bintangkejora87.blogspot.co |
.....
Aku malu jika harus mengingatnya. Aku
begitu malu jika harus kukatakan yang sebenarnya. Tak khayal jantungku berdegup
kencang ketika melihat perawakannya yang anggun. Mempesona bak bunga mekar
ditaman-taman kehidupan. Menggoda setiap mata dan hati yang bersih karena
pantulan suci cahaya Rabbya.
Dia juga mungkin malu mengingatmu.
Begitu malu ketika engkau tahu apa yang sebenarnya. Tak khayal pandanganya
tertunduk tersipu malu sebagai tanda ia menjaga kesucianya. Menjaga setiap yang
terlihat dan terucap dari lisannya. Menjaga agar semua murni tak ternoda.
Menjaga agar Rabb pemilik cinta menempatkan cinta sesuai fitrahnya.
.....
Perjumpaan pertama ini menjadi saksi
bahwa aku begitu kagum dengannya. Kagum akan semua yang ada dalam dirinya.
Getaran yang sulit kuterjemahkan berdegup dengan kecang tak tahu apa sebabnya.
Namun dibalik itu tersimpan ragu yang mendalam dalam diriku. Apakah dia
merasakan hal yang sama. Ragu itu membuatku bimbang tak menentu.
......
Lama ku merasakan getaran dan
keraguan itu. Menahannya agar bayangan itu tak membuatku terlena. Terasa seolah
menahan sebuah beban yang tak tahu bagaimana caraku membawanya. Namun aku
memaknainya sebagai sebuah anugrah yang harus ku jaga kesuciannya. Aku hanya
bisa mengadu, mencurahkan semuanya kepada Rabb yang selama ini paling peduli
dan mencintaiku. Allah SWT lah yang
selama ini menjadi sandaran terakhir aku berkeluh.
.......
Saat itu pun tiba, saat dimana aku
berani menyampaikan getaran hatiku kepada orang yang ku anggap sebagai orang
tua atapun sosok yang senantiasa mengispirasi. Sosok yang selama ini membina
dan mendampingiku dalam banyak hal. Aku pun tak ragu ketika harus mengatakan
aku sudah siap menikah kepadanya. Kusampaikan tentang getaran itu dan kumencoba
mendapatkan nasehatnya.
Tak lama ku menyampaikan, namun
nampak tak gembira raut mukannya. Aku pun tak tahu apa sebabnya, apa karena
getaran yang tak seharusnya ada dalam diriku atau karena aku salah
menempatkannya. Aku semakin bertanya-tanya apakah getaran itu tidak sepantasnya
ada dalam diriku atau karena tidak tepat waktunya. Bahkan dengan tegas dan
seolah beliau acuh tak mau tahu dengan getaran yang ada di hatiku.
Hati : apakah salah dengan getaran
ini?
......
Hati : apa yang harus aku lakukan?
.....
Hati : Haruskah kugenggap erat dan
kuredam getaran ini?
......
Hati : Atau ku tanam dan ku tabur
dengan aroma keimanan?
.....
Aku bingung tak tahu apa yang bisa
ku lakukan. Sementara kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi. Akupun tak
pernah tahu apakah dia merasakan getaran yang sama atau tidak. Atau mungkin aku
hanya ibarat punduk yang merindukan bulan, ataupun budak bermimpi menikahi
tuannya.
Aku juga tak mampu jika harus seperti sahabat baginda Nabi SAW Barirah dan Mughits yang melakukan sebuah pernikahan tanpa cinta. Mughits sangat mencintai Barirah sementara Barirah sangat membenci Mughits. Cinta dan kebencian keduanya tidak dapat disatukan dan pada akhirnya berbuah perceraian.
Namun aku menyadari, aku tidak selembut baginda nabi, sehingga aku tak mungkin mendapatka sosok seperti Khadijah dan Aisyah. Aku juga tak secerdas Ali bin Abi Thalib sehingga tak mungkin aku mendapatkan wanita sekelas Fatimah. Aku menyadarai itu, sehingga aku berharap menemukan sesuai kata hati yang semoga menjadi tolak ukur yang terjaga
Keimanan ini yang akhirnya menguatkanku. Dari pada aku menyesal pada akhirnya. Kusampaikan dan kuyakinkan diriku dihadapannya. Tak berharap lebih dia menerimanya atau juga tak merasa pesimis ia menolaknya. Aku gantungkan semua kepad Rabb yang memiliki cinta. Rabb yang mengikat dan menyatukan hati setiap manusia
Aku juga tak mampu jika harus seperti sahabat baginda Nabi SAW Barirah dan Mughits yang melakukan sebuah pernikahan tanpa cinta. Mughits sangat mencintai Barirah sementara Barirah sangat membenci Mughits. Cinta dan kebencian keduanya tidak dapat disatukan dan pada akhirnya berbuah perceraian.
Namun aku menyadari, aku tidak selembut baginda nabi, sehingga aku tak mungkin mendapatka sosok seperti Khadijah dan Aisyah. Aku juga tak secerdas Ali bin Abi Thalib sehingga tak mungkin aku mendapatkan wanita sekelas Fatimah. Aku menyadarai itu, sehingga aku berharap menemukan sesuai kata hati yang semoga menjadi tolak ukur yang terjaga
Keimanan ini yang akhirnya menguatkanku. Dari pada aku menyesal pada akhirnya. Kusampaikan dan kuyakinkan diriku dihadapannya. Tak berharap lebih dia menerimanya atau juga tak merasa pesimis ia menolaknya. Aku gantungkan semua kepad Rabb yang memiliki cinta. Rabb yang mengikat dan menyatukan hati setiap manusia
......
Aku
tetap ingin Menikah di jalan dakwah
Bukan
hanya jalan pujangga cinta
Atau
sebatas penikmat cinta
......
Cintaku
hadir dalam hati
Murni
tak ternoda
Tulus
tak terpaksa
Karena
itu aku memaknainya dengan keimanan
......
Aku
ingin merajut cinta dalam spirit perjuangan dakwah
Membentuk
keluarga Qur’ani
Dan
spirit berbagi terhadap sesama
Serta
menjadikan dakwah sebagai pekerjaan utama
Rief_fatih,
Mutiara Kehidupan, 08 Maret 2012
No comments:
Post a Comment