kisahmuslim.com |
Saudah
binti Zam’ah, perempuan yang namanya tidak sepopuler istri-istri Nabi Muhammad
SAW seperti Khadijah binti Khuwailid dan Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Namun
kedudukannya sederajat, sama-sama mulia di sisi Allah dan Rasulullah. Dia ikut
berjihad di jalan Allah, dan termasuk perempuan yang hijrah dari Makkah ke
Habbasyah, lalu hijrah dari Makkah ke Madinah. Perjalanan hidupnya penuh dengan
keteladan yang patut diikuti, terutama kaum Muslimah.
Putri
dari Zam’ah bin Qais dan Syamusy binti Qais bin Zaid An-Najjariyyah ini berasal
dari suku Quraisy Amiriyah. Sejak kecil ia memiliki sifat-sifat menonjol yang
berbeda dibandingkan anggota keluarga yang lain.
Saudah
perempuan cerdas, dan memiliki wawasan luas. Kecemerlangan pikiran dan hatinya
menggiring Saudah mendapat hidayah. Dia cepat memahami ajaran Islam yang
diperkenalkan suaminya, Syukran bin Amr, yang mendapat hidayah saat Rasulullah
menyebarkan Islam terang-terangan.
Sayangnya,
keislaman Syukran bersama istri dan kaum Muslimin saat itu tidak mendapat
sambutan dari penganut agama nenek moyang. Mereka dihina, dianiaya, bahkan
dikucilkan dari keluarga. Dalam kondisi yang serba tertekan ini, Syukran
bersama kaum Muslimin mengadu kepada Rasulullah. Demi keselamatan mereka,
Rasulullah menyarankan segera hijrah dari Makkah ke Habbasyah. Nasehat tersebut
diamini, lalu mereka segera hijrah ke tempat yang disarankan Rasulullah.
Demi
Islam yang diyakini, Saudah mengikuti suami hijrah ke Habbasyah. Walaupun
perasaannya berat meninggalkan kampung halaman, termasuk ayah dan keluarganya
yang belum mendapat hidayah. Sebelumnya, sudah ada rombongan yang hijrah lebih
dulu ke Abbasyah, di antaranya Utsman bin Affan bersama istrinya Ruqayah binti
Muhammad SAW.
Singkatnya,
selama di Habbasyah mereka mendapat sambutan yang baik dari raja setempat.
Mereka menjadi tamu raja, padahal petinggi Habbasyah bukan pemeluk Islam. Kabar
mengejutkan sekaligus menggembirakan muncul ketika pemuka Quraisy yang
disegani, Umar bin Khathab, masuk Islam. Umat Islam di Habbasyah berharap bisa
kembali ke Makkah dan dijamin selamat dari gangguan kaum Quraisy.
Syukran
bin Amr dan Saudah termasuk rombongan yang ikut kembali ke Makkah. Di
perjalanan, suami Saudah yang juga anak dari pamannya ini jatuh sakit. Dia
meninggal dunia di tengah perjalanan dari Habbasyah menuju Makkah. Betapa
sedihnya Saudah kehilangan suami yang selalu bersamanya jihad di jalan Allah. Saudah
binti Zam'ah adalah perempuan pertama yang dinikahi Nabi Muhammad SAW setelah
Khadijah wafat.
Diriwayatkan,
saat itu para sahabat memerhatikan kesendirian Rasulullah sepeninggal istri
tercintanya. Barangkali dengan pernikahan dapat menghibur dan mengurus
Rasulullah, serta putri-putrinya. Namun, siapa yang berani menyampaikan usulan
tersebut kepada Rasulullah?
Khaulah
binti Hakim yang berani menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Berbagai sumber
menjelaskan, perempuan ini mengajukan nama Aisyah binti Abu Bakar sebagai calon
istri Nabi. Namun usianya masih kecil, sehingga baru dipinang lebih dulu, dan
menikahinya menunggu hingga cukup. Selama masa menunggu tersebut, Saudah yang
dipilih sebagai istri Rasulullah.
Dibandingkan
dengan Aisyah, Saudah binti Zam’ah jauh lebih tua. Usianya saat itu mencapai 55
tahun. Ia juga bukan perempuan yang kaya raya seperti Khadijah. Tubuhnya tinggi
besar, dan tidak cantik. Namun, Rasulullah tetap memilih Saudah sebagai
istrinya. Di mata Rasulullah, Saudah sosok perempuan yang sabar, mujahidah yang
ikut hijrah bersama kaum Muslimin, dan mampu menjadi pemimpin di rumah ayahnya
yang masih musyik.
Rasulullah
meminta Khaulah menyampaikan niat baiknya itu kepada Saudah. Ketika bertemu
Saudah, Khaulah dengan gembira berkata, "Apa gerangan yang telah engkau
perbuat sehingga Allah memberkahimu dengan nikmat yang sebesar ini?"
Saudah
tidak pernah memimpikan kehormatan sebesar itu, terutama setelah orang-orang
mencampakkan karena kematian suaminya. Saudah menyetujui pinangan Rasulullah,
dan meminta Khaulah menemui ayahnya, Zam’ah bin Qais. Pernikahan Rasulullah
dengan Saudah dilangsungkan dengan baik pada bulan Syawal tahun ke 10 Nubuwah.
Saudah
dikenal sebagai perempuan yang suka bersedekah dan berbudi luhur. Sedangkan
sebagai istri, dia suka menyenangkan suami dengan kesegaran candanya. Diriwayatkan
oleh Ibrahim An-Nakha’i, bahwasannya Saudah berkata kepada Rasulullah,
"Wahai Rasulullah, tadi malam aku shalat di belakangmu, ketika rukuk
punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku pegang hidungku karena
takut kalau keluar darah." Mendengar itu, Rasulullah tertawa.
Sebagai
ibu rumah tangga, Saudah tinggal kediaman Rasulullah sampai Aisyah datang
menjadi istri Nabi. Usianya yang sudah lanjut membuatnya ikhlas waktu
kebersamaan dengan Rasulullah diserahkan kepada Aisyah. Walaupun begitu, ia
tetap bekerja keras mengurus rumah hingga Nabi wafat.
Aisyah
sering menyebut kebaikan dan memuji Saudah. "Tidak seorang pun yang lebih
aku sukai dalam dirinya daripada Saudah binti Zam’ah, hanya saja dia agak keras
wataknya," kata Aisyah dalam sebuah riwayat.
Semasa
hidupnya, Saudah termasuk istri Rasulullah yang banyak menghafal dan
menyampaikan hadist-hadist Nabi. Ia wafat di akhir kekhalifahan Umar bin
Khathab di Madinah tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal, dia mewasiatkan
rumahnya kepada Aisyah.
Dikutip dari :
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/16/lzhb6
No comments:
Post a Comment