ruanghati.com |
Sang
Surya kala itu mulai tenggelam, langit pun tampak semakin kemerahan dan tidak
terlalu lama petang pun menghampiri. Gema Ilahi terdengar syahdu di setiap
menara masjid, sementara hilir mudik para petani mulai memasuki rumahnya.
Seolah tidak mau ketinggalan serangga-serangga kecil turut bersuara menambah
hangatnya suasana petang itu.
Langit malam semakin menunjukan
tabiatnya seolah memberikan tanda bahwa hari ini sudah usai waktu untuk
bekerja. Medekatlah dan memujilah kepada sang Khalik atas apa yang telah kau dapatkan hari ini.
Sementara itu rembulan malam mulai muncul menunjukan keagungan Ilahi,
bintang-bintang yang bertabur disetiap sisi semakin menambah bahagia setiap
jiwa.
Sementara itu terdengar suara gemecik
air dari sebuah rumah yang nampak sederhana. Hanya ada sedikit cahaya yang
menunjukan bahwa itu adalah rumah yang berpenghuni. Memang hanya ada seorang
ibu dan anaknya yang tinggal dirumah tersebut. Suasanaya nampak lengang, tidak
ada suara televisi ataupun radio. Selang tidak begitu lama, suara gemercik air
itu perlahan mulai sirna. Terdengarlah suara takbir dan rangkaian lantunan dzikir
ilahi. Ternyata sang ibu tadi sedang shalat. Menunjukan sebagai hamba yang
bersyukur dan memuji kepada Tuhanya dengan ketulusan.
Suasana langit malam saat itu semakin
merekah dan menenangkan setiap jiwa yang ada disana. Seolah sebagai tanda
penyambutan seorang hamba yang memuji tuhannya. Terlihat tenang nan khusuk sang
ibu menjalakan ibadahnya, jasad yang renta tak menghalanginya untuk menunjukan
baktinya kepada sang pemilik hidup. Disampingnya terbujur lemas seorang anak
laki-laki semata wayangya yang seolah ingin mengikuti setiap gerakan yang
dilakukan sang ibu.
Namun ternyata tubuh sang anak tak mampu,
hanya terlihat jelas isyarat matanya yang dengan seksama memperhatikan setiap
gerakan sang ibu. Lisannya terlihat mengikuti lantunan kalam ilahi yang
dibacakan ibunya. Sejak kecil anak itu memang menderita lumpuh akibat
kecelakaan. Kedua kakinya terpaksa harus diamputasi karena luka yang cukup
parah. Sekitar 10 tahun silam dikala sang anak mau berangkat sekolah peristiwa
kecelakaan itu terjadi. Semua terhentak, tiada yang mengira dan menduga
peristiwa itu berlangsung begitu cepat. Deru laju sebuah truk yang sangat
kecang dengan kuat menabrak tubuh kecil nan mungil sang anak hingga terpental
berpuluh meter.
Hari itu adalah hari yang memilukan bagi
sang anak, hari dimana masa depan anak itu mulai pupus. Mimpi yang dulu
melambung tinggi, mulai hari itu tiada berarti dan seolah menjadi angin lalu.
Terlebih setelah dia sadar dan mengetahui kedua kakinya sudah tidak ada. Kaki
yang selama ini menopangnya untuk menjelajah dunia dan mengejar pelangi
kehidupan. Sang anak bingung dan berontak, bertanya kepada semua orang disekitarnya,
Ibu, dimaka kakiku? Ibu dimana....dimana..kakiku ibu? Derai air mata tak dapat
dibendung dari pelupuk matanya, demikian halnya dengan semua orang yang hadir
kala itu. Semua orang tidak bisa berkata, hanya bahasa tangis yang mewakili
jawaban mereka.
Hati sang ibu remuk tak berdaya, tak
mampu berucap, hanya pelukan erat yang bisa mewakili rasa cintanya. Kini tubuh
nan mungil anak semata wayangnya tegeletak tak berdaya. Tubuh yang terbiasa
bermain bersama rekan-rekan seusianya itu kini tak mampu betumpu sendiri. Seperti
itulah malam-malam yang dilalui sang anak dan ibunya. Tubuh sang anak yang
semakin besar dan berat untuk dirawat, sementara tubuh sang ibu yang semakin
tua dan renta.
Disisa usianya sang ibu tidak pernah
menunjukan kelemahanya di depan sang anak. Sikap tegar dan optimis yang selalu
ia tanamkan kepada sang anak. Tegar untuk menhadapi kondisi yang ada dan
optimis untuk menatap masa depan. Sang Ibu sadar, bahwa tidak akan lama lagi ia
bisa bertahan hidup dan merawat anaknya. Satu-satunya bekal yang bisa ia
tinggalkan adalah sikap optimis untuk bertahan hidup.
Sang ibu memang bukan orang yang
terdidik, akan tetapi beliau orang yang cerdas memahami kehidupan. Dengan
keterbatasa sang anak yang tidak bisa banyak bergerak. Sang ibu membelajarkan
buah hatinya di tempat kursus elektronik. Ditempat itulah sang anak ditempa
ketrampilanya untuk belajar memperbaiki segala jenis barang elektronik. Inilah
upaya terakhir yang dilakukan oleh ibu sang pahlawan yang kemudian menjadi
bekal sang anak kelak.
Usianya yang semakin senja dan tubuhnya
yang semakin rapuh tak mampu lagi bertahan. Malam itu selepas sang ibu
mengucapkan salam di akhir shalatnya tubuh renta itu tak bergerak kembali. Ibu
yang selama ini merawat sang anak kini telah tiada. Seolah tak percaya dan tak
rela sang anak mulai menagis tersedu. Namun itu tidak belangsung lama, karena
jiwa optimisme yang sudah dibangun oleh sang ibu sudah melekat dalam qalbunya.
Sang anak yakin bahwa inilah jalan
terbaik untuk dia dan ibunya. Jasadnya yang sudah rapuh tak akan tega ia
melihat sang ibu bersusah payah merawatnya. Kini saatnya melanjutkan hidup,
karena ibu sang pahlawan tetap ada dalam hatiku, menjadi pengobar semangat dan
ispirasi disaat aku ragu untuk melangkah. Untuk mu ibu pahlawanku, ku yakin
Allah sudah menempatkamu di tempat yang terbaik, ku yakin engkau bahagia
disana, ku yakin sekarang kau sedang tersenyum melihat anakmu, seperti senyum
manis yang kau tinggalkan disaat ajal menjemputmu.
Penulis: Rief_fatih
No comments:
Post a Comment