Potret
nyata sebuah keluarga yang berjuang melanjutkan kehidupan tanpa seorang ayah
Sebuah
karya sederhana dari rief_ fatih
airwan25.blogspot.com |
Hari ini adalah hari duka bagi Faiz
sekeluarga. Hari dimana tepat satu bulan kematian ayah Faiz. Kini semua terasa
berbeda, semua terasa lebih berat. Seolah semua beban harus menumpuk di punggung
ibunya. Dua orang saudara perempuan Faiz belum mempunyai pekerjaan tetap,
sementara dia juga masih kuliah di Yogyakarta.
Namaku lengkapnya Muhammad Faiz Zulfikar, seorang
mahasiswa ekonomi syariah sebuah kampus ternama di Yogyakarta. Saat ini ia
sudah 4 tahun menuntut ilmu di kampusnya. Aktifitasnya selain belajar di kampus
ia juga aktif diberbagai lembaga kemahasiswaan. Mulai dari lembaga dakwah
kampus di Fakultasnya sampai aktif di program pendampingan mentoring pendidikan
agama Islam.
Di kalangan rekan-rekan kelas dan organisasinya,
Faiz terkenal dengan sikapnya yang periang dan suka bercanda. Peribadinya yang
supel membuatnya mudah bergaul dengan semua orang. Termasuk para dosen,
karyawan dan pengurus masjid kampus. Kepribadianya itu telah membuatnya menjadi
sosok yang senantiasa dirindukan kehadirannya oleh rekan-rekannya yang lain.
Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa,
Faiz lebih memilih tinggal dipondok pesantren dari pada harus kos. Baginya
pondok pesantren lebih representatif untuk belajar. Selain itu juga ia berfikir
supaya dia mendapatkan ilmu ekonomi syariah di kampusnya tetapi ia juga akan
mendapatkan ilmu agama secara bersama-sama. Keputusanya ini mengandung
konsekwensi ia harus melakukan perjalanan lebih jauh dari pondok ke kampusnya.
Di keluarga, Faiz adalah anak laki-laki
satu-satunya. Sehingga mau tidak mau Faiz harus ikut menanggung beban keluarga.
Kepergian ayah benar-benar berdampak luar biasa pada kehidupan keluarganya.
Seolah membuat Fais dan ibunya harus menghadapinya sendiri tanpa seorang ayah
yang selama ini membersamai mereka.
Kini uang saku yang biasa Faiz dapatkan
setiap dua minggu sekali perlahan mulai jarang ia dapatkan. Beruntung saat itu
kakak perempuan Faiz yang masih bekerja sedikit banyak membantu. Namun hal itu
tidak berlangsung lama, kakaknya kemudian berhenti bekerja karena baru saja sakit
di jakarta. Kini tinggal Faiz, ibunya dan Aisyah adik perempuannya yang tinggal
di rumah.
Faiz pun hanya bisa dua minggu sekali
pulang dan membersamai mereka. Karena kondisi keuangan dan jarak yang tidak
memungkinkan Faiz pulang setiap hari. Terlebih saat ini Faiz harus mulai berjuang
mencari penghidupan sendiri. Karena kakaknya sudah tidak bekerja lagi.
Sementara ibunya yang sudah renta tak mungkin bisa menjahit lagi dan memberi
faiz uang saku. Jangankan memberi uang saku untuknya, untuk makan mereka saja
tak tahu dari mana.
Ayahlah yang selama ini bekerja
mencukupi kebutuhan keluarga. Karena kami juga tidak mempunyai sawah atau
ladang untuk penghidupan keluarga.
Beruntung Aisyah, adik perempuan Faiz saat ini sudah bisa menjahit dan
mulai menggantikan peran ibu menerima pesanan menjahit dari tetangga. Dari
situlah ibu dan adiknya mendapatkan rizky untuk makan di rumah.
Sementara Faiz yang berkuliah di jogja
juga belum bisa banyak membantu mereka. Pekerjaan sampingannya sebagai seorang
guru privat untuk beberapa orang anak SD dan SMP hanya cukup untuk memenuhi
keperluan hidupnya di tanah rantau. Semuanya serba pas-pasan dan tak tahu kapan
kondisi ini berakhir. Kadang hatinya terasa begitu sakit ketika membayangkan
ibu dan adiknya hari ini bisa makan atau tidak.
Pagi itu sebelum aku berangkat ke
Yogyakarta ibu memanggilku dari balik kamarnya yang nampak lengang pasca
meninggalnya ayah. Hatiku saat itu bergetar mendengar panggilanya yang lambut.
Batinku gelisah, tak tau kenapa. Seolah aku akan menghadapi sesuatu yang besar
yang akan merubah hidupku.
Ibu : Faiz, kesini sebentar nak, ada yang
ingin ibu sampaikan
Faiz : Iya ibu sebentar
Dengan hati yang semakin tak tenang perlahan Faiz mulai masuk kekamar
ibu
Ibu : Dengan penuh kelembuta, lisan sang ibu
mulai berucap. Kesini nak dekat ibu
Faiz, sekarang Faiz sudah semakin besar, kuliah Faiz sebentar lagi
selesai.
Ibu sangat bangga terhadapmu, karena kamu satu-satunya anak ibu yang
bisa
Kuliah. Dari situlah ibu berharap engkau bisa
segera lulus dan bekerja.
Faiz : Iya ibu, Insya Allah semester ini saya
sudah mulai menyusun skripsi
Ibu : Syukurlah ibu lega mendengarnya nak.
Mata sang ibu mulai berkaca dan dengan
penuh rasa haru ia melanjtkan beberapa patah kata.
Faiz setelah ayah meninggal semua terasa berbeda ya? Akan tetapi ibu
berharap Faiz
tetap tegar menjalani hidup ini. Allah pasti akan memudahkan
perjuanganmu untuk
menggapai semua cita-cita.
Faiz : Iya ibu, Faiz sudah ikhlas dengan
kepergian ayah.
Ibu : Faiz, tolong kamu simpan dan gunakan
kalung emas ini untuk keperluanmu di jogja.
Inilah yang tersisa dari keluarga kita. Namun kamu jangan pernah
khawatir, Isya
Allah, Rabb yang memberikan rizky kepada setiap makhluk yang bernyawa
tak akan
mebiarkan kita kelaparan. Sehingga kamu belajarlah yang rajin tak usah
memikirkan
biaya kuliah. Biar ibu saja yang bekerja menjahit di sini.
Faiz : Mendengarnya seolah langit runtuh dan
bumi berguncang. Hatinya terasa tercabik-
cabik sebagai satu-satunya anak laki-laki. Faiz memahami benar kondisi
ibu
yang saat itu sudah renta dan sering sakit-sakitan tak akan mendukungnya
melanjutkan pekerjaanya sebagi seorang penjahit. Dengan mata yang
berkaca dan
mulai
meneteskan air mata Faiz kemudian mengucap beberapa kalimat.
Ibu, Faiz sekarang sudah besar dan Faiz yakin bisa mencari uang sendiri
untuk
keperluan hidup dan kuliah di jogja. Ibu tidak perlu risau memikirkan
Faiz disana.
Isya Allah selain kuliah Faiz akan menjadi guru privat ibu.
Ibu : Kamu yakin nak? Apakah itu tidak akan
menganggu kuliah kamu?
Faiz : iya ibu, Faiz yakin bisa dan Isya Allah
tidak menganggu kuliah Faiz
Ibu : Ya sudah kalau kamu yakin, ibu percaya
dengan Faiz. Ibu hanya bisa berdoa,
semoga Allah membimbing dan melindungi setiap aktifitas yang kamu
lakukan nak.
Faiz : Iya ibu, mohon doa restunya Faiz pamit
Sembari mencium tangan sang ibu Faiz
kemudian perlahan mulai meninggalkan rumah untuk kembali ke jogja. Seolah saat
itu Faiz baru diberitahu kondisi keluarganya yang saat ini mempunyai masalah keuangan.
Dan dia merasa, tubuh renta sang ibu tak akan mampu bekerja lagi.
......
Sungguh kondisi yang sangat berbeda
dengan keadaan sebelum ayah sakit dan meninggal. Satu tahun yang lalu, ayahnya terkena stroke.
Tubuh kekarnya yang biasa ia gunakan untuk bekerja saat itu tak mampu lagi
digerakan. Selama satu tahun itu pula ayah Faiz tak bisa berbuat apa-apa.
Dalam kodisi ayah seperti itu, adik perempuan
Faiz yang baru lulus SMA sudah dilamar oleh seorang pria. Mereka sudah
sama-sama cocok dan pihak keluarga pun sudah sama-sama setuju untuk segera
dilangsungkan akad pernikahan. Namun ternyata kenyataan pahit yang harus
dihadapi adik perempuan Faiz. Kenyataan yang membuatnya sangat terpukul.
Keluarga Faiz tak punya biaya untuk
melaksanakan akad pernikahan. Kondisi ayah yang sudah tidak bekerja dan
beberapa kali harus opname di rumah sakit telah menghabiskan tabungan keluarga.
Saat itu Faiz sebagai seorang kakak tak mampu berbuat apa-apa. Hatinya remuk
seolah ditimpa segunung batu. Kebahagiaan adiknya harus tertunda karena masalah
biaya.
Beruntung adik perempuan Faiz bisa
menerima kenyataan ini dan mau bersabar menghadapinya. Sebagai seorang kakak
laki-laki satu-satunya, Faiz merasa gagal tak mampu menjadi seorang kakak yang
baik. Ditengah kegundahan hatinya, Faiz memutuskan untuk meminta bantuan kepada
teman-temanya di kampus. Ia berusaha pinjam uang dari satu teman ke teman yang
lain untuk keperluan pernikahan Aisyah adik tercintanya. Namun apa mau dikata,
angka kebutuhan uang yang cukup besar tak mampu ia dapatkan dari
teman-temannya.
Faiz merasa benar-benar terpukul dengan
keadaan ini. Ia tak berdaya apa-apa ditengah himpitan cobaan hidup. Namun Faiz
berupaya menguatkan dirinya dan berusaha membuat tegar sang adik. Dalam sebuah
percakapan kecil di ruang tamu ia berusaha menguatkan sang adik.
Faiz : Aisyah, kamu yang sabar ya
Ayah sekarang sudah tidak bekerja, sementara penghasilan ibu hanya bisa
untuk
makan sekeluarga. Dan aku sebagai mas kamu pun
belum mampu berbuat banyak
Aisyah : Iya mas, Aisyah paham ko
Faiz : Semoga Allah membalas kesabarnmu dengan
pahala yang berlimpah
Mas janji kalau Allah memberikan rizky suatu saat nanti, mas sendiri
yang akan
membiayai pernikahan kamu
Aisyah : Amin...amin, mas Faiz tidak perlu memikirkan
Aisyah, lebih penting mas
memikirkan kuliah mas agar cepat selesai dan dapat membantu ibu.
Masalah pernikahan Aisyah mas Faiz tidak perlu risau. Aisyah ikhlas jika
memang
calon suami Aisyah mas ma’ruf tidak mau menunggu dan menikah dengan
wanita
lain. Bagiku mas Faiz, ibu, ayah dan mba Diah adalah segalanya.
Keduanya hanyut dalam kesedihan, kedua
mata mereka berkaca-kaca seolah ingin menumpahkan bukti kasih sayang mereka.
Faiz memang dekat dengan semua anggota keluarga, tak terkecuali Aisyah adiknya.
Hari itu seolah menjadi pelajaran besar bagi Faiz yang dihadapkan dengan
permasalahan keluarganya.
Hari pun terus berlalu, kondisi ayah pun
tak kunjung membaik, sementara ibu sudah mulai sakit-sakitan termakan usia.
Hari itu Faiz yang sedang berada di Jogja mendengar kabar bahwa ayah sekarang
berada rumah sakit. Sakitnya semakin kritis, sehingga Ibu dan kelurga besar
Faiz harus membawanya ke rumah sakit. Malam itu juga Faiz harus pulang, karena
ayah meminta semua anaknya untuk berkumpul menemaninya.
Tanpa berfikir panjang, malam itu juga
Faiz harus pulang dengan diantar temanya yang kebetulan punya mobil. Dalam
perjalanan nampak Faiz begitu gelisah memikirkan kondisi ayahnya. Sesekali
temannya mencoba menguatkan Faiz.
Fahri : Yang sabar ya akhi Faiz (sebutan saudara
laki-laki), Insya Allah semua akan baik-
baik saja.
Faiz : Syukran akh, saya juga berharap begitu
Fahri : Dalam kondisi seperti ini hanya doa yang
yang bisa kita lakukan
Faiz : Iya akh, syukran
Tak banyak kata yang keluar dari
mulut Faiz. Fahri pun memahami karena kondisi hatinya sedang gelisah. Sesekali
Faiz terlihat membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan syair-sayair doa-doa untuk
ayahnya. Perjalanan malam itu menjadi bukti akan cinta kasih seorang anak
manusia kepada seorang ayah. Ayah yang selama ini membesarkan, mendidik dan
mencukupkan keperluanya harus terbaring lemas tak berdaya.
Malam itu terasa perjalanan begitu
panjang, perjalanan dari jogja menuju Purworejo tempat kelahiran Faiz. Terlihat
jelas keinginan Faiz untuk segera sampai menemui ayahnya. Sementara mba Diah
kakak tertuanya bersama suaminya juga sedang dalam perjalanan dari jakarta
menuju purworejo. Ibu, Aisyah dan semua keluarga besar menunggu kepulangan mereka
yang sedang diperantauan.
Tak lama kemudian penantian itu
tiba, mobil xenia hitam yang mengantarkan Faiz bersama beberapa orang temanya
sudah sampai ke parkiran rumah sakit daerah Purworejo. Seketika itu tanpa
berfikir panjang Faiz kemudian segera keruang mawar no. 07 tempat ayahnya
opname. Sesampainya disana terlihat banyak keluarga yang sedang menanti
kepulangan faiz dan mba Diah. Sementara terdengar lirih panggilan dari ayahnya
yang sedang terbaring. Orang yang selama ini menjadi kepala keluarga, saat ini
terlihat tak berdaya sedikitpun menahan sakit yang dideritanya.
Ayah : Faiz, kamu sudah datang nak?
Faiz : Iya ayah, ini Faiz ayah
Sembari mendekat Faiz kemudian mencium tangan sang ayah yang terbalut
saluran
Infus. Fahri dan beberapa teman Faiz ikut mencium tangan sang ayah.
Ayah : Siapa mereka nak?
Faiz : Ini temen-temen kuliahku ayah
Ayah : wah repot-repot jauh-jauh dari jogja datang
kesini
Fahri : Tidak ko pak Jogja Purworejo kan dekat,
Cuma 2 jam ko, sembari tersenyum
Malam yang semakin larut itu terasa
semakin menggelisahkan hati Faiz dan semua orang. Faiz merasa ada sesuatu yang
janggal pana malam itu. Mengapa ayahnya mengumpulkan semua anggota keluarga.
Sempat terlintas dipikiranya apakah ayah ingin pamintan dengan kita dan pergi
untuk selamanya? Pertanyaan itu senantiasa melintas dalam pikiranny. Namun Faiz
senantiasa mencoba menampik pemikiran itu dengan istigfar.
Sementara itu mba Diah masih dalam
perjalan, terakhir memberi kabar bahwa sudah sampai Banjarnegara, berarti
sekitar jam 04.00 baru sampai di Purworejo. Dalam kondisi seperti ini Faiz berupaya
mendekati ibu dan Aisyah untuk menguatkan mereka. Sesekali beberapa patah kata
keluar dari mereka yang hadir, akan tetapi perlahan membisu kembali. Kegundahan
hati mereka tak bisa ditutupi dengan kata yang tercucap dari bibir mereka.
Mereka hanya bisa berdoa dan berdoa untuk kesembuahan ayah Faiz.
Faiz kemudian meminta izin keluar
sejenak menuju masjid rumah sakit kepada ayah dan keluarganya. Sementara Fahri
dan dua orang tuanya ikut membersamainya. Terlihat kesedihan dari matanya yang
bekaca dan mukanya yang sayu. Faiz seolah tak kuat untuk menahan kesedihannya
di dalam ruangan. Ia lebih memilih mencurahkan semuanya kepada sang pemilik
kehidupan, Allah azza wa jalla.
Tak ada sepatah katapun yang Faiz
keluarkan dari lisannya kepada fahri dan rekan-rekannya. Mereka pun memaklumi
kondisi Faiz saat itu. Dalam kondisi yang semakin gelisah, Faiz mulai membasuh
sebagian anggota tubuhnya denga air wudhu. Perlahan perasaan damai di hatinya
mulai terasa seiring basuhan air wudhu di tubuhnya. Subhanallah, maha suci engkau ya Rabb yang menjadikan hati-hati ini
tenang dengan basuh air wudhu yang mensucikan.
Faiz bersama Fahri dan rekanya yang
lain kemudian mulai melakukan shalat tahajud secara sendiri-sendiri. Terlihat
khusuk penuh dengan kepasrahan, Faiz bermunajat pada Ilahi Rabbi. Mencurahkan
ketidakberdayaanya sebagai seorang manusia kepada Rabb penguasa kehidupan. Rabb
yang senantiasa menciptakan skenario terbaik bagi setiap makhluk yang bernyawa.
Selesai shalat tahajud dan witir,
Faiz kemudian berdoa panjang dan penuh penghayatan. Ia berusaha memohon kepasa
Allah SWT agar diberikan keputusan yang terbaik. Jika memang ayahnya masih
diberikan kesempatan untuk hidup, maka ia memohon untuk diberikan kesembuhan
dan Faiz sangat bersyukur terhadap nikmat itu. Namun jika memang hari ini
saatnya Allah yang menciptakan dan memanggil kembali setiap makhluk yang
bernyawa, ia ikhlas kalau ayahnya harus dipanggil saat itu. Ia ikhlas jika
keputusan itu adalah keputusan terbaik menurut Allah SWT.
Subhanallah,
maha suci Engkau ya Rabb yang telah membentuk Faiz menjadi pribadi yang shaleh.
Pribadi yang sayang dan peduli pada ayah dan keluarganya. Pribadi yang
menggantungkan semua urusan kepada Rabbnya. Tak lama kemudian datanglah Aisyah
yang memberi tahukan mba Diah sudah tiba dan ayah menginginkan semua anggota
keluarga berkumpul.
Saat itu Faiz sudah sipa menghadapi
semua kenyataan yang akan terjadi. Faiz akan berusaha tegar menghadapi
semuanya. Ruangan saat itu terasa hening dan penuh kecemasan. Sementara ibu
masih setia di dekat ayah menunjukan kasih sayangnya sebagai seorang istri.
Terlihat mba Diah bersama suaminya berada disebelah ayah persis. Sementara
seluruh keluarga besar ada yang sebagian menunggu di dalam dan di luar ruangan.
Aisyah dan Faiz kemudian beranjak dan mendekati sang ayah.
Dalam kondisinya yang semakin parah,
ayah hanya bisa mengucap sepatah kata secara pelahan-lahan. Suasana saat itu
begitu mengharukan, semua yang hadir mulai meneteskan air mata, tak terkecuali
Fahri dan rekan-rekan Faiz yang lain.
Ayah : Ibu hari ini ayah bahagia, ayah bisa
berkumpul dengan ibu, Diah, Faiz dan Aisyah
Ayah merasa, jarang kita bisa kumpul semua seperti ini
Ibu : Ibu juga bahagia ayah, melihat ayah
sangat gembira saat ini
Ibu bangga kepada semua anak-anak kita ayah.
Diah sekarang sudah berkelurga dan juga sudah bekerja di Jakarta
Faiz sebentar lagi mau jadi seorang sarjana
Dan Aisyah sekarang sudah bisa menjahit membantu ibu
Ayah : Iya ibu, ayah bangga kepada Diah, faiz dan
Aisyah
Meskipun dibawah keterbatas ayah yang tidak bisa mencukupi kebutuhan
kalian,
tapi tetap semangat berjuang.
Ayah terkadang malu ketika kalian harus bersusah payah bekerja,
sementara ayah
tak berdaya apa-apa.
Mba Diah, Faiz dan Aisyah hanya bisa mendengar
percakapan keduanya. Mereka begitu terharu mendengar curahan hati dari ayah dan
ibu. Tak kuasa menahan kesedihan mereka, air mata pun berlinang membasahi pipi.
Mereka semakin menyadari bahwa selama ini ayah dan ibu memberikan perhatian
yang luar biasa kepada mereka. Ayah dan ibu menyayangi semuanya tanpa ada yang
dibedakan satu sama lain. Dalam kondisi kesedihan mereka sang ayah kemudian
bertanya kepada mereka satu per-satu.
Ayah : Diah
Diah : Iya ayah
Ayah : Ayah bersyukur, ayah sudah menyelesaikan
kewajiban ayah untuk menikahkan
kamu denga suamimu. Ayah hanya bisa berdoa semoga kamu dan suamimu mampu
membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah. Layani suamimu
dengan
baik, karena dia adalah imammu yang harus kamu patuhi
Diah : Iya ayah, terimakasih atas doanya, Diah
akan melakukan apa yang ayah sampaikan
.....
Ayah : Faiz, kamu satu-satunya jagoan ayah di
rumah ini
Faiz : Iya ayah
Ayah : Kamu satu-satunya anak laki-laki ayah yang
mempunyai tanggung jawab lebih besar
terhadap keluarga nantinya
Faiz : Iya ayah, Faiz mengerti
Ayah : Ayah mohon maaf ketika tidak bisa membiayai
kuliahmu sampai akhir. Raga ayah
satu
tahun terakhir ini tak mampu menjadi penopang keinginan ayah untuk bekerja
dan mencari nafkah
Faiz : Faiz, memahai kondisi ayah dan tidak
sedikitpun faiz merasa kecewa dengan ayah
Ayah : Ayah hanya bisa medoakan supaya keinginanmu
untuk menjadi seorang sarjana
ekonomi Islam dapat tercapai, dapat mengharumkan nama keluarga dan ilmunya
dapat bermanfaat untuk orang lain disekitar kamu nak.
Faiz : amin..amin ya Rabb, mohon doa restunya
ayah
.....
Ayah : Aisyah, Putri kecil ayah yang paling cantik
Aisyah : Iya ayah, Aisyah di sini
Ayah : Ayah hanya mau berucap maaf kepadamu, ayah
tak berdaya apa-apa memenuhi
keinginanmu untuk menikah. Ayah merasa gagal sebagai seorang wali yang
mempunyai kewajiban menikahkan putra-putrinya. Kondisi ayah yang seperti
ini
seolah telah merampas hakmu untuk bahagia menikah dengan orang yang kamu
cintai. Maafkan ayah ya nak,
Aisyah : Ayah tak perlu khwatir, Aisyah bisa mengerti
dan menerima keadaan ini ko
.....
Ayah : Ibu, maafkan ayah
Ibu : Iya ayah, ibu juga minta maaf
Ayah : Ayah tak mampu menjalankan tugas sebagai
seorang imam dengan baik. Ayah tak
mampu berbuat banyak ketika raga ini sulit untuk ayah gerakan. Keinginan
membahagiakan ibu dan keluarga tak mampu ayah wujudkan. Ayah merasa malu
dan berdosa dengan ibu dan anak-anak.
Ibu : Ayah, ibu mengerti dengan keadaan saat
ini. Keadaan yang harus di jalani dengan
penuh
kesabaran. Isya Allah kondisi ini tak akan selamanya terjadi. Ibu bangga
memiliki seorang suami yang bertanggungjawab dan perhatian kepada ibu
dan anak-
anak.
Ayah
: Ayah lega mendengarnya, untuk semua
keluarga besar, pakde, bude, pak lik, bu’lik
sepupu dan keponakan serta semua yang hadir di sini, saya juga ingin
minta
maaf dikalau dalam bergaul dan berinteraksi
dengan semuanya saya menyakiti atau
melakukan kesalahan. Mohon maaf saya belum bisa menjadi anggota keluarga
yang
baik.
Para anggota keluarga dan semua yang
hadir tak mampu berucap kata-kata sedikitpun mendengar penyataan dari ayah Faiz.
Hanya luapan kesedihan yang dipancarkan dari setiap mata yang menteskan air
mata yang bisa mewakili isyarat tanda maaf mereka untuk ayah Faiz.
Ditengah kesedihan itu terdengar
gema suara adzan yang melantun dari seluruh arah. Terasa sejuk dan mendamaikan
setiap orang yang medengarnya. Ayah faiz kemudian menyampaikan keinginanya
untuk shalat subuh berjamaah bersama keluarga dan Faiz menjadi Imamnya.
Permintaan itu tak bisa ditolak oleh semua yang hadir, termasuk Faiz hanya
berusaha memenuhi setiap keinginan ayahnya.
Dalam kondisi keterbatasan ruang,
akhirnya shalat subuh pun dilakukan diruangan. Memang tidak muat untuk semua
orang yang hadir saat itu. Terhitung hanya sekitar delapan orang yang bisa
shalat berjamaah bersama ayah Faiz dan selebihnya melakukan shalat di masjid
rumah sakit.
Semua sudah berwudhu saat ini, tak
terkecuali ayah Faiz yang dengan susah payah di bantu sang paman. Mereka mulai
menempati posisi saff yang sudah disediakan ala kadarnya. Faiz sebagai imam dan
jamaah laki-laki berada disebelah kiri ayahnya. Sementara Ibu, Aisyah dan Mba
Diah berada di sebelah kanan Ayah.
Salah seorang diantara mereka
mengumandangkan Iqomat dan shalat subuh pun dimulai. Faiz dan semuanya terlihat
khusyuk menghayati setiap ayat yang dibacanya. Dalam dua rakkat itu Faiz
membacakan surat Asy Syam dan ad Dhuha. Dua syurat juz 30 dalam Al-Qur’an yang
berisi kebesaran Ilahi dan semua nikmat yang sudah Allah berikan. Sementara
kita sebagai manusia dituntut untu bersyukur dan menjalani hidup dengan ikhlas
dan tawakal.
Dua surat ini seolah menjadi tanda
perpisahan seorang anak manusia yang tak berdaya apa-apa ketika maut
menjemputnya. Ketika Allah sudah memberikan keputusannya maka tak ada seorang
makhlukpun yang terlepas darinya. Innalillahi
wa innailaihi raji’un, sesungguhnya setiapa yang bernyawa akan kebali
kepada Rabbnya.
Selepas berucap salam tak terdegar
lagi suara dari Ayah Faiz. Desah nafasnya tak terdengar lagi, sementara detak
jantungnya berhenti dan badanya semakin dingin. Seketika itu semua orang panik
dan berusaha memanggil dokter. Akan tetapi mau dikata apa lagi, inilah takdir
Allah, takdir dimana semua orang akan mengalaminya. Kematian yang tidak dapat
dihindari, kematian yang tak dapat ditunda satu detik pun ketika Allah sudah
berkehendak.
Faiz hanya bisa pasrah dan tawakal,
menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Telihat Faiz lebih tegar dibanding
keluarganya yang lain. Tubuh sang ayah saat ini tak mampu bergerak lagi,
semakin lama terasa semakin dingin, akan tetapi ada kebahagian yang luar biasa
yang dirasakan Faiz. Ayahnya meninggalkan senyum manis dibibirnya, senyum
perpisahan yang membahagiakan setiap orang yang melihatnya. Senyum yang mudah-mudahan
sebagai tanda sang ayah akan hidup bahagia di Syurga-Nya.
Semua keluarga saat itu larut dalam
kesedihan. Tak terkecuali Faiz, namun dia terlihat lebih tegar menerima
kenyataan ini dan beusaha menguatkan ibu Aisyah dan mba Diah. Saat itu juga ia sudah
mulai berfikir untuk segera memakamkan ayahnya. Dengan dibantu oleh seluruh
kelurga dan tetangga prosesi pemakan pun mulai di persiapkan.
Fahmi kemudian memberikan kabar
kepada semua rekan-rekan Faiz yang berada di Jogjakarta. Mulai dari rekan
kelas, pondok, organisasi dakwah kampus dan takmir masjid kampus. Ia
mengabarkan bahwa ayah faiz telah meninggal dunia pagi ini pukul 05.00, semoga
beliau diterima di sisi-Nya, diampuni segala dosa dan semua keluarga diberikan
kekuatan.
Semua rekan-rekan faiz yang
mendengar terkaget dan seolah tak percaya dengan kabar ini. Mereka kemudian
tanpa berfikir panjang segera mempersiapkan diri dan melakukan takziah di rumah
faiz. Sebagian mereka ada yang menggunakan sepeda motor sebagian ada yang
menggunakan mobil. Mereka semua ingin menyampaikan bela sungkawanya kepada Faiz
sekelurga secara langsung.
Rangakain upacara pemakaman pun
berjalanan lancar. Semua jamaah laki-laki yang hadir ikut menyolatkan sementara
jamaah putri melakukan doa tersendiri. Sebagian mereka yang hadir ada yang ikut
sampai ke pemakaman, namun sebagian yang lain mohon pamit terlebih dahulu
kepada faiz dan keluarganya.
.....
Masih terngiang jelas di benak Faiz
kejadian satu bulan yang lalu. Kini saatnya dia harus melanjutkan hidup.
Melanjutkan peran sebagai seorang anak laki-laki satu-satunya, sebagai seorang
mahasiswa, sebagai seorang santri, dan sebagai seorang aktifis dakwah di kampusnya.
Kondisi ibu saat ini sering
mengalami sakit. Sementara Aisyah semakin hari semakin terampil dalam menjahit.
Faiz bersyukur dengan ketrampilan adiknya, ia bisa mencukupi kebutuhannya
sendiri dan Ibunya di Purworejo. Sementara faiz juga harus berjuang sendiri
memenuhi segala kebutuhannya di Jogjakarta.
Kondisi Ibu yang sering sakit saat
ini menuntut faiz untuk sering-sering pulang menjenguknya. Hasil kerjanya
sebagai seorang guru privat senantiasa ia gunakan untuk tranportasi dan
sesekali membelikan buah tangan untuk ibunnya. Namun satu hal nya paling luar
biasa yng diperlihatkan oleh ibunya adalah. Ia tidak pernah mengeluhkan kondisi
badanya yang sedang sakit di depan anak-anaknya.
Ibu menahan rasa sakitnya didepan
kami untuk tidak membuat kami khawatir. Sesekali ketika Faiz pulang ia memijit
ibunya hingga lelap tertidur. Semantara setiap Faiz pulang Ibu senantiasa
menanyakan keadaanya di Jogja sana. Apakah engkau baik-baik saja nak? Kamu
setiap hari makan apa nak? Ada kah kesulitan disana?
Seoalah ingin menunjukan curahan kasih
sayang setiap saat kepada Faiz ibu senantiasa menanyakan keadaan Faiz. Padahal
disisi lain ia harus menahan rasa sakitnya yang sudah semakin parah. Sakit
paru-parunya dari waktu-kewaktu menggerogoti tubuhnya yang semakin rapuh. Namun
sungguh mulia dan luarbiasanya jiwa seorang ibu ia tak pernah mengeluh di
hadapan anaknya. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Ia senantiasa
menanamkan sikap optimis untuk tetap berjuang mengapai cita-cita pada anaknya.
Tak
ada yang bisa menandingi kasih sayang seorang ibu. Jika seluruh kebaikan
seluruh anak manusia didunia ini dikumpulkan pun niscaya tak akan pernah mampu
menandingi kebaikan seorang ibu. Karena jasa tangan-tangan ibulah, kita
sekarang bisa melihat indahnya kehidupan. Karena hasil didikan ibulah, kita
tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Juga karena jasa ibulah,
kita menjadi orang yang berhasil di dunia ini.
Faiz menyadari jasa ibu yang begitu
besar kepadanya tak akan pernah mampu ia menggantinya. Sehingga ikhtiar
terkahir ditengah kondisinya yang juga harus mencari penghidupan sendiri di
tempat menimba ilmunya ia senantiasa menyempatkan pulang dua pekan sekali untuk
menjenguk ibu dan adiknya. Baginya satu malam menginap di rumah sudah cukup
untuk memastikan kondisi ibu baik-baik saja. Satu hari bersama keluarganya
benar-benar ia maksimalkan untuk menyayangi mereka. Ia berharap, mudah-mudahan
dengan upaya yang ia lakukan saat ini bisa membahagiakan Aisyah dan ibu dikala
ia masih hidup.
Seutas Tali Cinta dari Faiz
dipersembahkan untuk ibu dan almarhum ayanya. Seutas tali Cinta yang semoga
bisa menjadi akhir yang manis menyambut sisa usia ibunya yang tersisa. Seutas
tali cinta yang senantiasa akan Faiz kenang untuk menemai perjalan hidupnya.
Menjadi pengingat disaat ia lalai dan menjadi motivasi dikala ia lemah.
.....
Inilah
seutas cinta untuk ibu dan ayah.
.....
Saat
ini aku semakin yakin dengan takdir Allah memanggil ayahku adalah keputusan
terbaik
Aku
tak tega, jikalau tubuh yang selama ini menghidupi aku dan keluargaku,
Harus
menahan sakit dimakan penyakitnya
Hatiku
terasa tersayat-sayat ketika melihat ayahku tak berdaya menahan penyakitnya
......
Aku
bersyukur, selepas kepergian ayah aku masih menemukan sosoknya
Melalui
ibuku lah sosok ayah yang mempunyai segudang mimpi dan motivasi aku dapatkan
Ayahku
mungkin bukan seorang yang terdidik
Begitu
pula ibuku yang hanya tamatan sekolah dasar
......
Akan
tetapi bagiku, merekalah sarjana kehidupan yang sesungguhnya
Mereka
mendapatkan mimpi dan motivasi untuk anaknya dari perjalanan getir hidup mereka
Mereka
senantiasa menginginkan kami menjadi orang-orang yang berhasil
Menjadi
pribadi yang tidak dilecehkan oleh orang lain karena miskin
Menjadi
anak yang senantiasa memberi manfaat untuk orang lain.
Menjadi
anak yang bisa mengangkat derajat keluarga di masyarakat maupun di mata Allah
......
Merekalah
sarjana kehidupan bagiku
Kini
sarjana kehidupan itu terlihat jelas semuanya ada di dalam diri ibu
Sosok
yang tak pernah mengeluh dan putus asa dalam menjalani hidup
Sosok
yang senantiasa mengispirasi ditengah rasa sakitnya
Sosok
yang sentiasa mencurahkan kasih sayangnya, meskipun ia menahan luka
......
Ibu
yang senantiasa aku rindukan senyumya dan ayah yang semoga damai di surga-Nya
Aku
berjanji tak akan menyia-nyiakan semua pengorbanan ibu dan almarhum ayah
Aku
akan berusaha menggapai semua keinginan ibu dan ayah
Bekal
terbaik bagiku adalah untaian setiap doa kalian
.....
Ibu,
mungkin Aku tak sehebat Soekarno dan Hatta
Tak
semashur tokoh-tokoh dunia
Namun
dalam hati kecilku senantiasa terselip keinginan untuk senantiasa membahagiakmu
Aku
ingin suatu saat nanti ketika menjadi seorang sarjana, Ibulah yang pertama
memeluk dan memberikan selamat
Aku
ingin membahagiakanmu dengan segenap kemampuanku
Aku
ingin Ayah bahagia melihat ku di Surga-Nya
......
Ibu
dan ayah terima kasih untuk semuanya
Semua
cinta dan perhatian yang selalu kau curahkan
Seutas
tali cinta kupersembahkan untukmu
Agar
bisa menjadi pengingat dalam perjalananku
By.
Rief_fatih, mutiara kehidupan, 5 Februari 2012
Buat Sista yang punya masalah seputar Kecantikan, kewanitaan dan kandungan :
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580
================================================================
PERHATIAN !
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
kisah nyata?
ReplyDeleteinsya Allah dengan sedikit pengembangan
Delete