Labels

Monday, 22 October 2012

Westerling, Kudeta Yang gagal

catatankecil-indonesia.blogspot.com
Oleh: Arief Setiyadi                                  
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), biasa juga disebut dengan “Peristiwa Westerling” , karena Tokoh Utamanya adalah Raymond Paul Pierre Westerling. Kementrian Penerangan sendiri pernah menerbitkan Kronik Dokumentasi, “Sekitar Peristiwa Westerling” pada November 1950. Ada pula tulisan yang menyebutnya dengan “kudeta 23 Januari” karena peristiwa ini meletus pada tanggal 23 Januari 1950.[1]

“On January 23, 1950, a rebel group called the Just King Armed Forces (Indonesian: Angkatan Perang Ratu Adil, APRA), led by Captain Raymond Westerling (a former Dutch military officer) and King Sultan Hamid II from Kalimantan (Borneo) attacked Indonesian army's Siliwangi Division HQ in Bandung.” [2]

Peristiwa Pemberontakan ini mulai terjadi Setelah Persetujuan Renville di tangdatangani. Dalam Perjanjian tersebut  di tetapkan bahwa Indonesia Berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat) dan mempunyai Wilayah, Jawa, Sumatra dan Madura. Dengan Adanya Perjanjian tersebut banyak  diantara segolongan masyarakat yang tidak setuju. Salah satunya adalah Anggota APRA yang tidak  menginginkan keberadaan Republik Indonesia Serikat di Jawa Barat dan mempertahankan negara Pasundan.

“….Since then many other armed rebellion emerged such as the "Queen of Justice" (APRA) rebellion led by an ex-Dutch Army Captain, Turco Westerling. Outside Java, other armed revolts were staged such as in Maluku where demobilized ex-colonial army-men faithful to the Dutch Crown proclaimed the Republic of South Maluku. In South Sulawesi ex colonial army-man, Andi Aziz also rebelled. In Kalimantan Ibnu Hadjar led another armed revolt, while in Sumatra and later linked up with North Sulawesi rebellions against the central Government demanded separation like the case in the South Maluku.”[3]

Raymond Piere Westerling  merupakan orang Belanda campuran antara Belanda, Turki dan Yunani. Westerling dilahirkan pada bulan Agustus 1919 di Istanbul, Turki. Ia berasal dari seorang ayah Belanda dan Ibu seorang Turki-Yunani. [4]  Westerling di gambarkan sebagai sosok yang tegap dan kekar dengan tinggi badan 170 cm. Suaranya keras dan lancar berbahasa Belanda dan Inggris serta sudah bisa berbicara dalam bahasa Indonesia (Suara Bogor, 21 Januari 1950).[5]  Westerling memang tidak menguasai bahasa Arab tetapi ia sedikit mengetahui kebudayaan Islam yang masih tersisa di Turki. Pengetahuan tersebut sangat membantu Westerling dalam membangun kekuatan dan gerakannya setelah Agresi Militer Belanda II, tepatnya pada tahun 1949 di Jawa Barat yang akar kebudayaan Islamnya begitu kuat.
“Westerling was born in Istanbul, Turkey, as a child from a Dutch father and a Greek mother. During the Second World War, Westerling would join the Dutch military service and receive his training in England. After the War, Westerling would be sent to Dutch Indies, where in 1946 he would command the Depot Special Forces (DSF) to pacify the southern Sulawesi, where the Nationalists tried to hinder the return of Dutch governance. The DSF consisted mostly of indigenous soldiers and was an elite unit of the KNIL, and were relentless in their ways to subjugate the population.”[6]

Pengunaan mitos “Ratu Adil”  Westerling dikarenakan sebagian rakyat Indonesia masih percaya pada mitos tersebut. Gerakan Westerling berusaha mempertahankan status quo di Indonesia sebagai daerah koloni Belanda yang dahulu disebut Hindia-Belanda. Para pendukung dari gerakan ini tentu tidak  menginginkan keberadaan Republik Indonesia Serikat di Jawa Barat. Banyak gerakan sosial di Indonesia semasa kolonial Belanda yang dilakukan sekelompok orang yang mengusung mitos Ratu Adil, yang percaya akan datangnya pemimpin yang sempurna dalam kehidupan. Para pengikut gerakan-gerakan tersebut meyakini kharisma pemimpinnya sebagai penjelmaan dari Ratu Adil, Imam Mahdi atau Heru Cokro.[7] Para pengikut biasanya meyakini bahwa pemimpinnya adalah orang yang memperoleh wangsit atau semacam wahyu untuk menjadi penguasa.[8]

Peristiwa Pemberontakan APRA sendiri adalah sebuah usaha perebutan kekuasaan atau kudeta terhadap Republik Indonesia Serikat. Target kudeta Westerling sendiri adalah mempertahankan negara Pasundan dan berusaha menentang Republik Indonesia. Berdasarkan tulisan Edwar Luttwak, kudeta Westerling menggunakan metode Putcht karena kudeta ini dilakukan oleh suatu faksi dalam angkatan perang. Pasukan APRA terdiri dari pelarian militer KNIL[9], KL[10], bahkan bekas pejuang yang kecewa.

Kudeta yang dilakukan oleh gerakan APRA bukan suatu kudeta yang membutuhkan dukungan massa dan kekuatan senjata yang total walaupun Westerling berusaha menghimpun kekuatan senjata yang besar dan dukungan massa sipil yang besar pula sebelum kudeta. Pada dasarnya suatu kudeta dengan metode Putcht tidak membutuhkan kekuatan senjata dan dukungan massa yang besar.
Dalam Usaha Pemberontakan di Jawa Barat[11], Westerling tidak hanya melakukan kegiatan dalam bidang Militer saja, akan tetapi ia berusaha mendekati pihak politisi terutama yang tidak senang terhadap Republik Indonesia Serikat, baik dikalangan pejabat sipil maupun militer. Westerling telah menggunakan pengaruhnya untuk menarik perhatian dan simpati di kalangan sipil dan militer dan karena kharismanya, usaha ini menghasilkan banyak orang yang simpati terhadap Westerling dan memusuhi RIS. Setelah mendapat dukungan secara tertulis dari Jenderal Engels dan mendapat simpati dari tokoh-tokoh yang mendukung bentuk negara federal seperti Sultan Hamid II maka Westerling semakin yakin atas apa yang akan dilakukannya.
Di sisi lain Kondisi politik dalam negeri Indonesia masih belum stabil karena banyaknya pemberontakan-pemberontakan yang bersifat separatis seperti DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia), serta situsi militer Indonesia yang masih compang-camping karena tersita perhatiannya untuk menumpas pemberontakan PKI pimpinan Muso di Madiun . Maka saat itu Westerling berinisiatif untuk melakukan pertemuan a dengan tokoh-tokoh DI telah dilaksanakan di daerah Bogor pada bulan Oktober 1949 akhir, antara Westerling dan VD Plas dari pihak Belanda dan KH Engkar dari pihak gerombolan DI. Dalam pertemuan ini disepakati persetujuan diantaranya adalah: Penggabungan satuan-satuan KNIL, KL kedalam DI, pada fase pertama dalam penggabungan ini 70 anggota KNIL, KL digabungkan dengan gerombolan DI pimpinan KH. Engkar. Selain itu dalam persetujuan ini juga ditetapkan untuk berhubungan dengan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo . [12]
“The first year of the sovereign Republic of Indonesia under the Presidency of President Soekarno was marked by a war of defense against the Dutch who attempted to reinstate the former colony of the Dutch East Indies. The Indonesian Communist Party (PKI) disagreed with the principles of Pancasila and in 1948 staged an armed and bloody rebellion against the newly proclaimed Republic of Indonesia and unilaterally proclaimed a Communist "People's Republic" in the region of Madiun (East Java). “ [13]

Berdasar laporan Kepolisian Negara No. 278 tanggal 21 Februari 1950, dapat disimpulkan bahwa jaringan Westerling cukup baik. Jaringan tersebut terdiri dari berbagai kalangan baik sipil maupun militer. Jaringan ini terdiri dari berbagai bangsa seperti bangsa pribumi Indonesia, Cina, Belanda-Indo maupun Belanda “totok”. Sebagian kecil dari mereka adalah kaum oportunis sedangkan sisanya adalah orang-orang yang diperalat oleh kaum oportunis. Orang Belanda maupun Cina yang mendukung Westerling umumnya adalah golongan pegawai Belanda yang bekerja di kantor pemerintahan maupun maskapai swasta Belanda. Bahkan ada pengusaha perkebunan bangsa Eropa, baik Belanda maupun non-Belanda. Orang-orang Cina yang mendukung Westerling adalah kalangan pengusaha ilegal maupun legal. Dukungan yang mereka berikan kepada gerakan Westerling biasanya berupa bantuan keuangan maupun kendaraan untuk para gerombolan bersenjata dari gerakan Westerling.[14]

Pimpinan APRA Westerling mulai menyusun gerakannya setelah pertemuannya dengan Jendral Spoor pada bulan Februari 1949. Sejak bulan Maret 1949, Westerling begitu bersemangat dalam menyusun kekuatannya untuk sebuah rencana kudeta. Westerling pada bulan-bulan tersebut baru saja keluar dari KNIL dan menjalankan usaha transport onderneming di sekitar daerah Jakarta dan Bandung. Ajakan Spoor untuk kudeta diterima Westerling dengan penuh semangat.
Westerling sering menghadiri berbagai pertemuan rahasia antara lain dengan prajurit KNIL atau KL, tokoh-tokoh DI/TII Kartosuwiryo sampai wali negara Pasundan. Aktivitas Westerling sendiri sebenarnya sudah bocor dan diketahui oleh para petinggi sipil dan militer Belanda. Pejabat Belanda tersebut mengetahuinya dari Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta. Ironisnya, petinggi Belanda tidak terlalu peduli aktivitas Westerling sebenarnya membahayakan perundingan diplomasi Indonesia dengan Belanda.

Satu hari sebelum penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia, tepatnya tanggal 26 Desember 1949, Westerling mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa tokoh kontra-revolusioner dari kalangan tentara dan polisi Belanda. Pertemuan itu dihadiri oleh Komisaris Asbeck Brusse[15], Karwur[16], Tuwilan, Onselen[17], Bens[18], Van Kleef[19], Rappard[20], dan Frans Nayoan. Westerling mengusulkan untuk mengadakan pemberontakan pada tanggal tersebut namun rencana Westerling batal karena mereka sadar senjata yang mereka miliki pada saat itu belum mencukupi untuk melakukan gerakan militer.
Pada tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirimkan sebuah ultimatum kepada pemerintah RIS yang isinya antara lain pemerintah RIS harus mengakui dan menghormati kedaulatan negara Pasundan. Westerling juga mengirimkan ultimatum kepada pemimpin TNI di Jawa Barat yang isinya meminta, tentara Republik menghentikan aktivitasnya di Jawa Barat. Dalam ultimatum tersebut tersurat ancaman, jika sesudah tanggal 12 Januari TNI belum menghentikan gerakannya, maka dari pihak APRA akan diambil tindakan-tindakan untuk mengehentikan infiltrasi TNI. Kondisi semacam ini membuat Jawa Barat dalam bahaya. Setelah bertemu Mayor Simson dari ketentaraan Inggris yang diperbantukan UNCI, Westerling mau memperpanjang batas akhir ultimatumnya sampai satu bulan ke depan. Masa-masa setelah pengiriman ultimatum kepada pemerintah RIS adalah masa persiapan menuju gerakan militernya untuk merebut kekuasaan.

Menjelang tanggal 23 Januari 1950 di Bandung terdengar desas-desus bahwa kota Bandung akan mendapat serangan dari gerombolan Westerling. Bahkan sejak Minggu tanggal 22 Januari 1950, pimpinan divisi Siliwangi telah mensinyalir adanya sebuah gerakan bersenjata di sekitar daerah Cililin yang dipimpin oleh dua orang pelarian Inspektur Polisi Belanda, yakni Bolle van Beelden dan Julius Nebert van der Meulen[21].

Pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) mulai bergerak ke arah kota Bandung pada pagi hari. Setelah pasukan-pasukan tersebut berhasil menduduki beberapa tempat strategis seperti kantor dan pabrik di pinggiran kota, mereka bergerak memasuki kota Bandung. Di dalam kota pasukan APRA ini bersifat seperti gerombolan pengacau.

 “Pada tanggal 23 Januari 1950 jam 09:00 pagi gerombolan APRA dari jurusan Cimahi bergerak menuju ke kota Bandung. Mereka mmakai truk, Yeep dan motor piet,  kemudian ada juga berjalan kaki beruniform, bersenjata lengkap jumlah semuanya kira-kira 500 orang. Di sepanjang jalan Cimah-Bandung diadakan Stelling di gang-gang di sana-sini dilepaskan tembakan ke atas, ada pula yang ditujukan kearah beberapa rumah. Pos-pos polisi sepanjang jalan raya seperti Cimindi, Cibereum dan lain-lainnya dilucuti. Sesampainya dikota Bandung mereka menimbulkan kepanikan di kalngan rakyat. Toko-toko ditutup, rumah-rumah ditutup, jalan-jalan menjadi sepi”[22]

Semakin lama gerombolan semakin berani dengan melakukan pemblokiran terhadap jalan raya antara Bandung dan Cimahi. Setelah melumpuhkan penjagaan polisi di pinggiran kota, gerombolan semakin berani memasuki kota Bandung. Kekacauan di Bandung tidak pernah diduga warga sipil. Ketakutan mulai terasa ketika Belanda secara sporadis melepaskan pelurunya.

Sebuah pertempuran hebat terjadi di kantor Staf Kwatier divisi Siliwangi Oude Hospitelweg. Satu regu penjaga TNI terdiri dari 15 orang yang di pimpin oleh Overste Sutoko tiba-tiba diserang gerombolan pengacau yang jumlahnya ratusan. Pada tanggal 22 Januari 1950, divisi Siliwangi menerima info mengenai pasukan-pasukan liar bersenjata yang dipimpin oleh perwira-perwira polisi berkebangsaan Belanda yakni Inspektur Polisi Bolle Van Beelden dan komisaris polisi Van der Meulen. Kedua perwira polisi dengan pasukannya telah melakukan desersi.

Tentang tewasnya Letnan Kolonel Lembong ketika akan memasuki markas divisi Siliwangi adalah sesuatu yang tidak diduga sama sekali. Ketika tembakan pertama dari pengacau terdengar, Lembong masih di rumahnya. Ketika Lembong dan ajudannya, Letnan Leo Kailalo, sampai di markasnya kemudian keluar dari mobilnya dan hendak memasuki markas divisi Siliwangi, mereka langsung ditembaki oleh para pengacau. Ketika mayatnya ditemukan, kondisinya nyaris tak dikenali lagi.

Korban kekacauan gerombolan APRA di Bandung yang berasal dari TNI menurut pemerintah berjumlah 60 orang, tiga diantaranya adalah perwira menengah[23]. Pasukan APRA yang menyerang kota Bandung adalah pasukan regular dari ketentaraan Belanda ditambah pelarian Belanda. Sebagian besar dari mereka adalah pasukan terlatih dan memiliki senjata api yang cukup baik. Secara umum penyerbuan ke Bandung sukses. Meskipun demikian, penguasaan kota Bandung tidak mampu melumpuhkan kekuatan TNI di kota itu.

Di Jakarta, sasaran yang akan diserbu Westerling adalah markas-markas TNI, Brimob di Prapatan dan Istana Presiden Republik Indonesia. Sebelum memasuki Jakarta, Westerling pada pukul 22.30 berada di Padalarang untuk menunggu truk-truk yang berisi senjata yang akan datang dari Bandung, namun ternyata tidak datang karena dicegat di Batujajar. Akhirnya Westerling menuju rumah Komisaris Polisi berinisial N di Jakarta yang pernah berjanji untuk membantu Westerling namun harapan Westerling pupus karena senjata mereka telah diambil tentara republik dan komisaris yang berinisial N berubah pikiran untuk tidak membantu Westerling.

Setelah penyerbuan terhadap kota Bandung kondisi Jakarta semakin mencekam, oleh karenanya pengamanan semakin diperketat. Namun yang terjadi jauh dari apa yang dikhawatirkan ternyata serangan Westerling di Jakarta tidak pernah terjadi. Westerling tidak pernah menyangka bahwa TNI memiliki kemampuan untuk menghancurkan pasukannya. Asumsi Westerling bahwa pemerintah TNI dan RIS tidak mampu menjaga keamanan dan negara terbukti tidak benar. Westerling sama sekali tidak memperhitungkan kekuatan TNI di Jawa Barat. Selama kudeta dia hanya memiliki pasukan pemukul yang potensial untuk kudeta namun tidak memiliki pasukan pendukung yang siap tempur.

 Menyadari akan kegagalan-kegagalan yang telah dialami, Westerling berusaha untuk menghindarkan diri dari penangkapan oleh pemerintah RIS. Westerling kemudian melarikan diri ke Singapura dengan menggunakan pesawat terbang jenis Cattalina milik Angkatan Laut Belanda[24]  Westerling berhasil ditangkap oleh pemerintah Singapura dengan tuduhan memasuki wilayah Singapura tanpa izin.Tindakan subversif Sultan Hamid II bersama Westerling akhirnya terbongkar. Atas perintah Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 5 April 1950 Sultan Hamid ditangkap. Atas perbuatannya Sultan Hamid II divonis hukuman 10 tahun penjara dipotong masa tahanan selama 1 tahun dan tidak boleh dipekerjakan di luar penjara[25].

Sesudah proses peradilan terhadap Sultan Hamid II selesai bukan berarti pemberontakan APRA yang merupakan bagian gerakan Westerling berakhir. Sisa-sisa dari pendukung APRA lainnya, masih tetap berusaha menentang kedaulatan negara Republik Indonesia Serikat yang baru berdiri. Sisa-sisa pendukung APRA menggabungkan diri dengan nama NIGO (Nederland Indische Gerilya Organisasi). Organisasi ini menggabungkan diri dengan gerombolan DI/TII //di Jawa Barat terutama DI/TII dibawah pimpinan Ahmad Sungkawa. Beberapa tokoh NIGO yang terkenal HYG Schindt dan LNJ Jungschlager. Berkat kesiapsiagaan TNI dan Polri kedua tokoh NIGO itu dapat ditangkap pada tahun 1954. Setelah kedua tokoh itu ditangkap pupus sudah perlawanan sisa-sisa APRA di Jawa Barat.

Daftar Sumber :
Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia.1955. Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta : Fasco
Petrik Matanasi. 2007.  Westerling Kudeta yang Gagal. Yogyakarta: Media Pressindo
Sartono Kartodirdjo. 2005. Sejak Indische Sampai Indonesia. Jakarta : Kompas
Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979
Pusjarah AD, 1965
de Moor, Jaap A. (1999). Westerling's Oorlog: Indonesië 1945-1950. Amsterdam: Balans . ISBN 90-5018-425-1 ISBN 9789050184250, dikutip dari Wikipedia, the free encyclopedia, diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.07 WIB
Warta Indonesia tanggal 26 Januari 1950, dikuti dari Artikel Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply .com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01
History of Bandung, dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Bandung, diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.05 WIB
Embassy of the Republic of Indonesia - Bangkok, Thailand, 2006. National Movements, di kutip dari  http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html,  Pada tanggal, 28 April 2010, pukul 06.03 WIB
Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply.com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01







[1] Petrik Matanasi. 2007.Westerling Kudeta yang Gagal. Yogyakarta: Media Pressindo, hlm. 8
[2] History of Bandung, dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Bandung, diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.05 WIB
[3]  Embassy of the Republic of Indonesia - Bangkok, Thailand, 2006. National Movements, di kutip dari  http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html,  Pada tanggal, 28 April 2010, pukul 06.03 WIB
[4] Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:218
[5] Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply.com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01
[6] de Moor, Jaap A. (1999). Westerling's Oorlog: Indonesië 1945-1950. Amsterdam: Balans . ISBN 90-5018-425-1 ISBN 9789050184250, dikutip dari Wikipedia, the free encyclopedia, diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.07 WIB
[7] Sartono Kartodirdjo. 2005. Sejak Indische Sampai Indonesia. Jakarta : Kompas hlm. 27-29
[8] Ibid, hlm 209
[9] KNIL : Koninklijk Netherlanndsche Indische Lager. Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang dibentuk pada tahun 1830 oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch. Personelnya kebanyakan dari kalangan pribumi yang diambil dari berbagai suku di Indonesia sepertio Ambon, Menado, Jawa dan lain sebagainya. Dalam Perang Dunia II KNIL tidak berhasil mempertahankan Hindia Belanda dari invasi Jepang tahun 1942. Hampir seluruh personelnya ditawan oleh Jepang di kamp-kamp tawanan di beberapa Negara yang tersebar di Asia Tenggara.
[10]  KL adalah singkatan dari Koninklijke Landmacht (Tentara Darat kerajaan Belanda)
[11] Persatuan Djaksa Djaksa Seluruh Indonesia, 1955.  Proces peristiwa Sultan Hamid II , Fasco : Universitas Michigan , Didigitalkan 18 Jul 2007
           
[12] Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:46-47
[13] Embassy of the Republic of Indonesia - Bangkok, Thailand, 2006. National Movements, di kutip dari  http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html,  Pada tanggal, 28 April 2010, pukul 06.03 WIB
[14] Petrick Matanasi, op. cit. hlm. 36
[15] Asbeck Brusse adalah komandan Veldpolitie (polisi lapangan semacam Brigade mobil milik kepolisian Republik  Indonesia sekarang) Jakarta. Brusse menawarkan diri melalui nayoan untuk bergabung dengan gerakan Westerling. Lihat Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta, Fasco Jakarta, 1955, hlm. 72
[16] Karwur adalah pegiat atau pemimpin anti pemerintah RI di wilayah Indonesia Timur
[17] Onselen adalah pegawai di sebuah transport onderneming
[18] Bens adalah seorang Indo anggota KNIL
[19] Van Kleef adalah bekas prajurit KL yang desersi
[20] Rappard adalah bekas Letkol TNI dari Brigade KRIS yang memiliki pasukan sebanyak 800 orang di Cikampek
[21] Petrick Matanasi, loc. cit. hlm. 79
[22] Warta Indonesia tanggal 26 Januari 1950, dikuti dari Artikel Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply .com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01

[23] Petrick Matanasi, loc. cit. hlm.83
[24] Pusjarah AD, 1965:70
[25] Petrick Matanasi, loc. cit. hlm.99

================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar  Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580 

No comments:

Post a Comment