eksissoulnation.blogspot.com |
Aku dulu juga bukan orang yang baik. Bukan orang
yang tanpa dosa masa lalu. Bukan orang
suci yang tak pernah menyakiti hati orang-orang disekitarku. Aku juga bukan
orang alim yang senantiasa menjaga shalat lima waktu di masjid. Akan tetapi
seburuk-buruknya aku dahulu, Allah masih memberikan jalan untuk kembali
mendekat dan bermunajat pada-Nya.
Bahkan sekarang aku disebut sebagai seorang ikhwan. Aku dipanggil
“Akh” (saudara laki-laki) oleh setiap rekan-rekanku dioraganisasi. Ternyata
Allah memberikan hidayah itu melalui lembaga dakwah kampus. Sebuah anugrah yang
luar biasa dimana aku mulai paham indahnya Islam. Begitu bahagia dan damai
ketika aku mempunyai saudara yang senantiasa mengingatkanku disaat aku lalai.
Menasehati disaat aku membutuhkan masukan dan memotifasi disaat aku lemah.
Aku dulu juga bukan wanita yang baik. Bukan orang yang
tanpa dosa masa lalu. Bukan pula orang suci yang tak pernah menyakiti
orang-orang disekitarku. Aku juga bukan wanita shalihah yang senantiasa menjaga shalat lima waktu. Bukan
pula wanita yang bisa menutup aurat sepenuhnya. Akan tetapi seburuk-buruknya
aku saat itu, Allah masih peduli dan memberikan jalan untuk kembali mendekat
dan bermunajat kepada-Nya.
Bahkan aku sekarang disebut sebagai seorang akhwat. Aku
dipanggil ‘Ukh” (saudara perempuan) oleh rekan-rekanku diorganisai. Ternyata
Allah mempunyai skenario yang begitu indah, melalui rekan-rekan di lembaga
dakwah kampus aku mulai merasakan cahaya Islam. Sebuah karunia yang luar biasa
ketika bisa merasakan kesempurnaan dan indahnya ajaran Islam. Aku merasa hati
ini tentram ketika senantiasa ada orang-orang disekitarku yang begitu sayang
dan peduli terhadap diriku. Mereka lah yang selama ini menunjukan cahaya
kebenaran disaat dunia terasa gelap gulita, memberi seribu nasehat di kala hati
ini penat dan memberi segunung motifasi dikala diri ini terpuruk.
Itulah
kita dahulu saudaraku. Kita bukan seorang malaikat yang bersih tanpa dosa, kita
bukan selembar kertas putih yang bersih dari coretan-coretan kesalahan masa
lalau. Maka bersyukurlah ketika saat ini kita diberikan kesempatan oleh Allah
untuk memperbaiki semua itu. Kita diberika kesempatan istimewa untuk menjadi Jundullah (pasukan Allah) yang menegakan
kalimat-Nya di muka bumi.
Tapi
ingat saudaraku masa lalu itu bukan untuk dilupakan, akan tetapi masa lalu
untuk kita ambil ibrahnya. Sehingga kita tidak merasa menjadi orang-orang suci
ditengah saudara-saudara kita yang muslim akan tetapi berbeda pemahanam dengan
kita dan memperlakukan mereka sama sebagai orang yang beriman.
Kita
terkadang terlampau sombong mengecap mereka yang berbeda itu lebih buruk dari
kita. Tanpa kemudian kita melakukan muhasabah diri bahwa dulu kita juga pernah
berada dalam kondisi mereka seperti saat ini. Kita seolah memvonis mereka
menjadi bagian sekelompok manusia yang dilaknat Allah SWT.
Padahal
Rasulullah tidak mengajarkan itu saudaraku. Terlebih mereka yang berbeda adalah
sama-sama seorang Muslim. Sama-sama mengakui Allah dan rasulnya akan tetapi
mungkin dengan kadar keimanan yang berbeda. Sehingga sebelum kita kemudian
menvonis mereka, penulis ingin mengajak kepada seluruh pembaca bahwa kita terlebih
dahulu harus memahami peta sosial dan peta keimanan masyarakat kita terlebih
dahulu. Peta sosial dan peta keimanan inilah yang akan menjadi rujukan bagaimana
kita mengajak mereka dengan cara yang elegan dan efektif kedalam Islam.
Allah
SWT telah memberikan gambaran tentang peta sosial masyarakat kita dalam QS.
Al-fatihah ayat 7. Allah SWT berfirman “(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.” Ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa ada tiga golongan
manusia yang diciptakan oleh Allah SWT setelah mereka tumbuh besar dan berakal.
Yaitu orang yang mendapat nikmat, orang yang di laknat Allah dan orang-orang yang sesat.
Orang
yang mendapat nikmat ini digambarkan dalam tafsir ibnu katsir adalah
orang-orang mendapat hidayah dan keistiqomahan dalam menjaga keimanan dan
ketakwaan mereka. Mereka adalah segolongan orang yang di cintai Allah dan
mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT. Yang termasuk golongan ini adalah para
nabi, shidiqun, orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.
Orang-orang
yang dimurkai adalah orang-orang yang mendapat laknat Allah karena mereka telah menyimpang dari kebenaran. Dalam
Al-Qur’an yang dimaksudkan orang-orang yang mendapat laknat Allah adalah
orang-orang Yahudi dan mereka tidak punya amal ibadah (silahkan baca QS Al
maidah : 60).
Kemudian
orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang tidak mempunyai ilmu ilmu
pengetahuan dan tidak mendapat petunjuk. Orang-orang yang masuk dalam golongan
ini adalah orang-orang Nasrani karena mereka tidak mempunyai pengetahuan
tentang kebenaran (silahkan baca QS. Al Maidah ayat 77).
Dari
penjelasan diatas kita dapat mengambil Ibrah bahwa saat ini kebanyakan umat Islam
juga masuk pada golongan orang-orang sesat. Mereka mengaku sebagai orang yang
beriman akan tetapi kebanyakan perilaku mereka tidak mencerminkan sebagai orang
yang beriman. Shalat mereka tinggalkan dengan ringan, melakukan kesyirikan,
riba, judi, lidah mereka suka menyakiti orang lain, kalau diberi tanggungjawab
tidak amanah dan masih banyak lainnya. Sehingga dalam bahasa sosiologi agama,
mereka itulah yang disebut Islam abangan ataupun Islam tradisional. Mereka adalah
orang-orang yang berislam tapi tidak secara kaffah
(menyeluruh) sehingga konsekwensinya mereka mudah di goda oleh
syetan-syetan laknatullah (silahkan baca QS. Albaqarah: 208).
Berkaitan
dengan peta keimanan masyrakat kita, Allah SWT juga menggambarkanya dengan
sangat jelas dalam QS. Fatir ayat 32, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang amat besar.” Ayat
ini memberikan gambaran kepada kita tentang peta kadar keimanan setiap kaum atapun
masyarakat yang diajarkan kebenaran. Tiga golongan itu adalah dholimun linafsih (orang yang menzalimi
diri sendiri), muktasid (pertengahan)
dan sabiqun bil khairat (orang yang
segera melakukan perintah kebaikan).
Dalam tafsir Ibnu
Katsir yang dimaksud orang-orang yang dholimun
linafsih adalah orang-orang yang beriman dan melakukan sebagian kewajiban
akan tetapi bergeliman dengan apa yang Allah haramkan. Orang yang masuk dalam
golongan ini akan mendapat rahmatnya
Allah ketika diakherat nanti.
Kemudian yang
dimaksud orang-orang yang muktasid adalah
orang-orang beriman yang melakukan kewajiban dan meninggalkan yang haram dan
terkadang meninggalkan sesuatu yang dianjurkan dan melaksanakan sesuatu yang
dimakruhkan. Orang yang masuk dalam golongan ini akan masuk kesurganya Allah
dengan hisab ringan.
Orang yang termasuk sabiqun bil khairat adalah mereka yang
melakukan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan serta tidak meninggalkan apa
yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang yang masuk dalam golongan ini akan masuk
surganya Allah tanpa hisab.
Dari peta keimanan
diatas kita dapat mengambil Ibrah bahwa ketika seseorang sudah bersyahadat dan
mengaku sebagai seorang Muslim. Biarpun ia melakukan dosa yang begitu banyak,
maka ia tetap mendapat kesempatan masuk ke surganya Allah, entah melalui rahmat
Allah ataupun dihisab ringan terlebih dahulu.
Dari pemahaman kedua
ayat diatas melalui tafsir ibnu Katsir, kita dapat mengambil Ibrah bahwa peta
Sosial dan Peta keimanan masyarakat ini akan sangat membantu kita menggunakan
metode dakwah yang sesuai kepada obyek dakwah kita. Sehingga sangat relevan apa
yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa kita diajarkan untuk berdakwah sesuai
bahasa kaumnya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman “Dan tidaklah Kami mengutus seorang
Rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia menjelaskan (wahyu) bagi
mereka. Sehingga Allah berhak menyesatkan orang yang dikehendaki-Nya serta
memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.”
(QS. Ibrahim: 4)
Disimpul inilah
kemudian kita bisa menemukan sebuah solusi dari permasalahan kita yang sulit
melakukan dakwah dengan mereka yang dikatakan berbeda. Terkadang kebanyakan
kita baru sampai pada tahapan konsepsi, kita memang sadar harus mendakwahi
mereka semua. Mereka yang study oriented, mereka yang suka main band, mereka
yang suka naik gunung, mereka yang suka balapan sampai pada mereka yang suka
minum dan drugs. Konsep itu terlampau bagus tapi sampai sekarang masih lemah
secara realisasi.
Dalam tulisan sederhana
ini penulis ingin menarik sebuah konsepsi ideal dakwah yang integral disemua
dimensi kehidupan dengan penyesuaian medan dakwah melalui peta sosial dan peta keimanan
masyarakat. Dari situlah kita akan menemukan sebuah metode dakwah yang elegan
dan efektif.
Penulis melihat salah
satu kesulitan kita memberikan warna
kepada mereka yang berbeda adalah kita sudah terlanjur membuat jarak
dengan mereka. Sehingga merekapun bersikap prefentif terhadap syiar yang kita
lakukan. Kalau kita telusuri lebih jauh, ada sebuah kesalahan vatal yang kita
lakukan diawal, yaitu kita ingin menyeragamkan kultur islami di semua bidang
garap dalam waktu yang instan. Tidak ada pengecualian terhadap kondisi medan
dakwah tertentu yang membutuhkan tenaga yang lebih ekstra. Sehingga dampaknya
bukan kita diterima, akan tetapi justru mereka merasa terusik dengan keberadaan
kita.
Ada sebuah cerita
hikmah yang mungkin kita bisa mengambil ibrah.
Kisah dua orang sahabat yang mempunyai
kepribadian berbeda. Yang satu adalah seorang laki-laki yang suka minum-minum
dan berfoya-foya dan yang satu adalah seorang yang alim dan tawadhu. Uniknya
seorang yang alim itu senantiasa menemani sahabatnya mabuk-mabukan di diskotik.
Namun ketika melihat sahabatnya mabuk-mabuk dan berfoya-foya dengan wanita,
orang yang alim tadi tak pernah menasehati dan berceramah didepannya.
Sahabatnya yang alim hanya menemani, duduk dan diam. Tak ada yang dilakukan
oleh dia, seolah ia terdiam medoakan agar sabatnya mendapat hidayah.
Suatu ketika moment
instimewa itu terjadi. Sahabat yang suka bermabuk-mabukan tadi bertanya pada
sahabatnya yang alim. Wahai sahabatku, kau senantiasa menemaniku ketika kau
mabuk dan bermain perempuan, tapi kenapa kau tak pernah berkomentar atau
menceramahi aku? Sahabat yang alim tadi hanya berucap, buat apa aku ceramah dan
menasehati kamu, kamu sendiri sudah tahu perbuatan yang kamu lakukan dibenci
Allah dan akan mendatangkan murka Allah. Medengar jawaban sahabatnya seolah
langit runtuh, hatinya tecabik-cabik dan remuk seolah ditimpa batu dari
dosa-dosanya yang begitu besar. Kata-kata sederhana sahabatnya yang alim tadi
menjadi jalan ia mendapatkan hidayah. Subhanallah maha suci Allah yang berhak
memberika hidayah.
Tak perlu seorang
yang alim banyak kita berceramah dan menasehati sahabatnya yang sedang
dibutakan dunia. Tak perlu ia menyampakan dalil-dali dalam Al-Qur’an dan hadits
untuk mengingatkannya. Ternyata justru sikap loyalitas dan kesabaran sahabatnya
yang alim itulah yang menjadi jalan seorang yang dibutakan kenikmatan dunia
mendapat hidayah Allah SWT.
Kisah diatas
memberikan pemahaman kepada kita bahwa ketika kita ingin terjun ke medan dakwah
dengan mereka yang berbeda, maka kesabaran kita itulah yang mungkin akan
menjadi mahar bagi mereka mendapatkan hidayah Allah SWT. Kesabaran dan sikap
loyalitas kitalah yang akan menyentuh hati mereka dari setiap nasehat yang kita
sampaikan.
Tanpa adanya
loyalitas terhadap mad’u (obyek)
dakwah kita, maka akan sangat sulit keberhasilan dakwah kita. Loyalitas itulah
yang membentuk keterikatan kita dengan orang yang kita dakwahi. Rekan-rekan
mungkin masih ingat kisah lelaki tua buta yang ada di pojok pasar Madinah yang
setiap saat mengatakan Muhammad itu pendusta dan gila. Padahal orang yang
dikatakan pendusta dan gila adalah orang yang senantiasa menyuapi ia makan
yaitu Rasulullah SAW sendiri. Sikap loyalitas yang dilakukan baginda nabi pada
akhirnya mengantarkannya mendapatkan jalan hidayah.
Secara praktis
sebetulnya ini bukan hal yang rumit. Cuma terkadang kita yang sering tidak
sabar dalam menghadapi tantangan kondisi yang ada. Sikap kita sendirilah yang
terkadang membuat mereka menjauhi kita. Sehingga cukup dengan Qudwah
(keteladanan), loyalitas (al wala) dan kesabaran (shobr), inysa Allah hidaya
Allah akan melekat dihati obyek dakwah kita.
Qudwah akan
menjadikan kita lama-kelamaan sebagai protipe obyek dakwah kita dalam bersikap.
Kita harus menjadi pribadi yang mempunyai prinsip namun elegan dalam
menyampaikan sehingga obyek kita menghormati kita. Al wala akan mengikat kededekatan
hati antara kita dengan obyek dakwah. Al-wala ini bisa dibangun dengan
pendekatan emosional dan spiritual. Perlakukan dia dengan lemah lembut dan
senantiasa sebut nama dia dalam setiap doa kita. Kesabaran kita sendiri akan
menjadi bukti kesungguhan kita di hadapan Allah yang ingin menyadarkan obyek
dakwah kita. Bisa saja kesabaran inilah yang menjadi kunci pokok keberhasilan
dakwah kita.
.....
Rasanya baru kemarin aku merasa BEDA
dengan mereka
Perbedaan yang kadang juga sulit aku
terjemahkan
Aku melakukan shalat, mereka juga
shalat
Aku mengucapkan salam mereka pun
membalasnya
Aku memakai kerudung mereka pun
memakai kerudung
Aku puasa dan zakat merekapun puasa
dan zakat
.....
Seolah perbedaan itu tak pernah ada
Namun
setelah aku telusuri
Ternyata shalat mereka masih jarang
Allah pun sering mereka duakan
Jilbab mereka pun telampau kecil
terlihat hanya fariasi
.......
Setelah ku dekati mereka
Aku baru tahu
Ternyata mereka belum paham
Tapi ada juga yang lalai
Tapi ada juga yang tidak mau
......
Aku pun semakin bingung
Sebetulnya mereka kenapa
Apa yang membuat mereka jarang
shalat?
Apa yang membuat mereka menyekutukan
Allah?
Apa yang membuat mereka mengingkari
syariat Allah
......
Sejenak ku merenung
Baru sekarang aku dapatkan jawabanya
Ternyata mereka sekarang sedang
tersesat
Mereka sedang terjebak pada jalan
keburukan
......
Aku kembali merenung
Berarti tugasku saat ini adalah
menunjukan jalan kebenaran itu
Menunjukan jalan dengan cara yang
elegan
Cara menyampaikan dengan mencontohkan
Cara memberi tidak dengan menyakiti
Cara menasehati tidak dengan
menghakimi
......
Aku kembali menguatkan diriku
Dulu juga aku pada posisi tersesat
seperti mereka
Akan tatapi aku beruntung ada orang
yang menyadarkanku
Saat ini kalau aku membiarkan mereka
Lalu siapa lagi yang mencerahkan
mereka?
By. rief_fatih ......mutiara
kehidupan, 07 februari 2012
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580
Subhanallah :)
ReplyDeletewalhamdulillah
Delete