Labels

Monday, 5 March 2012

Dan Ketika Lisan Tak Mampu Bicara


citratus.blogspot.com
            Entah kenapa banyak manusia yang lebih banyak berkata dari pada bekerja. Pun halnya banyak orang yang lebih suka mengritik dari pada intropeksi dirinya terlebih dahulu. Atau juga orang mungkin lebih suka berbicara dari pada merangkainya menjadi tulisan. Mungkin karena bahasa lisan adalah bahasa yang paling mudah dicerna oleh otak manusia.

            Sejarah memang membuktikan tokoh-tokoh besar yang mampu memberikan pengaruh tak bisa dilepaskan dari kemampuan retorikanya di depan pablik. Seolah ketika mereka sedang berorasi semua mata dan telinga terhipnotis akan keanggunan dan ketegasan tutur katanya. Sebutlah baginda Nabi SAW yang mampu memukau dan menggelorakan semangat para sahabat untuk senantiasa teguh memegang Islam walau dalam keadaan terjepit dan tertindas.

Sebutlah soekarno presiden pertama republik ini yang mampu memukau dunia internasional melalui retorika dan sikap berani berbeda. Tak khayal ketika pembukaan konfrensi asia afrika pasca beliau berorasi, tepuk tangan para hadiri bergemuruh sampai lima menit.

Itulah kehebatan bahasa lisan. Bahasa yang dapat memukau setiap mata dan telinga yang mendengar. Bahasa yang mudah dimengerti ketika kita mampu mengambil pesan yang ada di dalamnya. Namun ketika kita ditanyakan sampai kapan lisan ini bisa berbicara?

Disaat gigi yang rapi itu sudah mulai tanggal satu demi satu. Entah dari geraham, depan maupun bawah. Perlahan lekuk wajah pun mulai tertarik membekas lekukan dan kerut baru di pipi. Saat itu bisakah kita mengucapkan semua kata dengan jelas seperti sebelumnya? Bisakah kita menyampaikan semua ilmu dan gagasan kepada orang lain? Atau nyaman tidak ketika orang lain mendengar setiap kata yang tidak bisa kita ucapkan dengan sepurna?

Inilah sunatullah kehidupan saudaraku. Pada masanya nanti sosok yang gagah dan hebat dalam beretorika itu akan kembali seperti kanak-kanak. Masa terakhir dimana kita akan dipanggil kembali menemui Rabb pencipta.

Dimasa inilah kita dituntut untuk tidak menjadi orang yang banyak berkata akan tetapi banyak berbuat. Menyiapkan semuanya untuk kehidupan akherat yang kekal abadi. Bisa jadi dimasa muda kita terlampau asyik menikmati perhiasan dunia. Dimasa inilah kesempatan terakahir kita memperbaiki semuanya.

Mendekat dan senantiasa bermunajat kepada Allah, Rabb yang telah memberi kita kehidupan. Melupakan semua perhiasa dunia yang tidak membawa kebaikan dalam diri kita. Belajar menyadari dosa-dosa masa lalu dan mencoba menghapusnya dengan kebaikan-kebaikan. Meski tak bisa semuanya, tapi paling tidak ikhtiar kita yang akan menjadi saksi pembelaan kelak ketika lisan tak mampu bicara.

Ketika jatah usia di dunia ini usai. Maka usai sudah kesempatan kita mencari bekal untuk kehidupan akherat. Terkecuali ada karya besar atapun sedikit kebaikan yang kita tinggalkan untuk orang lain yang semoga tetap mengalir pahalanya. Akan tetapi jika semua karya besar atau kebaikan kecil itu tidak ada, apa yang bisa kita lakukan.
.....
Ketika tanganmu ditanya oleh Rabbmu.
Tuhan  : Wahai tangan siapa yang dahulu menyuruhmu mengambil uang rakyat
Lisan   : Saat itu mau membela, pimpinan saya yang menyuruhnya. Akan tetapi sayang lisan
  saat itu tak mampu berucap
Tangan            : Dia yang ada dihadapan-Mu ya Rabb yang menyuruh aku untuk mengambil uang itu
Tuhan  : Memang untuk apa uang itu wahai tangan?
Otak    : Hawa nafsunya mengatakan kepadaku untuk bermegah-megahan perhiasan dunia
            .....
            Ketika kaki itu ditanya oleh Rabbmu.
Tuhan  : Wahai kaki, kemana engkau membawa badanmu pergi ketika adzan memanggilmu?
Lisan   : Seolah mau membela, saat itu ada urusan penting yang harus aku selesaikan. Akan
  tetapi sayang saat itu lisan tak mampu berucap.
Kaki    : Aku disuruh untuk datang menemui temannya ya Rabb
Tuhan  : Memang tidak bisa setelah engkau menjalankan shalat?
Hati     : Hawa nafsunya yang telah membuat tuli dan lali akan penggilan-Mu ya Rabb
            .....
Ketika mata itu ditanya oleh Rabbmu
Tuhan  : Wahai mata, berapa kali kau digunakan untuk membaca ayat-ayatKu
Lisan   : Seolah mau membela, setiap hari aku menggunakanya untuk membaca Al-Qur’an
  dan memahami kehidupan ini. Akan tetapi sayang saat itu lisan tak mampu berucap.
Mata    : Aku tidak pernah digunakan untuk membaca Al-Qur’an, aku lebih sering digunakan
  untuk membaca koran dan keindahan tubuh wanita.
Tuhan  : Memang engkau tidak takut akan azabku untuk orang yang bermaksiat?
Hati     : Hawa nafsunya yang tak mampu dibendung dengan keimanannya ya Rabb
            .....
Ketika telinga itu di tanya oleh Rabbmu
Tuhan  : Wahai telinga, dengarkah engkau ketika anak-anak yatim dan tetanggamu menagis
  kelaparan?
Lisan   : Seolah mau membela, aku mendengar, tapi saat itu uangku untuk simpanan sekolah
  anaku sendiri. Akan tetapi saat itu lisan tak mampu berucap.
Telinga: Aku mendengarnya, tapi aku disuruh mengabaikan ya Rabb
Tuhan  : Memang tidak bisa engkau menyisihkan barang sedikit uangmu untuk mereka?
Hati     : Dia takut miskin dan hari esok tidak bisa makan serta tak percaya akan kebesaranmu
  yang menjamin setiap rizki bagi makhluk yang bernyawa ya Rabb

.....
Begitulah lisan
Yang bisa berkata dusta di dunia ini
Namun tak mampu berbuat banyak ketika Allah menghakimi setiap anggota tubuh kita
Karena Allah mengetahui banyak dusta di lisan kita
....
Begitulah tabiat lisan
Seolah kita ingin selalu dianggap benar
Menyampaikan seribu alasan untuk membela kita
Padahal kita tak ada bedanya dengan pembual
....
Begitulah sebatas kemampuan lisan
Di dunia ini kita bisa bersua apa saja
Tak peduli apa itu benar atau tidak
Apa ada yang tersakiti atau tidak
Tapi di hadapan peradilan Rabbnya terkuci tak berdaya
....
Inilah keagungan Rabb manusia
Sudah tahu akan kedustaan lisan
Maka Allah menguncinya
Agar tak membual seperti saat di dunia
....
Inilah keadilan Rabb Manusia
Sudah tahu lisan itu selalu ingin terlihat baik
Maka Allah menyuruh tangan, kaki, mata, telinga, hati dan yang lain untuk berbicara
Sekali lagi bukan lisan yang sering membual yang disuruh menjawab
....
Wahai engkau para lisan yang sering membual
Sebelum semua terlambat
Sebelum engkau terkuci
Sebelum engkau di hizab dan tak ada yang membelanya
Sebelum engkau mendapar azab Rabbmu
....
Banyaklah muhasabah diri dari pada mengkritik orang lain
Banyaklah menasehati diri sebelum menasehati orang lain
Banyaklah berbuat dari pada engkau berbicara
Karena satu teladan lebih baik dari seribu nasehat

By. Rief_fatih, Mutiara Kehidupan, 05 Maret 2012

No comments:

Post a Comment