majalah.pengusahamuslim.com |
Begitu sedih diri ini ketika melihat
puluhan anak-anak kecil yang belum tahu kehidupan harus meminta-minta di
sepanjang jalan. Seolah dalam pikiran mereka tiap harinya hanya uang, uang dan
uang.Tak ada hak bagi mereka untuk menatap masa depan. Tak ada kesempatan untuk
mereka belajar dibangku sekolah. Yang ada
hanya ganasnya kehidupan jalanan yang harus mereka hadapi setiap saat.
Inilah potret kehidupan bangsa kita saat ini. Bangsa dimana 80 % lebih
penduduknya adalah kaum Muslimin.
Begitu perih diri ini ketika tak
mampu berbuat banyak untuk mereka. Seolah diri ini tak berguna apa-apa. Aku
lelah-lelah berkuliah, berorganisai pontang-panting kesana-kemari namun ketika
mereka menengadahkan tanganya di depan mata kita, hanya ada uang yang cukup
untuk makan hari. Aku tak punya banyak uang, karena jatah dari ayah Ibu hanya
cukup untuk keperluanku.
Begitu sakit dan sesak dada ini
ketika ada panggilan pengabdian kepada masyarakat diluar kota aku tak bisa
memenuhi seruan itu, karena jika aku ikut, esok juga tak bisa makan. Seolah aku
tak mampu berbuat banyak ketika masyarakat membutuhkan. Percuma aku di juluki
sebagai aktifis mahasiswa ketika masyarakat membutuhkan uluran tanganku, sementara
untuk makan hari ini saja aku kesusahan.
Begitu malu diri ini, hingga detik
ini aku masih mendapat kiriman uang dari bapak dan ibu di rumah. Uang yang tak
tahu aku dapatkan dari mana, akan tetapi ketika aku meminta mereka senantiasa
mencukupi. Mungkin dari jual pekarangan, jual sapi, jual sepeda motor atau
bahkan berhutang. Semuanya mereka lakukan agar aku tetap bisa kuliah dan
menjadi sarjana kebanggaan keluarga.
Tak peduli jika mereka harus keluar
begitu banyak tetesan keringan untuk mendapatkan uang. Tak peduli begitu banyak
luka yang meneteskan darah dari tubuhnya
ketika mereka bekerja. Tak peduli ketika mereka harus dihina dan dilecehkan orang
ketika mereka harus berhutang. Semuanya mereka lakukan hanya untuk mencukupi semua
keperluanku.
Ayah, Ibu, aku begitu malu pada
kalian. Malu tak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya tinggal memberi kabar uangku
habis. Tanpa banyak berkata engkau langsung mengatakan “nanti ayah kirim”. Aku
tinggal menunggu dan tak selang beberapa jam ATM sudah terisi lagi.
Aku malu saat itu ketika setiap
pekan aku harus meminta uang tiga ratus ribu. Mungkin bagi mereka tidak
seberapa ketika usaha keluarga omsetnya tinggi. Namun ketika usaha mereka
sedang sepi, aku juga tetap mendapatkan uang yang sama. Aku malu melihat diriku
yang hanya bisa meminta dan meminta.
Setidaknya itulah gambaran kondisi
kebanyakan mahasiswa Indonesia yang tak mampu survive dalam hal ekonomi. Jiwa
kemandirian kebanyakan mahasiswa masih sangat lemah karena pengaruh pendidikan
di indonesia yang membentuk mereka memiliki mental pekerja bukan mental
pemimpin. Kebanyakan maind set mahasiswa bekerja ditempat orang lain adalah
tujuan akhir bukan sarana untuk belajar dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Pola pikir ini telah membentuk
mereka menjadi pribadi-pribadi yang lemah secara kematangan pribadi. Mereka
senantiasa menggantungkan nasibnya kepada orang lain dari pada harus berjuang
mengembangkan potensi yang dimiliki. Sehingga wajar kecenderungan yang muncul
adalah, meskipun sudah menjadi mahasiswa yang notabenya manusia terpelajar
sampai lulus pun masih minta kiriman bulanan kepada orang tuanya. Karena mereka
hanya cerdas akan tetapi seperti yang dikatakan prof. Husain Haikal lemah
secara mental.
Lemah untuk berfikir berbeda dan
menciptakan sesuatu yang baru. Lemah untuk berani berbeda dan memodifikasi sesuatu
yang telah ada. Kebanyakan mahasiswa tidak menyadari bahwa pola pendidikan yang
mereka dapatkan saat ini secara tidak langsung sedang mengcreat mereka menjadi
pribadi yang lemah secara mental.
Pendidikan saat ini kebanyakan tidak
mengakomodir seseorang dengan kemampuannya bisa eksis di masyarakat. Namun
seolah semua diseragamkan, sehingga skill yang mereka miliki tidak dapat
berkembang. Dalam kondisi inilah akan lahir pribadi-pribadi yang mungkin unggul
secara intelektual akan tetapi lemah secara mental dan pas-pasan secara
kemampuan.
Sadar atau tidak sadar itulah yang
penulis rasakan. Mungkin berbeda dengan anda. Akan tetapi pada tulisan ini saya
ingin berangkat dari sebuah realita kemiskinan yang kita dapati saat ini. Di berbagai
media disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi kita naik, akan tetapi justru angka
kemiskinan dikalangan rakyat jelata bertambah. Hal ini terjadi karena
pertumbuhan ekonomi itu terjadi pada sisi makro sehingga hanya kalangan elit
pengusaha besar yang dapat menikmati perkembangan itu.
Dari sinilah kita dapat melihat kondisi
perekonomian kita bermasalah. Disisi lain tingkat kelulusan tenaga kerja tidak
diimbangi denga lapangan kerja baru. Sehingga belakangn muncul trend
pengangguran terdidik. Data survei Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) tahun
2009 saja, diungkapkan, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam
angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta orang atau sekitar 22,2 persen adalah
pengangguran.
Hal ini bisa terjadi karena berdasarkan
hasil penelitian, keberhasilan sesorang ditentukan oleh pendidikan formal hanya
sebesar 15% dan selebihnya 85% ditentukan sikap mental atau kepribadian. Hal
ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Husain haikal dalam berbagai
kesempatan diskusi dengan penulis. Jadi sangat wajar ketika saat ini banyak pengangguran
dari kalangan SARJANA.
Kesadaran ini harus dipahami oleh
seluruh elemen pendidikan terkait, termasuk mahasiswa. Tidak selamanya kita
menggantungkan nasib kita nanti kepada sebuah perusahaan ataupun instansi
pemerintahan. Karena tak sebanding tenaga kerja yang tersedia dibanding dengan
jumlah lowongan kerja yang ada.
Penulis ingin mengajak pembaca berada
dalam satu titik kesadaran yang sama bahwa solusi permasalahan ekonomi bangsa
ini sangat tegantung pada ekonomi riil masyarakat yang secara langsung akan
menghidupi masyarakat kelas bawah. Maka sudah saatnya untuk menuju kesana kita
sebagai mahasiswa harus berlatih mandiri secara finansial terlebih dahulu.
Sebelum semua terlambat, sebelum kita
mempunyai predikat pengangguran pasca lulus nanti maka mari kita bergerak. Status
kita sebagai mahasiswa sangat mendukung kita untuk melakukan sebuah upaya riil
untuk meunju kemandirian ekonomi. Fasilitas dan kemampuan kita dari segi
intelektualitas yang dimiliki sebagai seorang mahasiswa menjadi modal dari kita
mendirikan sebuah unit usaha riil. Begitu banyak pilihan sektor riil yang bisa
kita garap, mulai dari jasa distributor, jasa pelayanan loundry, foto copy,
kuliner dan lai-lain.
Peluang-peluang itu senantiasa ada. Dan
hal ini benar-benar sudah ada yang membuktikannya. Sebut saja salah satunya mas
Firmansyah SH lulusan Fakultas Hukum UGM, beliau berhasil mengolah singkong
(telo) yang merupakan makanan orang ndeso menjadi prodak bernilai ekonomis,
mulai dari tella kress, cokro telo dll. Sekarang omset usahanya sudah milliaran
dan bisa menyediakan lapangan pekerjaan baru. Atau sebut saja mas Agung Nugroho
pemilik simple free loundry yang sudah memiliki 168 cabang yang tersebar di seluruh kota di Indonesia. Atau
yang tidak jauh-jauh seorang mahasiswa UNY dari Fakultas Teknik mas muarif yang
sukses dengan usahanya kedai jamur. Diusia usahanya yang masih baru, saat ini
beliau sudah memiliki tiga cabang.
Masih banyak lagi wirausahawan-wirausahawan
muda mahasiswa yang mampu mandiri dan eksis di panggung ekonomi riil. Sehingga
pertanyaan saat ini jatuh pada diri kita. Mau sampai kapan kita berdiam diri
meratapi rasa malu kita yang senantiasa meminta uang bulanan kepada orang tua.
Atau sekarang saatnya beraksi riil?
Manfaatkan status kamu sebagai mahasiswa
saat ini, jangan sampai baru sadar ketika kamu sudah menjadi bagian dari
pengangguran terdidik di Indonesia. Menjadi bagian dari orang-orang yang
dimarginalkan dan dilecehkan. Tidak ada pengangguran yang enak saudaraku.
Dimana-mana pengangguran selalu dicemooh dan dihina oleh orang lain.
Masih mempunyai muka kah kita dihadapan
orang tua kita nanti ketika pekerjaan tak kita dapatkan? Tak sempat
terpikirkankah betapa mereka ingin berhenti sejenak menhidupi kita? Tak
sempatkah kau renungkan bahwa mereka juga ingin merasakan hasil dari kita
bekerja?
Saya yakin kondisi itu rekan-rekan bisa
merasakan. Setiap mahasiswa pasti mempunyai keinginan untuk membahagiakan orang
tua mereka. Sehingga pada point yang kedua penulis ingin mengajak pembaca
berada dalam suatu titik kesadaran bahwa apapun profesi anda saat ini, satu-satunya
profesi yang bisa membuat anda cepat kaya dan bermanfaat riil bagi orang lain
yang anda pekerjaan adalah sebagai enterpreneur.
Baginda nabi SAW pun Pernah bersabda “
Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah? ”Jawab beliau : Ialah
seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
bersih.” (HR. Al-Bazzar). Dalam riwayat lain Rasulullah pernah bersabda : “
Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli, dan
waktu menagih piutang.”Bahkan sejarah pun telah mencatat bahwa10 dari
Sahabat Rasulullah yang sudah di Jamin masuk Surga, 8 orang diantaranya adalah
Seorang enterpreneur.
Saat ini jadilah guru dan dosen yang
enterpreneur, jadilah karyawan yang enterpreneur, jadilah perawat dan dokter
yang enterpreneur. Kita hitung-hitungan secara matematis saja. Ketika anda
menjadi seorang guru atapun karyawan dengan gajih 2 juta setiap bulannya. Dengan
gajih segitu dibandingkan kebutuhan kita setelah kita berkeluarga nanti, apakah
masih ideal? Kapan anda mempunyai rumah sendiri? Kapan anda bisa membahagiakan
keluarga dengan mempunyai mobil pribadi sendiri? Kapan anda bisa menghajikan
orang tua? Atau berapa besar uang anda yang akan disisihkan untuk berinfak dan
berzakat?
Ippho santoso dalam sebuah bukunya
menyampaikan bahwa dunia enterpreneur adalah dunia ketidakpastian. Akan tetapi
justru ketidakpastian itulah bentuk rahmatnya (kasih sayangnya) Allah. Kenapa ?
Karena dunia bisnis itu tak ada angka minimal dan maksimal serta tak ada angka
tetap. Bisa jadi hari ini pendapatan kita sedikit, akan tetapi esok hari
pendapatan kita sepuluh kali lipat. Disinilah rahmatnya Allah berbicara, kita
tidak akan pernah menyangka pendapatan kita setiap harinya. Berbeda dengan kita
menjadi seorang guru ataupun karyawan yang penghasilanya tetap.
Secara tidak langsung kondisi yang penuh
ketidakpastian ini, akan mengcreat kita menjadi pribadi yang semangat dalam
bekerja dan berdoa kepada sang pemberi rizky. Kondisi ini akan membawa kita
memiliki etos kerja yang positif. Kita akan menjadi pribadi yang disiplin,
tanggung jawab, religius dan senang berbagi.
Karena etos kerja yang positif inilah
yang akan menentukan keberlangsungan usaha yang kita bangun. Sehingga tak heran
sekarang muncul kembali pengusaha-pengusaha Muslim yang kaya dan sangat
dermawan. Sebutlah AA Gym, Ustad Yusuf mansur dan yang tak kalah tenar mas Jody
pemilik waoeng steak. Mereka adalah contoh profil sukses enterpreneur Muslim
yang senantiasa berbagi dengan orang lain dan berinfak untuk agamanya.
Saat ini terserah kamu, mau memilih
jalan orang-orang yang biasa, atau orang orang luar biasa seperti mereka yang
mampu membuat dirinya kaya dan berbagi dengan orang lain. Jangan berfikir kita
ingin menjadi seorang guru ketika kita tidak punya ilmu. Jangan berfikir menjadi
seorang pelatih renang ketika kita tak bisa berenang. Jangan juga berfikir
menjadi seorang dermawan saat kita tak punya banyak uang.
Pada prinsipnya dermawan itu keharusan
dan kaya itu pilihan. Akan tetapi tanpa kekayaan kita tak dapat menjadi orang
yang dermawan. Sehingga mau tidak mau, suka atau tidak suka ketika kita ingin
membahagiakan banyak orang maka menjadi kayalah terlebih dahulu. Jadi Apapun
profesi kamu pastikan kamu adalah seorang enterpreneur !
By.
rief_fatih, mutiara kehidupan, 07 februari 2012
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista dan Bunda yang punya masalah seputar Kecantikan, kewanitaan dan kandungan:
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580
setuju dengan statement "pendidikan formal hanya sebesar 15% dan selebihnya 85% ditentukan sikap mental atau kepribadian". Ithink it's really good...
ReplyDelete