Ada tiga orang gembong Quraisy yang amat menyusahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam disebabkan sengitnya perlawanan mereka
terhadap da’wahnya dan siksaan mereka terhadap shahabatnya.
fakhrualbantani.blogspot.com |
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdo’a dan memohon kepada Tuhannya agar menurunkan adzabnya pada mereka.
Tiba-tiba sementara ia berdo’a dan memohon itu, turunlah wahyu atas kalbunya berupa ayat yang mulia ini:
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. (Q.S. 3 Ali Imran: 128)
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. (Q.S. 3 Ali Imran: 128)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memahami bahwa maksud ayat
itu ialah menyuruhnya agar menghentikan do’a untuk menyiksa mereka
serta menyerahkan urusan mereka kepada Allah semata. Kemungkinan,
mereka tetap berada dalam keaniayaan hingga akan menerima adzab-Nya.
Atau mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka hingga akan
mempereroleh rahmat karunia-Nya ….
Maka ‘Amr bin ‘Ash adalah salah satu dari ketiga orang tersebut.
Allah memilihkan bagi mereka jalan untuk bertaubat dan menerima rahmat,
maka ditunjukiNya mereka jalan untuk menganut Islam, dan ‘Amr bin ‘Ash
pun beralih rupa menjadi seorang Muslim pejuang, dan salah seorang
panglima yang gagah berani. …
Dan bagaimana pun juga sebagian dari pendiriannya yang arah
pandangannya tak dapat kita terima, namun peranannya sebagai seorang
shahabat yang mulia, yang telah memberi dan berbuat jasa, berjuang dan
berusaha, akan selalu membuka mata dan hati kita terhadap dirinya ….
Dan di sini di bumi Mesir sendiri, orang-orang yang memandang Islam
itu adalah Agama yang lurus dan mulia, dan melihat pada diri Rasulnya
shallallahu ‘alaihi wasallam rahmat dan ni’mat serta karunia, serta
penyampai kebenaran utama, yang menyeru kepada Allah berdasarkan
pemikiran dan mengilhami kehidupan ini dengan sebagian besar dari
kebenaran dan ketaqwaan… , orang-orang yang beriman itu akan memendam
rasa cinta kasih kepada laki-laki, yang oleh taqdir dijadikan alat-alat
bagaimanapun untuk memberikan Islam ke haribaan Mesir, dan menyerahkan
Mesir ke pangkuan Islam … ! Maka alangkah tinggi nilai hadiah itu, dan
alangkah besar jasa Pemberinya … ! Sementara laki-laki yang menjadi
taqdir dan dicintai oleh mereka itu, itulah dia ‘Amr bin ‘Ash
radhiyallahu ‘anhu.
Para muarrikh atau ahli-ahli sejarah biasa menggelari ‘Amr
radhiyallahu ‘anhu dengan “Penakluk Mesir”. Tetapi, menurut kita gelar
ini tidaklah tepat dan bukan pada tempatnya. Mungkin gelar yang paling
tepat untuk ‘Amr radhiyallahu ‘anhu ini dengan memanggilnya “Pembebas
Mesir”. Islam membuka negeri itu bukanlah menurut pengertian yang lazim
digunakan di masa modern ini, tetapi maksudnya tiada lain ialah
membebaskannya dari cengkraman dua kerajaan besar yang menimpakan
kepada negeri ini serta rakyatnya perbudakan dan penindasan yang
dahsyat, yaitu imperium Persi dan Romawi ….
Mesir sendiri, ketika pasukan perintis tentara Islam memasuki
wilayahnya, merupakan jajahan dari Romawi, sementara perjuangan
penduduk untuk menentangnya tidak membuahkan hasil apa-apa …. Maka
tatkala dari tapal batas kerajaan-kerajaan itu bergema suara takbir
dari pasukan-pasukan yang beriman: “Allahu Akbar, Allahu Akbar …. “,
mereka pun dengan berduyun-duyun segera menuju fajar yang baru terbit
itu lalu memeluk Agama Islam yang dengannya mereka menemukan kebebasan
mereka dari kekuasaan kisra maupun kaisar.
Jika demikian halnya, ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu bersama anak
buahnya tidaklah menaklukkan Mesir! Mereka hanyalah merintis serta
membuka jalan bagi Mesir agar dapat mencapai tujuannya dengan kebenaran
dan mengikat norma dan peraturan-peraturannya dengan keadilan, serta
menempatkan diri dan hakikatnya dalam cahaya kalimat-kalimat Ilahi dan
dalam prinsip-prinsip Islami… !
‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, amat berharap sekali akan dapat
menghindarkan penduduk Mesir dan orang-orang Kopti dari peperang agar
pertempuran terbatas antaranya dengan tentara Romawi saja, yang telah
menduduki negeri orang secara tidak sah, dan mencuri harta penduduk
dengan sewenang-wenang ….
Oleh sebab itulah kita dapati ia berbicara ketika itu kepada
pemuka-pemuka golongan Nasrani dan uskup-uskup besar mereka, katanya:
“Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam membawa kebenaran dan menitahkan kebenaran itu …. Dan
sesungguhnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah menunaikan tugas
risalahnya kemudian berpulang setelah meninggalkan kami di jalan lurus
terang benderang.
Di antara perintah-perintah yang disampaikannya kepada kami ialah
memberikan kemudahan bagi manusia. Maka kami menyeru kalian kepada
Islam ….Barang siapa yang memenuhi seruan kami, maka ia termasuk
golongan kami, beroleh hak seperti hak-hak kami dan memikul kewajiban
seperti kewajiban-kewajiban kami …. dan barang siapa yang tidak
memenuhi seruan kami itu, kami tawarkan membayar pajak, dan kami
berikan padanya keamanan serta perlindungan. Dan sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam kami telah memberitakan bahwa Mesir akan
menjadi tanggung jawab kami untuk membebaskannya dari penjajah, dan
diwasiatkannya kepada kami agar berlaku baik terhadap penduduknya,
sabdanya: -
“Sepeninggalku nanti, Mesir, menjadi kewajiban kalian untuk
membebaskannya, maka perlakukanlah penduduknya dengan baik, karena
mereka masih mempunyai ikatan dan hubungan kekeluargaan dengan kita …
!”‘) HR. Muslim (1)
Maka jika kalian memenuhi seruan kami ini, hubungan kita semakin kuat dan bertambah erat … !”
‘Amr radhiyallahu ‘anhu menyudahi ucapannya, dan sebagian uskup dan
pendeta menyerukan: “Sesungguhnya hubungan silaturrahmi yang
diwasiatkan Nabimu shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah suatu
pendekatan dengan pandangan jauh, yang tak mungkin disuruh hubungkan
kecuali oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam… !”
Percakapan ini merupakan permulaan yang baik untuk tercapainya
saling pengertian yang diharapkan antara ‘Amr radhiyallahu ‘anhu dan
orang Kopti penduduk Mesir, walau panglima-panglima Romawi berusaha
untuk menggagalkannya ….
‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu tidaklah termasuk angkatan pertama
yang masuk Islam. Ia baru masuk Islam bersama Khalid bin Walid
radhiyallahu ‘anhu tidak lama sebelum dibebaskannya kota Mekah ….
Anehnya keislamannya itu diawali dengan bimbingan Negus raja Habsyi.
Sebabnya ialah karena Negus ini kenal dan menaruh rasa hormat terhadap
‘Amr radhiyallahu ‘anhu yang sering bolak-balik ke Habsyi dan
mempersembahkan barang-barang berharga sebagai hadiah bagi raja …. Di
waktu kunjungannya yang terakhir ke negeri itu, tersebutlah berita
munculnya Rasul yang menyebarkan tauhid dan akhlaq mulia di tanah Arab.
(1) Hadits tersebut memberi petunjuk bahwa orang-orang Kopti di
Mesir merupakan paman-paman dari Ismail shallallahu ‘alaihi wasallam.
…. Karena ibunda Ismail Siti Hajar seorang wanita warga Mesir, diambil
oleh Ibrahim shallallahu ‘alaihi wasallam. menjadi isterinya, sewaktu
ia datang ke Mesir dan diberi hadiah oleh Fir’aun dan kemudian
melahirkan Ismail ‘alaihissalam….
Maharaja Habsyi itu menanyakan kepada ‘Amr radhiyallahu ‘anhu kenapa
ia tak hendak beriman dan mengikutinya, padahal orang itu benar-benar
utusan Allah? “Benarkah begitu…?” tanya ‘Amr radhiyallahu ‘anhu kepada
Negus. “Benar”, ujar Negus, “Turutlah petunjukku, hai ‘Amr dan ikutilah
dia ! Sungguh dan demi Allah, ia adalah di atas kebenaran dan akan
mengalahkan orang-orang yang menentangnya… !”
Secepatnya ‘Amr radhiyallahu ‘anhu terjun mengarungi lautan kembali
ke kampung halamannya, lalu mengarahkan langkahnya menuju Madinah untuk
menyerahkan diri kepada Allah Robbul’alamin.
Dalam perjalanan ke Madinah itu ia bertemu dengan Khalid bin Walid
radhiyallahu ‘anhu dan Utsman bin Thalhah, yang juga datang dari Mekah
dengan maksud hendak bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Demi Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ketiga orang itu
datang, wajahnya pun berseri-seri, lalu katanya pada
shahabat-shahabatnya : “Mekah telah melepas jantung-jantung hatinya
kepada kita …. ” Mula-mula tampil Khalid radhiyallahu ‘anhu dan
mengangkat bai’at. Kemudian majulah ‘Amr radhiyallahu ‘anhu dan
katanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam … ! Aku akan
bai’at kepada anda, asal saja Allah mengampuni dosa-dosaku yang
terdahulu … !”
Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Hai ‘Amr! Bai’atlah, karena Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya … !”
‘Amr radhiyallahu ‘anhu pun bai’at, dan diletakkannya kecerdikan dan
keberaniannya dalam darmabaktinya kepada Agamanya yang baru ….
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpindah ke Rafiqul
A’la, ‘Amr radhiyallahu ‘anhu sedang berada di Oman menjadi
gubernurnya. Dan di masa pemerintah Umar radhiyallahu ‘anhu,
jasa-jasanya dapat disaksikan dalam peperangan-peperangan di Syria,
kemudian dalam membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi.
Wahai, kenapa ‘Amr bin ‘Ash tidak menahan ambisi pribadinya untuk
dapat berkuasa! Seandainya demikian, tentulah ia akan dapat mengatasi
dengan mudah sebagian kesulitan yang dialaminya disebabkan ambisinya
ini … !
Tetapi ambisinya ingin berkuasa ini, sampai suatu batas tertentu,
hanyalah merupakan gambaran lahir dari tabiat bathinnya yang bergejolak
dan dipenuhi bakat … !
Bahkan bentuk tubuh, cara berjalan dan bercakapnya, memberi isyarat
bahwa ia diciptakan untuk menjadi amir atau penguasa … ! Hingga pernah
diriwayatkan bahwa pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab
radhiyallahu ‘anhu melihatnya datang. Ia tersenyum melihat caranya
berjalan itu, lalu katanya: “Tidak pantas bagi Abu Abdillah untuk
berjalan di muka bumi kecuali sebagai amir … !”
Sungguh, sebenarnya ‘Amr atau Abu Abdillah tidak mengurangkan hak
dirinya ini … ! Bahkan ketika bahaya-bahaya besar datang mengancam Kaum
Muslimin, ‘Amr radhiyallahu ‘anhu menghadapi peristiwa-peristiwa itu
dengan cara seorang amir … seorang amir yang cerdik dan licin serta
berkemampuan, menyebabkannya percaya akan dirinya, serta yakin akan
keunggulannya … !
Tetapi di samping itu ia juga memiliki sifat amanat, menyebabkan
Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu -seorang yang terkenal amat teliti
dalam memilih gubernur-gubernurnya – menetapkannya sebagai gubernur di
Palestina dan Yordania, kemudian di Mesir selama hayatnya Amirul
Mu’minin ini ….
Bahkan ketika Amirul Mu’minin radhiyallahu ‘anhu mengetahui bahwa
‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dalam kesenangan hidup telah melampaui batas
yang telah digariskannya terhadap para pembesamya, dengan tujuan agar
taraf hidup mereka setingkat atau hampir setingkat dengan taraf hidup
umumnya rakyat biasa, maka khalifah tidaklah memecatnya, hanya
mengirimkan Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu dan
memerintahkannya agar membagi dua semua harta dan barang ‘Amr
radhiyallahu ‘anhu, lalu meninggalkan untuknya separohnya, sedang yang
separuhnya iagi hendaklah dibawanya ke Madinah untuk Baitul mal.
Seandainya Amirul Mu’minin radhiyallahu ‘anhu mengetahui bahwa
ambisi ‘Amr radhiyallahu ‘anhu terhadap kekuasaan sampai menyebabkannya
agak lalai terhadap tanggung jawabnya, tentulah jiwanya yang waspada
itu tidak akan membiarkannya memegang kekuasaan walau agak sekejap pun
… !
‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang berfikiran
tajam, cepat tanggap dan jauh pandang … hingga Amirul Mu’minin Umar
radhiyallahu ‘anhu, setiap ia melihat seorang yang singkat akal,
dipertepukkannya kedua telapak tangannya dengan keras karena herannya,
Seraya katanya:
“Subhanallah … ! Sesungguhnya Pencipta orang ini dan Pencipta ‘Amr
bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu hanyalah Tuhan Yang Tunggal, keduanya sama
benar … !”
Di samping itu ia juga seorang yang amat berani dan berkemauan keras….
Pada beberapa peristiwa dan suasana, keberaniannya itu disisipinya
dengan kelihaiannya, hingga disangka orang ia sebagai pengecut atau
penggugup. Padahal itu tiada lain dari tipu muslihat yang istimewa yang
oleh ‘Amr radhiyallahu ‘anhu digunakannya secara tepat dan dengan
kecerdikan mengagumkan untuk membebaskan dirinya dari bahaya yang
mengancam … !
Amirul Mu’minin Umar radhiyallahu ‘anhu mengenal bakat dan
kelebihannya ini sebaik-baiknya, serta menghitungkannya dengan
sepatutnya.
Oleh sebab itu sewaktu ia dikirimnya ke Syria sebelum pergi ke
Mesir, dikatakan orang kepada Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa tentara
Romawi dipimpin oleh Arthabon, maksudnya panglima yang lihai dan gagah
berani.
Jawaban Umar radhiyallahu ‘anhu ialah: “Kita hadapkan arthabon
Romawi kepada arthabon Arab, dan baiklah kita saksikan nanti bagaimana
akhir kesudahannya Ternyata bahwa pertarungan itu berkesudahan dengan
kemenangan mutlak bagi arthabon Arab dan ahli tipu muslihat mereka yang
ulung ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, sehingga arthabon Romawi,
meninggalkan tentaranya menderita kekalahan dan meluputkan diri ke
Mesir …, yang tak lama antaranya akan disusul oleh ‘Amr radhiyallahu
‘anhu ke negeri itu untuk membiarkan bendera dan panji-panji Islam di
angkasanya yang aman damai….
Tidak sedikit peristiwa, di mana kecerdikan dan kelicinan ‘Amr
radhiyallahu ‘anhu menonjol dengan gemilang! Dalam hal ini kita tidak
memasukkan perbuatan sehubungan dengan Abu Musa al-’Asy’ari pada
peristiwa tahkim, yakni ketika kedua mereka menyetujui bahwa
masing-masing akan menanggalkan Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhuma
dari jabatan mereka, agar urusan itu dikembalikan kepada Kaum Muslimin
untuk mereka musyawarahkan bersama. Ternyata Abu Musa radhiyallahu
‘anhu melaksanakan hasil persetujuan tersebut, sementara ‘Amr
radhiyallahu ‘anhu tidak melaksanakannya ….
Sekiranya kita ingin menyaksikan bagaimana kelicinan serta kesigapan
tanggapnya, maka pada peristiwa yang dialaminya bersama komandan
benteng Babilon di saat peperangannya dengan orang-orang Romawi di
Mesir, atau menurut riwayat-riwayat lain, bersama arthabon Romawi di
pertempuran Yarmuk di Syria … !
Yakni ketika ia diundang oleh komandan benteng atau oleh arthabon
untuk berunding, dan sementara itu komandan Romawi telah menyuruh
beberapa orang anak buahnya untuk menggulingkan batu besar ke atas
kepalanya sewaktu ia hendak pulang meninggalkan benteng itu, sementara
segala sesuatu dipersiapkan, agar rencana tersebut dapat berjalan
lancar dan menghasilkan apa yang dimaksud mereka ….
‘Amr pun berangkat menemui komandan, tanpa sedikit pun menaruh curiga, dan setelah berunding mereka berpisahlah.
Tiba-tiba dalam perjalanannya ke luar benteng, terkilaslah olehnya di atas tembok, gerakan yang mencurigakan, hingga membangkitkan gerakan refleknya dengan amat cepatnya, dan dengan tangkas berhasil menghindarkan diri dengan cara yang mengagumkan ….
Dan sekarang ia kembali mendapatkan komandan benteng dengan
langkah-langkah yang tepat dan tegap serta kesadaran tinggi yang tak
pernah goyah, seolah-olah ia tak dapat dikejutkan oleh sesuatu pun dan
tidak dapat dipengaruhi oleh rasa curiga Kemudian ia masuk ke dalam,
lalu katanya kepada komandan: “timbul dalam hatiku suatu fikiran yang
ingin kusampaikan kepada anda sekarang ini ….. Di pos komandoku
sekarang ini sedang menunggu segolongan shahabat Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam angkatan pertama masuk Islam, yang pendapat mereka
biasa didengar oleh Amirul Mu’minin radhiyallahu ‘anhu untuk mengambil
sesuatu keputusan penting. Bahkan setiap mengirim tentara, mereka
selalu diikutsertakan untuk mengawasi tindakan tentara dan
langkah-langkah yang mereka ambil. Maka maksudku hendak membawa mereka
ke sini agar dapat mendengar dari mulut anda apa yang telah kudengar,
hingga mereka beroleh penjelasan yang sebaik-baiknya mengenai urusan
kita ini … !”
Komandan Romawi itu secara bersahaja maklum karena nasib mujurnya,
‘Amr lolos dari lobang jarum, dengan sikap gembira ia menyetujui usul
‘Amr radhiyallahu ‘anhu, hingga bila ‘Amr radhiyallahu ‘anhu nanti
kembali dengan sejumlah besar pimpinan dan panglima Islam pilihan, ia
akan dapat menjebak mereka semua, daripada hanya ‘Amr seorang Dan
secara sembunyi-sembunyi hingga tidak diketahui oleh ‘Amr,
dipertahankannyalah untuk tidak mengganggu ‘Amr dan menyiapkan kembali
perangkap yang disediakan untuk panglima Islam tadi, guna menghabisi
para pemimpin mereka yang utama ….
Lalu dilepasnya ‘Amr dengan besar hati, dan disalaminya amat hangat
sekali …, disambut oleh ahli siasat dan tipu muslihat Arab itu dengan
tertawa dalam hati ….
Dan di waktu subuh keesokan harinya, dengan memacu kudanya yang
meringkik keras dengan nada bangga dan mengejek, ‘Amr radhiyallahu
‘anhu kembali memimpin tentaranya menuju benteng.
Memang, kuda itu merupakan suatu makhluq lain yang banyak mengetahui kelihaian dan kecerdikan tuannya … !
Dan pada tahun ke-43 Hijrah, wafatlah ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu
‘anhu di Mesir, sewaktu ia menjadi gubernur di sana…. Di saat-saat
kepergiannya itu, ia mengemukakan riwayat hidupnya, itu secara
bersahaja maklum bahwa kepergiannya katanya: “Pada mulanya aku ini
seorang kafir, dan orang yang amat keras sekali terhadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam hingga seandainya aku meninggal pada saat
itu, pastilah masuk neraka … !
Kemudian aku bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
maka tak seorang pun di antara manusia yang lebih kucintai, dan lebih
mulia dalam pandangan mataku, daripada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam Dan seandainya aku diminta untuk melukiskannya, maka aku tidak
sanggup karena disebabkan hormatku kepadanya, aku tak kuasa menatapnya
sepenuh mataku … !
Maka seandainya aku meninggal pada saat itu, besar harapan akan
menjadi penduduk surga Kemudian setelah itu, aku diberi ujian dengan
beroleh kekuasaan begitupun dengan hal-hal lain. Aku tidak tahu, apakah
ujian itu akan membawa keuntungan bagi diriku ataukah kerugian… !”
Lalu diangkatnya kepalanya ke arah langit dengan hati yang tunduk,
sambil bermunajat kepada Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha Pengasih,
katanya: “Ya Allah, daku ini orang yang tak luput dari kesalahan, maka
mohon dimaafkan Daku tak sunyi dari kelemahan, maka mohon diberi
pertolongan… ! Sekiranya daku tidak beroleh rahmat karunia-Mu, pasti
celakalah nasibku… !”
Demikianlah ia asyik dalam bermohon dan berhina diri hingga akhirnya
ruhnya naik ke langit tinggi, di sisi Allah Rabbul- ‘izzatl, sementara
akhir ucapan penutup hayatnya, ialah : La ilaha illallah ….
Di pangkuan bumi Mesir, negeri yang diperkenalkannya dengan ajaran Islam itu, bersemayamlah tubuh kasamya….
Dan di atas tanahnya yang keras, majlisnya yang selama ini
digunakannya untuk mengajar, mengadili dan mengendalikan pemerintahan,
masih tegak berdiri melalui kurun waktu, dinaungi oleh atap mesjidnya
yang telah berusia lanjut “Jami’u ‘Amr”, yakni mesjid yang mula pertama
didirikan di Mesir, yang disebut di dalamnya asma Allah Yang Tunggal
lagi Esa serta dikumandangkan ke setiap pojoknya dari atas mimbarnya
kaiimat-kalimat Allah serta pokok-pokok Agama Islam ….
dikutip dari : http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/30/amr-bin-ash/
No comments:
Post a Comment