Labels

Saturday, 18 February 2012

Malu bagi Seorang Muslim

mutiarakehidupanku.blogspot.com
Malu dan Iman ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Karena malu itu sendiri bagian dari Iman dan iman itu sendiri dicerminkan salah satunya dengan rasa malu. Baginda  Nabi SAW bersabda, “Iman itu terdiri dari 70 sekian atau 60 sekian cabang. Cabang iman yang paling utama adalah ucapan la ilaha illalloh. Sedangkan cabang iman yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari tempat berlalu lalang. Rasa malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Malu dan iman tidak bisa kita pisahkan satu sama lain, karena merupakan sebuah kesatuan. Dimana ada malu dihati seseorang berarti ada iman di hatinya. Demikian sebaliknya ketika ada iman dihatinya pasti ada malu dihatinya pula. Baik malu kepada Allah SWT maupun malu kepada sesama manusia. Sebagaimana sabda baginda nabi SAW “Malu dan iman saling berpasangan. Bila salah satunya hilang, maka yang lain turut hilang.” (HR. Bukhari dan Al-Hakim)

Bahkan rasa malu menjadi salah satu indikasi akan dihancurkannya sebuah bangsa. Rasa malu menjadi tolak ukur sejauh mana sebuah bangsa beriman kepada Allah dan Rasulnya atau tidak. Kita bisa melihat sejarah peradaban sebuah kaum yang dilaknat oleh Allah karena yang dengan terang-terangan melakukan kemaksiatan. Sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah SWT, “Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka,(yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawaketerangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”(QS. At-Taubah: 70)

Sahabat Nabi Salman Al-Farisi pernah berkata,“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”  (Baca pula QS. Qaf: 36)

Pada hakekatnya kadar keimanan seseorang dapat diukur dengan melihat seberapa kuat keteguhannya dalam memegang etika malu. Semakin kuat rasa malu seseorang untuk tidak melakukan perbuatan yang kurang baik, apalagi perbuatan haram, maka semakin kuat pula keimanannya. Sebaliknya jika seseorang sudah tidak malu lagi melakukan kemaksiatan, maka dapat dipastikan, keimanannya pun sangat lemah. Sebagaimana sabda baginda Nabi SAW “Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim ). Kemudian diriwayatnya yang lain baginda nabi SAW bersabda “Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)

Mengukur iman dengan rasa malu ini adalah suatu keniscayaan. Karena keimanan adalah perbuatan hati yang tidak dapat diketahui oleh orang lain, kecuali jika sudah divisualisasikan dengan perbuatan. Dari perbuatan itu kita dapat mengetahui kadar keimanan. Sedangkan perbuatan itu sangat ditentukan oleh rasa malu. Seseorang tidak akan mau melakukan sesuatu jika masih malu, tapi jika rasa malunya sudah tidak ada maka ia berani melakukan perbuatan itu. Jadi malu adalah refleksi dari iman. Sebagaiman sabda baginda Nabi SAW “Malu itu sebagian daripada Iman, dan Iman menyebabkan seseorang masuk syurga” (HR. Tirmizi)

Dalam kontek kekinian, rasa malu tetap menjadi relevan untuk kita bicarakan. Khususnya untuk wahai kalian para laki-laki yang mengaku Muslim. Saat ini kita sering menjumpai orang yang beriman hanya sebatas di hati dan lisan mereka semata. Mereka percaya Islam adalah jalan hidup dan keselamatan dan lisan mereka pun mengatakan, akan tetapi sikap dan perbuatan mereka jauh dari cerminan seorang Muslim.

Mereka melakukan shalat tapi maksiat jalan terus. Mereka berpuasa tapi tak bisa melawan syahwat dunia. Mereka bersedekah tapi masih suka mengambil hak orang lain. Mereka berhaji tapi kelakuanya belum mencerminkan seorang haji.

Di masjid mereka terlihat khusuk shalat, tapi di pasar seperti lintah darat. Di keluarga mereka nampak baik tapi di luar sana seperti penjahat. Di depan pimpinannya mereka nampak begitu taat tapi sebetulnya mereka penjilat. Bahkan didepan lingkunganya mereka nampak alim dan shaleh tapi diluar sana nampak keburukan akhlaknya.

Kebanyakan manusia tak mampu menjaga keimananan melalui rasa malu kepada Allah SWT. Sungguh hal itu masih sering dilakukan oleh kebanyakan manusia yang lalai dibuai perhiasan dunia. Memudarnya rasa malu adalah penyebab tumbuh subur bibit-bibit kemaksiatan dalam diri manusia. Rasa malu sudah tidak bisa lagi menjadi perisai seseorang melakukan kemaksiatan. Kalau sudah seperti itu, maka sudah dapat dipastikan keimanan mereka bermasalah dan kalau kita tidak mau berbenah, maka tunggulah sampai Allah akan mendatangkan keputusan-Nya.

Dalam realitas yang lebih sempit kita bisa melihat peran yang seharusnya di lakukan oleh seorang laki-laki. Pembahasan ini cukup relevan ketika kita mengaitkan antara rasa malu dan peran yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki. Sebelum kita membahas lebih jauh saya rasa sahabat-sahabat sepakat bahwa kita sebagai laki-laki adalah Imam (pemimpin) baik dilingkungan keluarga ataupun masyarakat.

Dewasa ini dengan semakin berkembangnya paham Feminisme mulai terlihat pergeseran peran seorang laki-laki diambil alih oleh seorang perempuan. Sekarang banyak kita jumpai pimpinan perusahaan seorang perempuan, kepala sekolah perempuan, mentri perempuan bahkan presiden pun perempuan. Sadar atau tidak sadar kenyataan itulah sekarang yang sedang terjadi.

Emansipasi wanita menjadi payung hukum bagi para wanita untuk mengambil peran yang lebih besar dalam kehidupan. Sementara laki-laki semakin lama perannya semakin tereduksi. Bahkan banyak juga yang istrinya bekerja sementara yang suami mengurus anak dirumah. Kalau sudah seperti ini siapa yang salah? Mana jiwa seorang lelaki yang disebut sebagai pemimpin?

Tak ada yang salah sahabat-sahabat semua. Bagi para wanita tak ada salahnya mereka mengambil peran lebih asalkan tugas utamanya sebagai istri atau ibu bagi anak-anaknya dapat ditunaikan dengan baik. Akan tetapi bagi laki-laki apakah tidak malu jika istrinya harus lelah-lelah bekerja, sementara kita sebagai laki-laki berpangku tangan dan hanya mengurus pekerjaan rumah?

Atau dalam tingkatan yang lebih tinggi. Apakah tidak malu kalau kita sudah bekerja akan tetapi istri kita juga masih bekerja. Di mana tanggung jawab kita sebagai laki-laki yang berkewajiban memenuhi kebutuhan anak dan Istri. Dimana hak anak-anak kita tempatkan ketika mereka membutuhkan seorang ibu yang senantiasa memperhatikan dan membimbing mereka. Hanya nurani kita masing-masing yang bisa menjawab sahabat-sahabat semua.

Sehingga sudah cukup jelas peran besar apa yang akan dilakukan sebagai seorang laki-laki pada saatnya nanti. Saat kita harus hidup berumah tangga, saat kita harus hidup bermasyarakat dan saat dimana kita harus memenuhi setiap hak mereka. Semuanya itu membutuhkan persiapan mulai saat ini. Saat dimana semuanya belum terlambat untuk menatap rencana hidup kita kedepan.
.....
Malu begitu malu ketika Allah melihatku
Melihat aku yang tak syukur nikmat
Melihat aku yang senantiasa lalai
Lalai bergelimang kemaksiatan
Lalai berbangga diri
.....
Padahal semuanya itu kepunyaan Allah
Aku hanya makhluk yang nista dan hina
Namun kenapa aku tak pernah sadar untuk malu kepada-Nya
Malu yang bisa menjadi perisai keimananku
.....
Aku begitu malu
Malu dengan calon bidadari pendampingku
Malu tak mampu menjadi Imam
Malu tak mampu memenuhi kebutuhannya
.....
Bagai ditampar oleh ganasnya kehidupan
Ketika aku mendapati istriku berlelah-lehah bekerja
Bagai hati tersayat sebilah pedang
Ketika aku mendapati anak-anaku tak mendapatkan perhatian sepenuhnya
.....
Aku malu dan begitu takut
Ketika kau mendapati anak-anaku tumbuh menjadi anak-anak yang nakal
Anak-anak yang kurang perhatian dari tangan mulia seorang ibu
Sosok ibu yang rela mengorbankan jiwa dan raga untuk kebaikan buah hatinya
.....
Rasa malu dan takut itulah yang membuatku tersadar
Sadar untuk memperbaiki diri
Sadar untuk mencari lahan-lahan rizky yang Allah tebar
Sadar untuk menjadi laki-laki yang tangguh dan memuliakan seorang wanita

By. Rief_fatih, Mutiara Kehidupan, 19 Februari 2012
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar  Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547


bb 75966580 

3 comments:

  1. Dalam kontek kekinian, rasa malu tetap menjadi relevan untuk kita bicarakan. Khususnya untuk wahai kalian para laki-laki yang mengaku Muslim. Saat ini kita sering menjumpai orang yang beriman hanya sebatas di hati dan lisan mereka semata. Mereka percaya Islam adalah jalan hidup dan keselamatan dan lisan mereka pun mengatakan, akan tetapi sikap dan perbuatan mereka jauh dari cerminan seorang Muslim.

    ReplyDelete