan orang yang baik. Bukan orang yang  tanpa dosa masa lalu. Bukan orang suci yang tak pernah menyakiti hati orang-orang disekitarku. Aku juga bukan orang alim yang senantiasa menjaga shalat lima waktu di masjid. Akan tetapi seburuk-buruknya aku dahulu, Allah masih memberikan jalan untuk kembali mendekat dan bermunajat pada-Nya.

            Bahkan sekarang aku  disebut sebagai seorang ikhwan. Aku dipanggil “Akh” (saudara laki-laki) oleh setiap rekan-rekanku dioraganisasi. Ternyata Allah memberikan hidayah itu melalui lembaga dakwah kampus. Sebuah anugrah yang luar biasa dimana aku mulai paham indahnya Islam. Begitu bahagia dan damai ketika aku mempunyai saudara yang senantiasa mengingatkanku disaat aku lalai. Menasehati disaat aku membutuhkan masukan dan memotifasi disaat aku lemah.

            Aku dulu juga bukan wanita yang baik. Bukan orang yang tanpa dosa masa lalu. Bukan pula orang suci yang tak pernah menyakiti orang-orang disekitarku. Aku juga bukan wanita shalihah  yang senantiasa menjaga shalat lima waktu. Bukan pula wanita yang bisa menutup aurat sepenuhnya. Akan tetapi seburuk-buruknya aku saat itu, Allah masih peduli dan memberikan jalan untuk kembali mendekat dan bermunajat kepada-Nya.

            Bahkan aku sekarang disebut sebagai seorang akhwat. Aku dipanggil ‘Ukh” (saudara perempuan) oleh rekan-rekanku diorganisai. Ternyata Allah mempunyai skenario yang begitu indah, melalui rekan-rekan di lembaga dakwah kampus aku mulai merasakan cahaya Islam. Sebuah karunia yang luar biasa ketika bisa merasakan kesempurnaan dan indahnya ajaran Islam. Aku merasa hati ini tentram ketika senantiasa ada orang-orang disekitarku yang begitu sayang dan peduli terhadap diriku. Mereka lah yang selama ini menunjukan cahaya kebenaran disaat dunia terasa gelap gulita, memberi seribu nasehat di kala hati ini penat dan memberi segunung motifasi dikala diri ini terpuruk.

Itulah kita dahulu saudaraku. Kita bukan seorang malaikat yang bersih tanpa dosa, kita bukan selembar kertas putih yang bersih dari coretan-coretan kesalahan masa lalau. Maka bersyukurlah ketika saat ini kita diberikan kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki semua itu. Kita diberika kesempatan istimewa untuk menjadi Jundullah (pasukan Allah) yang menegakan kalimat-Nya di muka bumi.

Tapi ingat saudaraku masa lalu itu bukan untuk dilupakan, akan tetapi masa lalu untuk kita ambil ibrahnya. Sehingga kita tidak merasa menjadi orang-orang suci ditengah saudara-saudara kita yang muslim akan tetapi berbeda pemahanam dengan kita dan memperlakukan mereka sama sebagai orang yang beriman.

Kita terkadang terlampau sombong mengecap mereka yang berbeda itu lebih buruk dari kita. Tanpa kemudian kita melakukan muhasabah diri bahwa dulu kita juga pernah berada dalam kondisi mereka seperti saat ini. Kita seolah memvonis mereka menjadi bagian sekelompok manusia yang dilaknat Allah SWT.

Padahal Rasulullah tidak mengajarkan itu saudaraku. Terlebih mereka yang berbeda adalah sama-sama seorang Muslim. Sama-sama mengakui Allah dan rasulnya akan tetapi mungkin dengan kadar keimanan yang berbeda. Sehingga sebelum kita kemudian menvonis mereka, penulis ingin mengajak kepada seluruh pembaca bahwa kita terlebih dahulu harus memahami peta sosial dan peta keimanan masyarakat kita terlebih dahulu. Peta sosial dan peta keimanan inilah yang akan menjadi rujukan bagaimana kita mengajak mereka dengan cara yang elegan dan efektif kedalam Islam.

Allah SWT telah memberikan gambaran tentang peta sosial masyarakat kita dalam QS. Al-fatihah ayat 7. Allah SWT berfirman (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa ada tiga golongan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT setelah mereka tumbuh besar dan berakal. Yaitu orang yang mendapat nikmat, orang yang di laknat  Allah dan orang-orang yang sesat.

Orang yang mendapat nikmat ini digambarkan dalam tafsir ibnu katsir adalah orang-orang mendapat hidayah dan keistiqomahan dalam menjaga keimanan dan ketakwaan mereka. Mereka adalah segolongan orang yang di cintai Allah dan mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT. Yang termasuk golongan ini adalah para nabi, shidiqun, orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.

Orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang yang mendapat laknat Allah karena  mereka telah menyimpang dari kebenaran. Dalam Al-Qur’an yang dimaksudkan orang-orang yang mendapat laknat Allah adalah orang-orang Yahudi dan mereka tidak punya amal ibadah (silahkan baca QS Al maidah : 60).

Kemudian orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang tidak mempunyai ilmu ilmu pengetahuan dan tidak mendapat petunjuk. Orang-orang yang masuk dalam golongan ini adalah orang-orang Nasrani karena mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang kebenaran (silahkan baca QS. Al Maidah ayat 77).

Dari penjelasan diatas kita dapat mengambil Ibrah bahwa saat ini kebanyakan umat Islam juga masuk pada golongan orang-orang sesat. Mereka mengaku sebagai orang yang beriman akan tetapi kebanyakan perilaku mereka tidak mencerminkan sebagai orang yang beriman. Shalat mereka tinggalkan dengan ringan, melakukan kesyirikan, riba, judi, lidah mereka suka menyakiti orang lain, kalau diberi tanggungjawab tidak amanah dan masih banyak lainnya. Sehingga dalam bahasa sosiologi agama, mereka itulah yang disebut Islam abangan ataupun Islam tradisional. Mereka adalah orang-orang yang berislam tapi tidak secara kaffah (menyeluruh) sehingga konsekwensinya mereka mudah di goda oleh syetan-syetan laknatullah (silahkan baca QS. Albaqarah: 208).

Berkaitan dengan peta keimanan masyrakat kita, Allah SWT juga menggambarkanya dengan sangat jelas dalam QS. Fatir ayat 32, Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” Ayat ini memberikan gambaran kepada kita tentang peta kadar keimanan setiap kaum atapun masyarakat yang diajarkan kebenaran. Tiga golongan itu adalah dholimun linafsih (orang yang menzalimi diri sendiri), muktasid (pertengahan) dan sabiqun bil khairat (orang yang segera melakukan perintah kebaikan).

Dalam tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud orang-orang yang dholimun linafsih adalah orang-orang yang beriman dan melakukan sebagian kewajiban akan tetapi bergeliman dengan apa yang Allah haramkan. Orang yang masuk dalam golongan ini akan  mendapat rahmatnya Allah ketika diakherat nanti.

Kemudian yang dimaksud orang-orang yang muktasid adalah orang-orang beriman yang melakukan kewajiban dan meninggalkan yang haram dan terkadang meninggalkan sesuatu yang dianjurkan dan melaksanakan sesuatu yang dimakruhkan. Orang yang masuk dalam golongan ini akan masuk kesurganya Allah dengan hisab ringan.

Orang yang termasuk sabiqun bil khairat adalah mereka yang melakukan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan serta tidak meninggalkan apa yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang yang masuk dalam golongan ini akan masuk surganya Allah tanpa hisab.

Dari peta keimanan diatas kita dapat mengambil Ibrah bahwa ketika seseorang sudah bersyahadat dan mengaku sebagai seorang Muslim. Biarpun ia melakukan dosa yang begitu banyak, maka ia tetap mendapat kesempatan masuk ke surganya Allah, entah melalui rahmat Allah ataupun dihisab ringan terlebih dahulu.

Dari pemahaman kedua ayat diatas melalui tafsir ibnu Katsir, kita dapat mengambil Ibrah bahwa peta Sosial dan Peta keimanan masyarakat ini akan sangat membantu kita menggunakan metode dakwah yang sesuai kepada obyek dakwah kita. Sehingga sangat relevan apa yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa kita diajarkan untuk berdakwah sesuai bahasa kaumnya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman “Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia menjelaskan (wahyu) bagi mereka. Sehingga Allah berhak menyesatkan orang yang dikehendaki-Nya serta memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrahim: 4)

Disimpul inilah kemudian kita bisa menemukan sebuah solusi dari permasalahan kita yang sulit melakukan dakwah dengan mereka yang dikatakan berbeda. Terkadang kebanyakan kita baru sampai pada tahapan konsepsi, kita memang sadar harus mendakwahi mereka semua. Mereka yang study oriented, mereka yang suka main band, mereka yang suka naik gunung, mereka yang suka balapan sampai pada mereka yang suka minum dan drugs. Konsep itu terlampau bagus tapi sampai sekarang masih lemah secara realisasi.

Dalam tulisan sederhana ini penulis ingin menarik sebuah konsepsi ideal dakwah yang integral disemua dimensi kehidupan dengan penyesuaian medan dakwah melalui peta sosial dan peta keimanan masyarakat. Dari situlah kita akan menemukan sebuah metode dakwah yang elegan dan efektif.

Penulis melihat salah satu kesulitan kita memberikan warna  kepada mereka yang berbeda adalah kita sudah terlanjur membuat jarak dengan mereka. Sehingga merekapun bersikap prefentif terhadap syiar yang kita lakukan. Kalau kita telusuri lebih jauh, ada sebuah kesalahan vatal yang kita lakukan diawal, yaitu kita ingin menyeragamkan kultur islami di semua bidang garap dalam waktu yang instan. Tidak ada pengecualian terhadap kondisi medan dakwah tertentu yang membutuhkan tenaga yang lebih ekstra. Sehingga dampaknya bukan kita diterima, akan tetapi justru mereka merasa terusik dengan keberadaan kita.

Ada sebuah cerita hikmah yang mungkin kita bisa mengambil ibrah. Kisah  dua orang sahabat yang mempunyai kepribadian berbeda. Yang satu adalah seorang laki-laki yang suka minum-minum dan berfoya-foya dan yang satu adalah seorang yang alim dan tawadhu. Uniknya seorang yang alim itu senantiasa menemani sahabatnya mabuk-mabukan di diskotik. Namun ketika melihat sahabatnya mabuk-mabuk dan berfoya-foya dengan wanita, orang yang alim tadi tak pernah menasehati dan berceramah didepannya. Sahabatnya yang alim hanya menemani, duduk dan diam. Tak ada yang dilakukan oleh dia, seolah ia terdiam medoakan agar sabatnya mendapat hidayah. 

Suatu ketika moment instimewa itu terjadi. Sahabat yang suka bermabuk-mabukan tadi bertanya pada sahabatnya yang alim. Wahai sahabatku, kau senantiasa menemaniku ketika kau mabuk dan bermain perempuan, tapi kenapa kau tak pernah berkomentar atau menceramahi aku? Sahabat yang alim tadi hanya berucap, buat apa aku ceramah dan menasehati kamu, kamu sendiri sudah tahu perbuatan yang kamu lakukan dibenci Allah dan akan mendatangkan murka Allah. Medengar jawaban sahabatnya seolah langit runtuh, hatinya tecabik-cabik dan remuk seolah ditimpa batu dari dosa-dosanya yang begitu besar. Kata-kata sederhana sahabatnya yang alim tadi menjadi jalan ia mendapatkan hidayah. Subhanallah maha suci Allah yang berhak memberika hidayah. 

Tak perlu seorang yang alim banyak kita berceramah dan menasehati sahabatnya yang sedang dibutakan dunia. Tak perlu ia menyampakan dalil-dali dalam Al-Qur’an dan hadits untuk mengingatkannya. Ternyata justru sikap loyalitas dan kesabaran sahabatnya yang alim itulah yang menjadi jalan seorang yang dibutakan kenikmatan dunia mendapat hidayah Allah SWT.

Kisah diatas memberikan pemahaman kepada kita bahwa ketika kita ingin terjun ke medan dakwah dengan mereka yang berbeda, maka kesabaran kita itulah yang mungkin akan menjadi mahar bagi mereka mendapatkan hidayah Allah SWT. Kesabaran dan sikap loyalitas kitalah yang akan menyentuh hati mereka dari setiap nasehat yang kita sampaikan.

Tanpa adanya loyalitas terhadap mad’u (obyek) dakwah kita, maka akan sangat sulit keberhasilan dakwah kita. Loyalitas itulah yang membentuk keterikatan kita dengan orang yang kita dakwahi. Rekan-rekan mungkin masih ingat kisah lelaki tua buta yang ada di pojok pasar Madinah yang setiap saat mengatakan Muhammad itu pendusta dan gila. Padahal orang yang dikatakan pendusta dan gila adalah orang yang senantiasa menyuapi ia makan yaitu Rasulullah SAW sendiri. Sikap loyalitas yang dilakukan baginda nabi pada akhirnya mengantarkannya mendapatkan jalan hidayah.

Secara praktis sebetulnya ini bukan hal yang rumit. Cuma terkadang kita yang sering tidak sabar dalam menghadapi tantangan kondisi yang ada. Sikap kita sendirilah yang terkadang membuat mereka menjauhi kita. Sehingga cukup dengan Qudwah (keteladanan), loyalitas (al wala) dan kesabaran (shobr), inysa Allah hidaya Allah akan melekat dihati obyek dakwah kita.

Qudwah akan menjadikan kita lama-kelamaan sebagai protipe obyek dakwah kita dalam bersikap. Kita harus menjadi pribadi yang mempunyai prinsip namun elegan dalam menyampaikan sehingga obyek kita menghormati kita. Al wala akan mengikat kededekatan hati antara kita dengan obyek dakwah. Al-wala ini bisa dibangun dengan pendekatan emosional dan spiritual. Perlakukan dia dengan lemah lembut dan senantiasa sebut nama dia dalam setiap doa kita. Kesabaran kita sendiri akan menjadi bukti kesungguhan kita di hadapan Allah yang ingin menyadarkan obyek dakwah kita. Bisa saja kesabaran inilah yang menjadi kunci pokok keberhasilan dakwah kita.
.....
Rasanya baru kemarin aku merasa BEDA dengan mereka
Perbedaan yang kadang juga sulit aku terjemahkan
Aku melakukan shalat, mereka juga shalat
Aku mengucapkan salam mereka pun membalasnya
Aku memakai kerudung mereka pun memakai kerudung
Aku puasa dan zakat merekapun puasa dan zakat
.....
Seolah perbedaan itu tak pernah ada
Namun  setelah aku telusuri
Ternyata shalat mereka masih jarang
Allah pun sering mereka duakan
Jilbab mereka pun telampau kecil terlihat hanya fariasi
.......
Setelah ku dekati mereka
Aku baru tahu
Ternyata mereka belum paham
Tapi ada juga yang lalai
Tapi ada juga yang tidak mau
......
Aku pun semakin bingung
Sebetulnya mereka kenapa
Apa yang membuat mereka jarang shalat?
Apa yang membuat mereka menyekutukan Allah?
Apa yang membuat mereka mengingkari syariat Allah
......
Sejenak ku merenung
Baru sekarang aku dapatkan jawabanya
Ternyata mereka sekarang sedang tersesat
Mereka sedang terjebak pada jalan keburukan
......
Aku kembali merenung
Berarti tugasku saat ini adalah menunjukan jalan kebenaran itu
Menunjukan jalan dengan cara yang elegan
Cara menyampaikan dengan mencontohkan
Cara memberi tidak dengan menyakiti
Cara menasehati tidak dengan menghakimi
......
Aku kembali menguatkan diriku
Dulu juga aku pada posisi tersesat seperti mereka
Akan tatapi aku beruntung ada orang yang menyadarkanku
Saat ini kalau aku membiarkan mereka
Lalu siapa lagi yang mencerahkan mereka?

By. rief_fatih ......mutiara kehidupan, 07 februari 2012
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar  Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580 

2 comments: