catatankecil-indonesia.blogspot.com
|
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), biasa juga disebut
dengan “Peristiwa Westerling” , karena Tokoh Utamanya adalah Raymond Paul
Pierre Westerling. Kementrian Penerangan sendiri pernah menerbitkan Kronik Dokumentasi,
“Sekitar Peristiwa Westerling” pada November 1950. Ada pula tulisan yang
menyebutnya dengan “kudeta 23 Januari” karena peristiwa ini meletus pada
tanggal 23 Januari 1950.[1]
“On January 23, 1950, a
rebel group called the Just King Armed Forces (Indonesian: Angkatan Perang Ratu
Adil, APRA), led by Captain Raymond Westerling (a former Dutch military
officer) and King Sultan Hamid II from Kalimantan (Borneo) attacked Indonesian
army's Siliwangi Division HQ in Bandung.” [2]
Peristiwa Pemberontakan ini mulai terjadi Setelah Persetujuan Renville
di tangdatangani. Dalam Perjanjian tersebut
di tetapkan bahwa Indonesia Berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat)
dan mempunyai Wilayah, Jawa, Sumatra dan Madura. Dengan Adanya Perjanjian
tersebut banyak diantara segolongan masyarakat
yang tidak setuju. Salah satunya adalah Anggota APRA yang tidak menginginkan keberadaan Republik Indonesia
Serikat di Jawa Barat dan mempertahankan negara Pasundan.
“….Since then many other armed
rebellion emerged such as the "Queen of Justice" (APRA) rebellion led
by an ex-Dutch Army Captain, Turco Westerling. Outside Java, other
armed revolts were staged such as in Maluku where demobilized ex-colonial
army-men faithful to the Dutch Crown proclaimed the Republic of South Maluku.
In South Sulawesi ex colonial army-man, Andi Aziz also rebelled. In Kalimantan
Ibnu Hadjar led another armed revolt, while in Sumatra and later linked up with
North Sulawesi rebellions against the central Government demanded separation
like the case in the South Maluku.”[3]
Raymond Piere Westerling merupakan orang Belanda campuran antara
Belanda, Turki dan Yunani. Westerling dilahirkan pada bulan Agustus 1919 di
Istanbul, Turki. Ia berasal dari seorang ayah Belanda dan Ibu seorang
Turki-Yunani. [4] Westerling di gambarkan sebagai sosok yang
tegap dan kekar dengan tinggi badan 170 cm. Suaranya keras dan lancar berbahasa
Belanda dan Inggris serta sudah bisa berbicara dalam bahasa Indonesia (Suara
Bogor, 21 Januari 1950).[5] Westerling memang tidak menguasai bahasa Arab tetapi
ia sedikit mengetahui kebudayaan Islam yang masih tersisa di Turki. Pengetahuan
tersebut sangat membantu Westerling dalam membangun kekuatan dan gerakannya setelah
Agresi Militer Belanda II, tepatnya pada tahun 1949 di Jawa Barat yang akar kebudayaan
Islamnya begitu kuat.
“Westerling was
born in Istanbul, Turkey, as a child from a Dutch father and a Greek mother.
During the Second World War, Westerling would join the Dutch military service
and receive his training in England. After the War, Westerling would be sent to
Dutch Indies, where in 1946 he would command the Depot Special Forces (DSF) to
pacify the southern Sulawesi, where the Nationalists tried to hinder the return
of Dutch governance. The DSF consisted mostly of indigenous soldiers and was an
elite unit of the KNIL, and were relentless in their ways to subjugate the
population.”[6]
Pengunaan mitos “Ratu Adil”
Westerling dikarenakan sebagian rakyat Indonesia masih percaya pada mitos
tersebut. Gerakan Westerling berusaha mempertahankan status quo di Indonesia
sebagai daerah koloni Belanda yang dahulu disebut Hindia-Belanda. Para
pendukung dari gerakan ini tentu tidak menginginkan
keberadaan Republik Indonesia Serikat di Jawa Barat. Banyak gerakan sosial di
Indonesia semasa kolonial Belanda yang dilakukan sekelompok orang yang
mengusung mitos Ratu Adil, yang percaya akan datangnya pemimpin yang sempurna
dalam kehidupan. Para pengikut gerakan-gerakan tersebut meyakini kharisma
pemimpinnya sebagai penjelmaan dari Ratu Adil, Imam Mahdi atau Heru Cokro.[7]
Para pengikut biasanya meyakini bahwa pemimpinnya adalah orang yang memperoleh
wangsit atau semacam wahyu untuk menjadi penguasa.[8]
Peristiwa Pemberontakan APRA sendiri adalah sebuah usaha perebutan
kekuasaan atau kudeta terhadap Republik Indonesia Serikat. Target kudeta
Westerling sendiri adalah mempertahankan negara Pasundan dan berusaha menentang
Republik Indonesia. Berdasarkan tulisan Edwar Luttwak, kudeta Westerling
menggunakan metode Putcht karena kudeta ini dilakukan oleh suatu faksi dalam
angkatan perang. Pasukan APRA terdiri dari pelarian militer KNIL[9],
KL[10],
bahkan bekas pejuang yang kecewa.
Kudeta yang dilakukan oleh gerakan APRA bukan suatu kudeta yang
membutuhkan dukungan massa dan kekuatan senjata yang total walaupun Westerling
berusaha menghimpun kekuatan senjata yang besar dan dukungan massa sipil yang
besar pula sebelum kudeta. Pada dasarnya suatu kudeta dengan metode Putcht
tidak membutuhkan kekuatan senjata dan dukungan massa yang besar.
Dalam Usaha Pemberontakan di Jawa Barat[11], Westerling tidak hanya melakukan
kegiatan dalam bidang Militer saja, akan tetapi ia berusaha mendekati pihak
politisi terutama yang tidak senang terhadap Republik Indonesia Serikat, baik
dikalangan pejabat sipil maupun militer. Westerling telah menggunakan
pengaruhnya untuk menarik perhatian dan simpati di kalangan sipil dan militer
dan karena kharismanya, usaha ini menghasilkan banyak orang yang simpati
terhadap Westerling dan memusuhi RIS. Setelah mendapat dukungan secara tertulis
dari Jenderal Engels dan mendapat simpati dari tokoh-tokoh yang mendukung
bentuk negara federal seperti Sultan Hamid II maka Westerling semakin yakin atas
apa yang akan dilakukannya.
Di sisi lain Kondisi politik
dalam negeri Indonesia masih belum stabil karena banyaknya
pemberontakan-pemberontakan yang bersifat separatis seperti DI/TII (Darul
Islam/ Tentara Islam Indonesia), serta situsi militer Indonesia yang masih
compang-camping karena tersita perhatiannya untuk menumpas pemberontakan PKI
pimpinan Muso di Madiun . Maka saat itu Westerling berinisiatif untuk melakukan
pertemuan a dengan tokoh-tokoh DI telah dilaksanakan di daerah Bogor pada bulan
Oktober 1949 akhir, antara Westerling dan VD Plas dari pihak Belanda dan KH
Engkar dari pihak gerombolan DI. Dalam pertemuan ini disepakati persetujuan
diantaranya adalah: Penggabungan satuan-satuan KNIL, KL kedalam DI, pada fase
pertama dalam penggabungan ini 70 anggota KNIL, KL digabungkan dengan
gerombolan DI pimpinan KH. Engkar. Selain itu dalam persetujuan ini juga
ditetapkan untuk berhubungan dengan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo . [12]
“The first year of the
sovereign Republic of Indonesia under the Presidency of President Soekarno was
marked by a war of defense against the Dutch who attempted to reinstate the
former colony of the Dutch East Indies. The Indonesian Communist Party (PKI)
disagreed with the principles of Pancasila and in 1948 staged an armed and
bloody rebellion against the newly proclaimed Republic of Indonesia and
unilaterally proclaimed a Communist "People's Republic" in the region
of Madiun (East Java). “ [13]
Berdasar laporan Kepolisian Negara No. 278 tanggal 21 Februari 1950,
dapat disimpulkan bahwa jaringan Westerling cukup baik. Jaringan tersebut
terdiri dari berbagai kalangan baik sipil maupun militer. Jaringan ini terdiri
dari berbagai bangsa seperti bangsa pribumi Indonesia, Cina, Belanda-Indo
maupun Belanda “totok”. Sebagian kecil dari mereka adalah kaum oportunis
sedangkan sisanya adalah orang-orang yang diperalat oleh kaum oportunis. Orang
Belanda maupun Cina yang mendukung Westerling umumnya adalah golongan pegawai
Belanda yang bekerja di kantor pemerintahan maupun maskapai swasta Belanda.
Bahkan ada pengusaha perkebunan bangsa Eropa, baik Belanda maupun non-Belanda.
Orang-orang Cina yang mendukung Westerling adalah kalangan pengusaha ilegal
maupun legal. Dukungan yang mereka berikan kepada gerakan Westerling biasanya
berupa bantuan keuangan maupun kendaraan untuk para gerombolan bersenjata dari
gerakan Westerling.[14]
Pimpinan APRA Westerling mulai menyusun gerakannya setelah pertemuannya
dengan Jendral Spoor pada bulan Februari 1949. Sejak bulan Maret 1949,
Westerling begitu bersemangat dalam menyusun kekuatannya untuk sebuah rencana
kudeta. Westerling pada bulan-bulan tersebut baru saja keluar dari KNIL dan
menjalankan usaha transport onderneming di sekitar daerah Jakarta dan
Bandung. Ajakan Spoor untuk kudeta diterima Westerling dengan penuh semangat.
Westerling sering menghadiri berbagai pertemuan rahasia antara lain
dengan prajurit KNIL atau KL, tokoh-tokoh DI/TII Kartosuwiryo sampai wali
negara Pasundan. Aktivitas Westerling sendiri sebenarnya sudah bocor dan
diketahui oleh para petinggi sipil dan militer Belanda. Pejabat Belanda
tersebut mengetahuinya dari Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta. Ironisnya,
petinggi Belanda tidak terlalu peduli aktivitas Westerling sebenarnya
membahayakan perundingan diplomasi Indonesia dengan Belanda.
Satu hari sebelum penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik
Indonesia, tepatnya tanggal 26 Desember 1949, Westerling mengadakan pertemuan
rahasia dengan beberapa tokoh kontra-revolusioner dari kalangan tentara dan
polisi Belanda. Pertemuan itu dihadiri oleh Komisaris Asbeck Brusse[15],
Karwur[16],
Tuwilan, Onselen[17], Bens[18],
Van Kleef[19],
Rappard[20],
dan Frans Nayoan. Westerling mengusulkan untuk mengadakan pemberontakan pada
tanggal tersebut namun rencana Westerling batal karena mereka sadar senjata
yang mereka miliki pada saat itu belum mencukupi untuk melakukan gerakan
militer.
Pada tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirimkan sebuah ultimatum
kepada pemerintah RIS yang isinya antara lain pemerintah RIS harus mengakui dan
menghormati kedaulatan negara Pasundan. Westerling juga mengirimkan ultimatum
kepada pemimpin TNI di Jawa Barat yang isinya meminta, tentara Republik
menghentikan aktivitasnya di Jawa Barat. Dalam ultimatum tersebut tersurat
ancaman, jika sesudah tanggal 12 Januari TNI belum menghentikan gerakannya,
maka dari pihak APRA akan diambil tindakan-tindakan untuk mengehentikan
infiltrasi TNI. Kondisi semacam ini membuat Jawa Barat dalam bahaya. Setelah
bertemu Mayor Simson dari ketentaraan Inggris yang diperbantukan UNCI,
Westerling mau memperpanjang batas akhir ultimatumnya sampai satu bulan ke
depan. Masa-masa setelah pengiriman ultimatum kepada pemerintah RIS adalah masa
persiapan menuju gerakan militernya untuk merebut kekuasaan.
Menjelang tanggal 23 Januari 1950 di Bandung terdengar desas-desus bahwa
kota Bandung akan mendapat serangan dari gerombolan Westerling. Bahkan sejak
Minggu tanggal 22 Januari 1950, pimpinan divisi Siliwangi telah mensinyalir
adanya sebuah gerakan bersenjata di sekitar daerah Cililin yang dipimpin oleh
dua orang pelarian Inspektur Polisi Belanda, yakni Bolle van Beelden dan Julius
Nebert van der Meulen[21].
Pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) mulai bergerak ke arah kota
Bandung pada pagi hari. Setelah pasukan-pasukan tersebut berhasil menduduki
beberapa tempat strategis seperti kantor dan pabrik di pinggiran kota, mereka
bergerak memasuki kota Bandung. Di dalam kota pasukan APRA ini bersifat seperti
gerombolan pengacau.
“Pada tanggal 23 Januari 1950 jam 09:00 pagi
gerombolan APRA dari jurusan Cimahi bergerak menuju ke kota Bandung. Mereka
mmakai truk, Yeep dan motor piet, kemudian ada juga berjalan kaki
beruniform, bersenjata lengkap jumlah semuanya kira-kira 500 orang. Di
sepanjang jalan Cimah-Bandung diadakan Stelling di gang-gang di sana-sini
dilepaskan tembakan ke atas, ada pula yang ditujukan kearah beberapa rumah.
Pos-pos polisi sepanjang jalan raya seperti Cimindi, Cibereum dan lain-lainnya
dilucuti. Sesampainya dikota Bandung mereka menimbulkan kepanikan di kalngan
rakyat. Toko-toko ditutup, rumah-rumah ditutup, jalan-jalan menjadi sepi”[22]
Semakin lama gerombolan semakin berani dengan melakukan pemblokiran
terhadap jalan raya antara Bandung dan Cimahi. Setelah melumpuhkan penjagaan
polisi di pinggiran kota, gerombolan semakin berani memasuki kota Bandung.
Kekacauan di Bandung tidak pernah diduga warga sipil. Ketakutan mulai terasa
ketika Belanda secara sporadis melepaskan pelurunya.
Sebuah pertempuran hebat terjadi di kantor Staf Kwatier divisi Siliwangi
Oude Hospitelweg. Satu regu penjaga TNI terdiri dari 15 orang yang di
pimpin oleh Overste Sutoko tiba-tiba diserang gerombolan pengacau yang
jumlahnya ratusan. Pada tanggal 22 Januari 1950, divisi Siliwangi menerima info
mengenai pasukan-pasukan liar bersenjata yang dipimpin oleh perwira-perwira
polisi berkebangsaan Belanda yakni Inspektur Polisi Bolle Van Beelden dan
komisaris polisi Van der Meulen. Kedua perwira polisi dengan pasukannya telah
melakukan desersi.
Tentang tewasnya Letnan Kolonel Lembong ketika akan memasuki markas
divisi Siliwangi adalah sesuatu yang tidak diduga sama sekali. Ketika tembakan
pertama dari pengacau terdengar, Lembong masih di rumahnya. Ketika Lembong dan
ajudannya, Letnan Leo Kailalo, sampai di markasnya kemudian keluar dari
mobilnya dan hendak memasuki markas divisi Siliwangi, mereka langsung ditembaki
oleh para pengacau. Ketika mayatnya ditemukan, kondisinya nyaris tak dikenali
lagi.
Korban kekacauan gerombolan APRA di Bandung yang berasal dari TNI
menurut pemerintah berjumlah 60 orang, tiga diantaranya adalah perwira menengah[23].
Pasukan APRA yang menyerang kota Bandung adalah pasukan regular dari
ketentaraan Belanda ditambah pelarian Belanda. Sebagian besar dari mereka
adalah pasukan terlatih dan memiliki senjata api yang cukup baik. Secara umum
penyerbuan ke Bandung sukses. Meskipun demikian, penguasaan kota Bandung tidak
mampu melumpuhkan kekuatan TNI di kota itu.
Di Jakarta, sasaran yang akan diserbu Westerling adalah markas-markas
TNI, Brimob di Prapatan dan Istana Presiden Republik Indonesia. Sebelum
memasuki Jakarta, Westerling pada pukul 22.30 berada di Padalarang untuk
menunggu truk-truk yang berisi senjata yang akan datang dari Bandung, namun
ternyata tidak datang karena dicegat di Batujajar. Akhirnya Westerling menuju
rumah Komisaris Polisi berinisial N di Jakarta yang pernah berjanji untuk
membantu Westerling namun harapan Westerling pupus karena senjata mereka telah
diambil tentara republik dan komisaris yang berinisial N berubah pikiran untuk
tidak membantu Westerling.
Setelah penyerbuan terhadap kota Bandung kondisi Jakarta semakin
mencekam, oleh karenanya pengamanan semakin diperketat. Namun yang terjadi jauh
dari apa yang dikhawatirkan ternyata serangan Westerling di Jakarta tidak
pernah terjadi. Westerling tidak pernah menyangka bahwa TNI memiliki kemampuan
untuk menghancurkan pasukannya. Asumsi Westerling bahwa pemerintah TNI dan RIS
tidak mampu menjaga keamanan dan negara terbukti tidak benar. Westerling sama
sekali tidak memperhitungkan kekuatan TNI di Jawa Barat. Selama kudeta dia
hanya memiliki pasukan pemukul yang potensial untuk kudeta namun tidak memiliki
pasukan pendukung yang siap tempur.
Menyadari akan
kegagalan-kegagalan yang telah dialami, Westerling berusaha untuk menghindarkan
diri dari penangkapan oleh pemerintah RIS. Westerling kemudian melarikan diri
ke Singapura dengan menggunakan pesawat terbang jenis Cattalina milik Angkatan
Laut Belanda[24] Westerling berhasil ditangkap oleh pemerintah
Singapura dengan tuduhan memasuki wilayah Singapura tanpa izin.Tindakan subversif Sultan Hamid II bersama Westerling
akhirnya terbongkar. Atas perintah Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 5 April
1950 Sultan Hamid ditangkap. Atas perbuatannya Sultan Hamid II divonis hukuman
10 tahun penjara dipotong masa tahanan selama 1 tahun dan tidak boleh
dipekerjakan di luar penjara[25].
Sesudah proses peradilan terhadap Sultan Hamid II selesai bukan berarti
pemberontakan APRA yang merupakan bagian gerakan Westerling berakhir. Sisa-sisa
dari pendukung APRA lainnya, masih tetap berusaha menentang kedaulatan negara
Republik Indonesia Serikat yang baru berdiri. Sisa-sisa pendukung APRA
menggabungkan diri dengan nama NIGO (Nederland Indische Gerilya
Organisasi). Organisasi ini menggabungkan diri dengan gerombolan DI/TII //di
Jawa Barat terutama DI/TII dibawah pimpinan Ahmad Sungkawa. Beberapa tokoh NIGO
yang terkenal HYG Schindt dan LNJ Jungschlager. Berkat kesiapsiagaan TNI dan
Polri kedua tokoh NIGO itu dapat ditangkap pada tahun 1954. Setelah kedua tokoh
itu ditangkap pupus sudah perlawanan sisa-sisa APRA di Jawa Barat.
Daftar Sumber :
Persatuan Djaksa-djaksa
Seluruh Indonesia.1955. Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta : Fasco
Petrik Matanasi. 2007. Westerling Kudeta yang Gagal.
Yogyakarta: Media Pressindo
Sartono Kartodirdjo. 2005. Sejak Indische Sampai
Indonesia. Jakarta : Kompas
Dinas Sejarah Militer
TNI-AD,1979
Pusjarah AD, 1965
de Moor, Jaap A.
(1999). Westerling's Oorlog: Indonesië
1945-1950. Amsterdam: Balans . ISBN 90-5018-425-1 ISBN 9789050184250, dikutip dari Wikipedia, the free encyclopedia,
diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.07 WIB
Warta Indonesia tanggal
26 Januari 1950, dikuti dari Artikel Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di
Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply .com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01
History of Bandung,
dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Bandung,
diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.05 WIB
Embassy of the Republic of
Indonesia - Bangkok, Thailand, 2006.
National Movements, di kutip dari http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html, Pada tanggal, 28 April 2010, pukul 06.03 WIB
Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang
Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 ,
dikutip dari http://hermsylar.multiply.com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01
[2]
History
of Bandung, dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Bandung,
diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.05 WIB
[3] Embassy of the Republic of Indonesia -
Bangkok, Thailand, 2006. National
Movements, di kutip dari http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html, Pada tanggal,
28 April 2010, pukul 06.03 WIB
[5] Hermsylar,
Perlawanan
Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di Bandung 1950 ,
dikutip dari http://hermsylar.multiply.com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010, Pukul 06.01
[6]
de Moor,
Jaap A. (1999). Westerling's Oorlog:
Indonesië 1945-1950. Amsterdam: Balans . ISBN 90-5018-425-1 ISBN
9789050184250, dikutip dari Wikipedia, the free encyclopedia,
diakses pada tanggal 28 April 2010, pukul 06.07 WIB
[9]
KNIL : Koninklijk Netherlanndsche Indische Lager. Tentara Kerajaan Hindia
Belanda yang dibentuk pada tahun 1830 oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch.
Personelnya kebanyakan dari kalangan pribumi yang diambil dari berbagai suku di
Indonesia sepertio Ambon, Menado, Jawa dan lain sebagainya. Dalam Perang Dunia
II KNIL tidak berhasil mempertahankan Hindia Belanda dari invasi Jepang tahun
1942. Hampir seluruh personelnya ditawan oleh Jepang di kamp-kamp tawanan di
beberapa Negara yang tersebar di Asia Tenggara.
[11]
Persatuan Djaksa Djaksa Seluruh Indonesia, 1955. Proces peristiwa Sultan Hamid II , Fasco : Universitas Michigan , Didigitalkan 18 Jul 2007
[13] Embassy of the Republic
of Indonesia - Bangkok, Thailand,
2006. National
Movements, di kutip dari http://www.kbri-bangkok.com/about_indonesia/history_05.html, Pada tanggal,
28 April 2010, pukul 06.03 WIB
[15]
Asbeck Brusse adalah
komandan Veldpolitie (polisi lapangan semacam Brigade mobil milik kepolisian
Republik Indonesia sekarang) Jakarta.
Brusse menawarkan diri melalui nayoan untuk bergabung dengan gerakan Westerling.
Lihat Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II,
Jakarta, Fasco Jakarta, 1955, hlm. 72
[20]
Rappard adalah bekas Letkol
TNI dari Brigade KRIS yang memiliki pasukan sebanyak 800 orang di Cikampek
[22]
Warta Indonesia tanggal
26 Januari 1950, dikuti dari Artikel Hermsylar, Perlawanan Angkatan Perang Ratu Adil (Apra) Di
Bandung 1950 , dikutip dari http://hermsylar.multiply .com/journal/item/8, pada tanggal 28 April 2010,
Pukul 06.01
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580
No comments:
Post a Comment