Labels

Sunday, 5 February 2012

Seutas Tali Cinta untuk Ibu dan Ayah


Potret nyata sebuah keluarga yang berjuang melanjutkan kehidupan tanpa seorang ayah
Sebuah karya sederhana dari rief_ fatih
airwan25.blogspot.com

            Hari ini adalah hari duka bagi Faiz sekeluarga. Hari dimana tepat satu bulan kematian ayah Faiz. Kini semua terasa berbeda, semua terasa lebih berat. Seolah semua beban harus menumpuk di punggung ibunya. Dua orang saudara perempuan Faiz belum mempunyai pekerjaan tetap, sementara dia juga masih kuliah di Yogyakarta.
            Namaku  lengkapnya Muhammad Faiz Zulfikar, seorang mahasiswa ekonomi syariah sebuah kampus ternama di Yogyakarta. Saat ini ia sudah 4 tahun menuntut ilmu di kampusnya. Aktifitasnya selain belajar di kampus ia juga aktif diberbagai lembaga kemahasiswaan. Mulai dari lembaga dakwah kampus di Fakultasnya sampai aktif di program pendampingan mentoring pendidikan agama Islam.

            Di kalangan rekan-rekan kelas dan organisasinya, Faiz terkenal dengan sikapnya yang periang dan suka bercanda. Peribadinya yang supel membuatnya mudah bergaul dengan semua orang. Termasuk para dosen, karyawan dan pengurus masjid kampus. Kepribadianya itu telah membuatnya menjadi sosok yang senantiasa dirindukan kehadirannya oleh rekan-rekannya yang lain.
            Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa, Faiz lebih memilih tinggal dipondok pesantren dari pada harus kos. Baginya pondok pesantren lebih representatif untuk belajar. Selain itu juga ia berfikir supaya dia mendapatkan ilmu ekonomi syariah di kampusnya tetapi ia juga akan mendapatkan ilmu agama secara bersama-sama. Keputusanya ini mengandung konsekwensi ia harus melakukan perjalanan lebih jauh dari pondok ke kampusnya.

Di keluarga, Faiz adalah anak laki-laki satu-satunya. Sehingga mau tidak mau Faiz harus ikut menanggung beban keluarga. Kepergian ayah benar-benar berdampak luar biasa pada kehidupan keluarganya. Seolah membuat Fais dan ibunya harus menghadapinya sendiri tanpa seorang ayah yang selama ini membersamai mereka.
Kini uang saku yang biasa Faiz dapatkan setiap dua minggu sekali perlahan mulai jarang ia dapatkan. Beruntung saat itu kakak perempuan Faiz yang masih bekerja sedikit banyak membantu. Namun hal itu tidak berlangsung lama, kakaknya kemudian berhenti bekerja karena baru saja sakit di jakarta. Kini tinggal Faiz, ibunya dan Aisyah adik perempuannya yang tinggal di rumah.

Faiz pun hanya bisa dua minggu sekali pulang dan membersamai mereka. Karena kondisi keuangan dan jarak yang tidak memungkinkan Faiz pulang setiap hari. Terlebih saat ini Faiz harus mulai berjuang mencari penghidupan sendiri. Karena kakaknya sudah tidak bekerja lagi. Sementara ibunya yang sudah renta tak mungkin bisa menjahit lagi dan memberi faiz uang saku. Jangankan memberi uang saku untuknya, untuk makan mereka saja tak tahu dari mana.
Ayahlah yang selama ini bekerja mencukupi kebutuhan keluarga. Karena kami juga tidak mempunyai sawah atau ladang untuk penghidupan keluarga.  Beruntung Aisyah, adik perempuan Faiz saat ini sudah bisa menjahit dan mulai menggantikan peran ibu menerima pesanan menjahit dari tetangga. Dari situlah ibu dan adiknya mendapatkan rizky untuk makan di rumah.
Sementara Faiz yang berkuliah di jogja juga belum bisa banyak membantu mereka. Pekerjaan sampingannya sebagai seorang guru privat untuk beberapa orang anak SD dan SMP hanya cukup untuk memenuhi keperluan hidupnya di tanah rantau. Semuanya serba pas-pasan dan tak tahu kapan kondisi ini berakhir. Kadang hatinya terasa begitu sakit ketika membayangkan ibu dan adiknya hari ini bisa makan atau tidak.

Pagi itu sebelum aku berangkat ke Yogyakarta ibu memanggilku dari balik kamarnya yang nampak lengang pasca meninggalnya ayah. Hatiku saat itu bergetar mendengar panggilanya yang lambut. Batinku gelisah, tak tau kenapa. Seolah aku akan menghadapi sesuatu yang besar yang akan merubah hidupku.
Ibu       : Faiz, kesini sebentar nak, ada yang ingin ibu sampaikan
Faiz     : Iya ibu sebentar
              Dengan hati yang semakin tak tenang perlahan Faiz mulai masuk kekamar ibu
Ibu       : Dengan penuh kelembuta, lisan sang ibu mulai berucap. Kesini nak dekat ibu
              Faiz, sekarang Faiz sudah semakin besar, kuliah Faiz sebentar lagi selesai.
              Ibu sangat bangga terhadapmu, karena kamu satu-satunya anak ibu yang bisa
  Kuliah. Dari situlah ibu berharap engkau bisa segera lulus dan bekerja.
Faiz     : Iya ibu, Insya Allah semester ini saya sudah mulai menyusun skripsi
Ibu       : Syukurlah ibu lega mendengarnya nak. Mata sang ibu mulai berkaca dan dengan
  penuh rasa haru ia melanjtkan beberapa patah kata.
  Faiz setelah ayah meninggal semua terasa berbeda ya? Akan tetapi ibu berharap Faiz
  tetap tegar menjalani hidup ini. Allah pasti akan memudahkan perjuanganmu untuk
  menggapai semua cita-cita.
Faiz     : Iya ibu, Faiz sudah ikhlas dengan kepergian ayah.
Ibu       : Faiz, tolong kamu simpan dan gunakan kalung emas ini untuk keperluanmu di jogja.
              Inilah yang tersisa dari keluarga kita. Namun kamu jangan pernah khawatir, Isya
  Allah, Rabb yang memberikan rizky kepada setiap makhluk yang bernyawa tak akan
  mebiarkan kita kelaparan. Sehingga kamu belajarlah yang rajin tak usah memikirkan
  biaya kuliah. Biar ibu saja yang bekerja menjahit di sini.
Faiz     : Mendengarnya seolah langit runtuh dan bumi berguncang. Hatinya terasa tercabik-
  cabik sebagai satu-satunya anak laki-laki. Faiz memahami benar kondisi ibu
  yang saat itu sudah renta dan sering sakit-sakitan tak akan mendukungnya
  melanjutkan pekerjaanya sebagi seorang penjahit. Dengan mata yang berkaca dan
  mulai meneteskan air mata Faiz kemudian mengucap beberapa kalimat.
  Ibu, Faiz sekarang sudah besar dan Faiz yakin bisa mencari uang sendiri untuk
  keperluan hidup dan kuliah di jogja. Ibu tidak perlu risau memikirkan Faiz disana.
  Isya Allah selain kuliah Faiz akan menjadi guru privat ibu.
Ibu       : Kamu yakin nak? Apakah itu tidak akan menganggu kuliah kamu?
Faiz     : iya ibu, Faiz yakin bisa dan Isya Allah tidak menganggu kuliah Faiz
Ibu       : Ya sudah kalau kamu yakin, ibu percaya dengan Faiz. Ibu hanya bisa berdoa,
  semoga Allah membimbing dan melindungi setiap aktifitas yang kamu lakukan nak.
Faiz     : Iya ibu, mohon doa restunya Faiz pamit
            Sembari mencium tangan sang ibu Faiz kemudian perlahan mulai meninggalkan rumah untuk kembali ke jogja. Seolah saat itu Faiz baru diberitahu kondisi keluarganya yang saat ini mempunyai masalah keuangan. Dan dia merasa, tubuh renta sang ibu tak akan mampu bekerja lagi.
......
Sungguh kondisi yang sangat berbeda dengan keadaan sebelum ayah sakit dan meninggal. Satu  tahun yang lalu, ayahnya terkena stroke. Tubuh kekarnya yang biasa ia gunakan untuk bekerja saat itu tak mampu lagi digerakan. Selama satu tahun itu pula ayah Faiz tak bisa berbuat apa-apa.

 Dalam kodisi ayah seperti itu, adik perempuan Faiz yang baru lulus SMA sudah dilamar oleh seorang pria. Mereka sudah sama-sama cocok dan pihak keluarga pun sudah sama-sama setuju untuk segera dilangsungkan akad pernikahan. Namun ternyata kenyataan pahit yang harus dihadapi adik perempuan Faiz. Kenyataan yang membuatnya sangat terpukul.
Keluarga Faiz tak punya biaya untuk melaksanakan akad pernikahan. Kondisi ayah yang sudah tidak bekerja dan beberapa kali harus opname di rumah sakit telah menghabiskan tabungan keluarga. Saat itu Faiz sebagai seorang kakak tak mampu berbuat apa-apa. Hatinya remuk seolah ditimpa segunung batu. Kebahagiaan adiknya harus tertunda karena masalah biaya.
Beruntung adik perempuan Faiz bisa menerima kenyataan ini dan mau bersabar menghadapinya. Sebagai seorang kakak laki-laki satu-satunya, Faiz merasa gagal tak mampu menjadi seorang kakak yang baik. Ditengah kegundahan hatinya, Faiz memutuskan untuk meminta bantuan kepada teman-temanya di kampus. Ia berusaha pinjam uang dari satu teman ke teman yang lain untuk keperluan pernikahan Aisyah adik tercintanya. Namun apa mau dikata, angka kebutuhan uang yang cukup besar tak mampu ia dapatkan dari teman-temannya.

Faiz merasa benar-benar terpukul dengan keadaan ini. Ia tak berdaya apa-apa ditengah himpitan cobaan hidup. Namun Faiz berupaya menguatkan dirinya dan berusaha membuat tegar sang adik. Dalam sebuah percakapan kecil di ruang tamu ia berusaha menguatkan sang adik.
Faiz     : Aisyah, kamu yang sabar ya
              Ayah sekarang sudah tidak bekerja, sementara penghasilan ibu hanya bisa untuk
  makan sekeluarga. Dan aku sebagai mas kamu pun belum mampu berbuat banyak
Aisyah : Iya mas, Aisyah paham ko
Faiz     : Semoga Allah membalas kesabarnmu dengan pahala yang berlimpah
              Mas janji kalau Allah memberikan rizky suatu saat nanti, mas sendiri yang akan
  membiayai pernikahan kamu
Aisyah : Amin...amin, mas Faiz tidak perlu memikirkan Aisyah, lebih penting mas
  memikirkan kuliah mas agar cepat selesai dan dapat membantu ibu.
  Masalah pernikahan Aisyah mas Faiz tidak perlu risau. Aisyah ikhlas jika memang
  calon suami Aisyah mas ma’ruf tidak mau menunggu dan menikah dengan wanita
  lain. Bagiku mas Faiz, ibu, ayah dan mba Diah adalah segalanya.
Keduanya hanyut dalam kesedihan, kedua mata mereka berkaca-kaca seolah ingin menumpahkan bukti kasih sayang mereka. Faiz memang dekat dengan semua anggota keluarga, tak terkecuali Aisyah adiknya. Hari itu seolah menjadi pelajaran besar bagi Faiz yang dihadapkan dengan permasalahan keluarganya.

Hari pun terus berlalu, kondisi ayah pun tak kunjung membaik, sementara ibu sudah mulai sakit-sakitan termakan usia. Hari itu Faiz yang sedang berada di Jogja mendengar kabar bahwa ayah sekarang berada rumah sakit. Sakitnya semakin kritis, sehingga Ibu dan kelurga besar Faiz harus membawanya ke rumah sakit. Malam itu juga Faiz harus pulang, karena ayah meminta semua anaknya untuk berkumpul menemaninya.
Tanpa berfikir panjang, malam itu juga Faiz harus pulang dengan diantar temanya yang kebetulan punya mobil. Dalam perjalanan nampak Faiz begitu gelisah memikirkan kondisi ayahnya. Sesekali temannya mencoba menguatkan Faiz.
Fahri    : Yang sabar ya akhi Faiz (sebutan saudara laki-laki), Insya Allah semua akan baik-
  baik saja.
Faiz     : Syukran akh, saya juga berharap begitu
Fahri    : Dalam kondisi seperti ini hanya doa yang yang bisa kita lakukan
Faiz     : Iya akh, syukran

            Tak banyak kata yang keluar dari mulut Faiz. Fahri pun memahami karena kondisi hatinya sedang gelisah. Sesekali Faiz terlihat membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan syair-sayair doa-doa untuk ayahnya. Perjalanan malam itu menjadi bukti akan cinta kasih seorang anak manusia kepada seorang ayah. Ayah yang selama ini membesarkan, mendidik dan mencukupkan keperluanya harus terbaring lemas tak berdaya.

            Malam itu terasa perjalanan begitu panjang, perjalanan dari jogja menuju Purworejo tempat kelahiran Faiz. Terlihat jelas keinginan Faiz untuk segera sampai menemui ayahnya. Sementara mba Diah kakak tertuanya bersama suaminya juga sedang dalam perjalanan dari jakarta menuju purworejo. Ibu, Aisyah dan semua keluarga besar menunggu kepulangan mereka yang sedang diperantauan.
           
            Tak lama kemudian penantian itu tiba, mobil xenia hitam yang mengantarkan Faiz bersama beberapa orang temanya sudah sampai ke parkiran rumah sakit daerah Purworejo. Seketika itu tanpa berfikir panjang Faiz kemudian segera keruang mawar no. 07 tempat ayahnya opname. Sesampainya disana terlihat banyak keluarga yang sedang menanti kepulangan faiz dan mba Diah. Sementara terdengar lirih panggilan dari ayahnya yang sedang terbaring. Orang yang selama ini menjadi kepala keluarga, saat ini terlihat tak berdaya sedikitpun menahan sakit yang dideritanya.
Ayah   : Faiz, kamu sudah datang nak?
Faiz     : Iya ayah, ini Faiz ayah
              Sembari mendekat Faiz kemudian mencium tangan sang ayah yang terbalut saluran
  Infus. Fahri dan beberapa teman Faiz ikut mencium tangan sang ayah.
Ayah   : Siapa mereka nak?
Faiz     : Ini temen-temen kuliahku ayah
Ayah   : wah repot-repot jauh-jauh dari jogja datang kesini
Fahri    : Tidak ko pak Jogja Purworejo kan dekat, Cuma 2 jam ko, sembari tersenyum

            Malam yang semakin larut itu terasa semakin menggelisahkan hati Faiz dan semua orang. Faiz merasa ada sesuatu yang janggal pana malam itu. Mengapa ayahnya mengumpulkan semua anggota keluarga. Sempat terlintas dipikiranya apakah ayah ingin pamintan dengan kita dan pergi untuk selamanya? Pertanyaan itu senantiasa melintas dalam pikiranny. Namun Faiz senantiasa mencoba menampik pemikiran itu dengan istigfar.
            Sementara itu mba Diah masih dalam perjalan, terakhir memberi kabar bahwa sudah sampai Banjarnegara, berarti sekitar jam 04.00 baru sampai di Purworejo. Dalam kondisi seperti ini Faiz berupaya mendekati ibu dan Aisyah untuk menguatkan mereka. Sesekali beberapa patah kata keluar dari mereka yang hadir, akan tetapi perlahan membisu kembali. Kegundahan hati mereka tak bisa ditutupi dengan kata yang tercucap dari bibir mereka. Mereka hanya bisa berdoa dan berdoa untuk kesembuahan ayah Faiz.

            Faiz kemudian meminta izin keluar sejenak menuju masjid rumah sakit kepada ayah dan keluarganya. Sementara Fahri dan dua orang tuanya ikut membersamainya. Terlihat kesedihan dari matanya yang bekaca dan mukanya yang sayu. Faiz seolah tak kuat untuk menahan kesedihannya di dalam ruangan. Ia lebih memilih mencurahkan semuanya kepada sang pemilik kehidupan, Allah azza wa jalla.
            Tak ada sepatah katapun yang Faiz keluarkan dari lisannya kepada fahri dan rekan-rekannya. Mereka pun memaklumi kondisi Faiz saat itu. Dalam kondisi yang semakin gelisah, Faiz mulai membasuh sebagian anggota tubuhnya denga air wudhu. Perlahan perasaan damai di hatinya mulai terasa seiring basuhan air wudhu di tubuhnya. Subhanallah, maha suci engkau ya Rabb yang menjadikan hati-hati ini tenang dengan basuh air wudhu yang mensucikan.

            Faiz bersama Fahri dan rekanya yang lain kemudian mulai melakukan shalat tahajud secara sendiri-sendiri. Terlihat khusuk penuh dengan kepasrahan, Faiz bermunajat pada Ilahi Rabbi. Mencurahkan ketidakberdayaanya sebagai seorang manusia kepada Rabb penguasa kehidupan. Rabb yang senantiasa menciptakan skenario terbaik bagi setiap makhluk yang bernyawa.
            Selesai shalat tahajud dan witir, Faiz kemudian berdoa panjang dan penuh penghayatan. Ia berusaha memohon kepasa Allah SWT agar diberikan keputusan yang terbaik. Jika memang ayahnya masih diberikan kesempatan untuk hidup, maka ia memohon untuk diberikan kesembuhan dan Faiz sangat bersyukur terhadap nikmat itu. Namun jika memang hari ini saatnya Allah yang menciptakan dan memanggil kembali setiap makhluk yang bernyawa, ia ikhlas kalau ayahnya harus dipanggil saat itu. Ia ikhlas jika keputusan itu adalah keputusan terbaik menurut Allah SWT.

            Subhanallah, maha suci Engkau ya Rabb yang telah membentuk Faiz menjadi pribadi yang shaleh. Pribadi yang sayang dan peduli pada ayah dan keluarganya. Pribadi yang menggantungkan semua urusan kepada Rabbnya. Tak lama kemudian datanglah Aisyah yang memberi tahukan mba Diah sudah tiba dan ayah menginginkan semua anggota keluarga berkumpul.
            Saat itu Faiz sudah sipa menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi. Faiz akan berusaha tegar menghadapi semuanya. Ruangan saat itu terasa hening dan penuh kecemasan. Sementara ibu masih setia di dekat ayah menunjukan kasih sayangnya sebagai seorang istri. Terlihat mba Diah bersama suaminya berada disebelah ayah persis. Sementara seluruh keluarga besar ada yang sebagian menunggu di dalam dan di luar ruangan. Aisyah dan Faiz kemudian beranjak dan mendekati sang ayah.

            Dalam kondisinya yang semakin parah, ayah hanya bisa mengucap sepatah kata secara pelahan-lahan. Suasana saat itu begitu mengharukan, semua yang hadir mulai meneteskan air mata, tak terkecuali Fahri dan rekan-rekan Faiz yang lain.
Ayah   : Ibu hari ini ayah bahagia, ayah bisa berkumpul dengan ibu, Diah, Faiz dan Aisyah
              Ayah merasa, jarang kita bisa kumpul semua seperti ini
Ibu       : Ibu juga bahagia ayah, melihat ayah sangat gembira saat ini
              Ibu bangga kepada semua anak-anak kita ayah.
              Diah sekarang sudah berkelurga dan juga sudah bekerja di Jakarta
              Faiz sebentar lagi mau jadi seorang sarjana
              Dan Aisyah sekarang sudah bisa menjahit membantu ibu
Ayah   : Iya ibu, ayah bangga kepada Diah, faiz dan Aisyah
              Meskipun dibawah keterbatas ayah yang tidak bisa mencukupi kebutuhan kalian,
  tapi tetap semangat berjuang.
  Ayah terkadang malu ketika kalian harus bersusah payah bekerja, sementara ayah
  tak berdaya apa-apa.
           
Mba Diah, Faiz dan Aisyah hanya bisa mendengar percakapan keduanya. Mereka begitu terharu mendengar curahan hati dari ayah dan ibu. Tak kuasa menahan kesedihan mereka, air mata pun berlinang membasahi pipi. Mereka semakin menyadari bahwa selama ini ayah dan ibu memberikan perhatian yang luar biasa kepada mereka. Ayah dan ibu menyayangi semuanya tanpa ada yang dibedakan satu sama lain. Dalam kondisi kesedihan mereka sang ayah kemudian bertanya kepada mereka satu per-satu.
Ayah   : Diah
Diah    : Iya ayah
Ayah   : Ayah bersyukur, ayah sudah menyelesaikan kewajiban ayah untuk menikahkan
  kamu denga suamimu. Ayah hanya bisa berdoa semoga kamu dan suamimu mampu
  membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah. Layani suamimu dengan
  baik, karena dia adalah imammu yang harus kamu patuhi
Diah    : Iya ayah, terimakasih atas doanya, Diah akan melakukan apa yang ayah sampaikan
.....
Ayah   : Faiz, kamu satu-satunya jagoan ayah di rumah ini
Faiz     : Iya ayah
Ayah   : Kamu satu-satunya anak laki-laki ayah yang mempunyai tanggung jawab lebih besar
  terhadap keluarga nantinya
Faiz     : Iya ayah, Faiz mengerti
Ayah   : Ayah mohon maaf ketika tidak bisa membiayai kuliahmu sampai akhir. Raga ayah
  satu tahun terakhir ini tak mampu menjadi penopang keinginan ayah untuk bekerja
  dan mencari nafkah
Faiz     : Faiz, memahai kondisi ayah dan tidak sedikitpun faiz merasa kecewa dengan ayah
Ayah   : Ayah hanya bisa medoakan supaya keinginanmu untuk menjadi seorang sarjana
  ekonomi Islam dapat tercapai, dapat mengharumkan nama keluarga dan ilmunya
  dapat bermanfaat untuk orang lain disekitar kamu nak.
Faiz     : amin..amin ya Rabb, mohon doa restunya ayah
.....
Ayah   : Aisyah, Putri kecil ayah yang paling cantik
Aisyah : Iya ayah, Aisyah di sini
Ayah   : Ayah hanya mau berucap maaf kepadamu, ayah tak berdaya apa-apa memenuhi
  keinginanmu untuk menikah. Ayah merasa gagal sebagai seorang wali yang
  mempunyai kewajiban menikahkan putra-putrinya. Kondisi ayah yang seperti ini
  seolah telah merampas hakmu untuk bahagia menikah dengan orang yang kamu
  cintai. Maafkan ayah ya nak,
Aisyah : Ayah tak perlu khwatir, Aisyah bisa mengerti dan menerima keadaan ini ko
.....
Ayah   : Ibu, maafkan ayah
Ibu       : Iya ayah, ibu juga minta maaf
Ayah   : Ayah tak mampu menjalankan tugas sebagai seorang imam dengan baik. Ayah tak
  mampu berbuat banyak ketika raga ini sulit untuk ayah gerakan. Keinginan
  membahagiakan ibu dan keluarga tak mampu ayah wujudkan. Ayah merasa malu
  dan berdosa dengan ibu dan anak-anak.
Ibu       : Ayah, ibu mengerti dengan keadaan saat ini. Keadaan yang harus di jalani dengan
  penuh kesabaran. Isya Allah kondisi ini tak akan selamanya terjadi. Ibu bangga
  memiliki seorang suami yang bertanggungjawab dan perhatian kepada ibu dan anak-
  anak.
Ayah   : Ayah lega mendengarnya, untuk semua keluarga besar, pakde, bude, pak lik, bu’lik
  sepupu dan keponakan serta semua yang hadir di sini, saya juga ingin minta
  maaf dikalau dalam bergaul dan berinteraksi dengan semuanya saya menyakiti atau
  melakukan kesalahan. Mohon maaf saya belum bisa menjadi anggota keluarga yang
  baik.

Para anggota keluarga dan semua yang hadir tak mampu berucap kata-kata sedikitpun mendengar penyataan dari ayah Faiz. Hanya luapan kesedihan yang dipancarkan dari setiap mata yang menteskan air mata yang bisa mewakili isyarat tanda maaf mereka untuk ayah Faiz.
            Ditengah kesedihan itu terdengar gema suara adzan yang melantun dari seluruh arah. Terasa sejuk dan mendamaikan setiap orang yang medengarnya. Ayah faiz kemudian menyampaikan keinginanya untuk shalat subuh berjamaah bersama keluarga dan Faiz menjadi Imamnya. Permintaan itu tak bisa ditolak oleh semua yang hadir, termasuk Faiz hanya berusaha memenuhi setiap keinginan ayahnya.
           
            Dalam kondisi keterbatasan ruang, akhirnya shalat subuh pun dilakukan diruangan. Memang tidak muat untuk semua orang yang hadir saat itu. Terhitung hanya sekitar delapan orang yang bisa shalat berjamaah bersama ayah Faiz dan selebihnya melakukan shalat di masjid rumah sakit.
            Semua sudah berwudhu saat ini, tak terkecuali ayah Faiz yang dengan susah payah di bantu sang paman. Mereka mulai menempati posisi saff yang sudah disediakan ala kadarnya. Faiz sebagai imam dan jamaah laki-laki berada disebelah kiri ayahnya. Sementara Ibu, Aisyah dan Mba Diah berada di sebelah kanan Ayah.

            Salah seorang diantara mereka mengumandangkan Iqomat dan shalat subuh pun dimulai. Faiz dan semuanya terlihat khusyuk menghayati setiap ayat yang dibacanya. Dalam dua rakkat itu Faiz membacakan surat Asy Syam dan ad Dhuha. Dua syurat juz 30 dalam Al-Qur’an yang berisi kebesaran Ilahi dan semua nikmat yang sudah Allah berikan. Sementara kita sebagai manusia dituntut untu bersyukur dan menjalani hidup dengan ikhlas dan tawakal.
            Dua surat ini seolah menjadi tanda perpisahan seorang anak manusia yang tak berdaya apa-apa ketika maut menjemputnya. Ketika Allah sudah memberikan keputusannya maka tak ada seorang makhlukpun yang terlepas darinya. Innalillahi wa innailaihi raji’un, sesungguhnya setiapa yang bernyawa akan kebali kepada Rabbnya.

            Selepas berucap salam tak terdegar lagi suara dari Ayah Faiz. Desah nafasnya tak terdengar lagi, sementara detak jantungnya berhenti dan badanya semakin dingin. Seketika itu semua orang panik dan berusaha memanggil dokter. Akan tetapi mau dikata apa lagi, inilah takdir Allah, takdir dimana semua orang akan mengalaminya. Kematian yang tidak dapat dihindari, kematian yang tak dapat ditunda satu detik pun ketika Allah sudah berkehendak.

            Faiz hanya bisa pasrah dan tawakal, menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Telihat Faiz lebih tegar dibanding keluarganya yang lain. Tubuh sang ayah saat ini tak mampu bergerak lagi, semakin lama terasa semakin dingin, akan tetapi ada kebahagian yang luar biasa yang dirasakan Faiz. Ayahnya meninggalkan senyum manis dibibirnya, senyum perpisahan yang membahagiakan setiap orang yang melihatnya. Senyum yang mudah-mudahan sebagai tanda sang ayah akan hidup bahagia di Syurga-Nya.
            Semua keluarga saat itu larut dalam kesedihan. Tak terkecuali Faiz, namun dia terlihat lebih tegar menerima kenyataan ini dan beusaha menguatkan ibu Aisyah dan mba Diah. Saat itu juga ia sudah mulai berfikir untuk segera memakamkan ayahnya. Dengan dibantu oleh seluruh kelurga dan tetangga prosesi pemakan pun mulai di persiapkan.

            Fahmi kemudian memberikan kabar kepada semua rekan-rekan Faiz yang berada di Jogjakarta. Mulai dari rekan kelas, pondok, organisasi dakwah kampus dan takmir masjid kampus. Ia mengabarkan bahwa ayah faiz telah meninggal dunia pagi ini pukul 05.00, semoga beliau diterima di sisi-Nya, diampuni segala dosa dan semua keluarga diberikan kekuatan.

            Semua rekan-rekan faiz yang mendengar terkaget dan seolah tak percaya dengan kabar ini. Mereka kemudian tanpa berfikir panjang segera mempersiapkan diri dan melakukan takziah di rumah faiz. Sebagian mereka ada yang menggunakan sepeda motor sebagian ada yang menggunakan mobil. Mereka semua ingin menyampaikan bela sungkawanya kepada Faiz sekelurga secara langsung.

            Rangakain upacara pemakaman pun berjalanan lancar. Semua jamaah laki-laki yang hadir ikut menyolatkan sementara jamaah putri melakukan doa tersendiri. Sebagian mereka yang hadir ada yang ikut sampai ke pemakaman, namun sebagian yang lain mohon pamit terlebih dahulu kepada faiz dan keluarganya.
.....
            Masih terngiang jelas di benak Faiz kejadian satu bulan yang lalu. Kini saatnya dia harus melanjutkan hidup. Melanjutkan peran sebagai seorang anak laki-laki satu-satunya, sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang santri, dan sebagai seorang aktifis dakwah di kampusnya.  
            Kondisi ibu saat ini sering mengalami sakit. Sementara Aisyah semakin hari semakin terampil dalam menjahit. Faiz bersyukur dengan ketrampilan adiknya, ia bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan Ibunya di Purworejo. Sementara faiz juga harus berjuang sendiri memenuhi segala kebutuhannya di Jogjakarta.

            Kondisi Ibu yang sering sakit saat ini menuntut faiz untuk sering-sering pulang menjenguknya. Hasil kerjanya sebagai seorang guru privat senantiasa ia gunakan untuk tranportasi dan sesekali membelikan buah tangan untuk ibunnya. Namun satu hal nya paling luar biasa yng diperlihatkan oleh ibunya adalah. Ia tidak pernah mengeluhkan kondisi badanya yang sedang sakit di depan anak-anaknya.
            Ibu menahan rasa sakitnya didepan kami untuk tidak membuat kami khawatir. Sesekali ketika Faiz pulang ia memijit ibunya hingga lelap tertidur. Semantara setiap Faiz pulang Ibu senantiasa menanyakan keadaanya di Jogja sana. Apakah engkau baik-baik saja nak? Kamu setiap hari makan apa nak? Ada kah kesulitan disana?

            Seoalah ingin menunjukan curahan kasih sayang setiap saat kepada Faiz ibu senantiasa menanyakan keadaan Faiz. Padahal disisi lain ia harus menahan rasa sakitnya yang sudah semakin parah. Sakit paru-parunya dari waktu-kewaktu menggerogoti tubuhnya yang semakin rapuh. Namun sungguh mulia dan luarbiasanya jiwa seorang ibu ia tak pernah mengeluh di hadapan anaknya. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Ia senantiasa menanamkan sikap optimis untuk tetap berjuang mengapai cita-cita pada anaknya.

            Tak ada yang bisa menandingi kasih sayang seorang ibu. Jika seluruh kebaikan seluruh anak manusia didunia ini dikumpulkan pun niscaya tak akan pernah mampu menandingi kebaikan seorang ibu. Karena jasa tangan-tangan ibulah, kita sekarang bisa melihat indahnya kehidupan. Karena hasil didikan ibulah, kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Juga karena jasa ibulah, kita menjadi orang yang berhasil di dunia ini.
           
            Faiz menyadari jasa ibu yang begitu besar kepadanya tak akan pernah mampu ia menggantinya. Sehingga ikhtiar terkahir ditengah kondisinya yang juga harus mencari penghidupan sendiri di tempat menimba ilmunya ia senantiasa menyempatkan pulang dua pekan sekali untuk menjenguk ibu dan adiknya. Baginya satu malam menginap di rumah sudah cukup untuk memastikan kondisi ibu baik-baik saja. Satu hari bersama keluarganya benar-benar ia maksimalkan untuk menyayangi mereka. Ia berharap, mudah-mudahan dengan upaya yang ia lakukan saat ini bisa membahagiakan Aisyah dan ibu dikala ia masih hidup.

            Seutas Tali Cinta dari Faiz dipersembahkan untuk ibu dan almarhum ayanya. Seutas tali Cinta yang semoga bisa menjadi akhir yang manis menyambut sisa usia ibunya yang tersisa. Seutas tali cinta yang senantiasa akan Faiz kenang untuk menemai perjalan hidupnya. Menjadi pengingat disaat ia lalai dan menjadi motivasi dikala ia lemah.
.....
Inilah seutas cinta untuk ibu dan ayah.
.....
Saat ini aku semakin yakin dengan takdir Allah memanggil ayahku adalah keputusan terbaik
Aku tak tega, jikalau tubuh yang selama ini menghidupi aku dan keluargaku,
Harus menahan sakit dimakan penyakitnya
Hatiku terasa tersayat-sayat ketika melihat ayahku tak berdaya menahan penyakitnya
......
Aku bersyukur, selepas kepergian ayah aku masih menemukan sosoknya
Melalui ibuku lah sosok ayah yang mempunyai segudang mimpi dan motivasi aku dapatkan
Ayahku mungkin bukan seorang yang terdidik
Begitu pula ibuku yang hanya tamatan sekolah dasar
......
Akan tetapi bagiku, merekalah sarjana kehidupan yang sesungguhnya
Mereka mendapatkan mimpi dan motivasi untuk anaknya dari perjalanan getir hidup mereka
Mereka senantiasa menginginkan kami menjadi orang-orang yang berhasil
Menjadi pribadi yang tidak dilecehkan oleh orang lain karena miskin
Menjadi anak yang senantiasa memberi manfaat untuk orang lain.
Menjadi anak yang bisa mengangkat derajat keluarga di masyarakat maupun di mata Allah
......
Merekalah sarjana kehidupan bagiku
Kini sarjana kehidupan itu terlihat jelas semuanya ada di dalam diri ibu
Sosok yang tak pernah mengeluh dan putus asa dalam menjalani hidup
Sosok yang senantiasa mengispirasi ditengah rasa sakitnya
Sosok yang sentiasa mencurahkan kasih sayangnya, meskipun ia menahan luka
......
Ibu yang senantiasa aku rindukan senyumya dan ayah yang semoga damai di surga-Nya
Aku berjanji tak akan menyia-nyiakan semua pengorbanan ibu dan almarhum ayah
Aku akan berusaha menggapai semua keinginan ibu dan ayah
Bekal terbaik bagiku adalah untaian setiap doa kalian
.....
Ibu, mungkin Aku tak sehebat Soekarno dan Hatta
Tak semashur tokoh-tokoh dunia
Namun dalam hati kecilku senantiasa terselip keinginan untuk senantiasa membahagiakmu
Aku ingin suatu saat nanti ketika menjadi seorang sarjana, Ibulah yang pertama memeluk dan memberikan selamat
Aku ingin membahagiakanmu dengan segenap kemampuanku
Aku ingin Ayah bahagia melihat ku di Surga-Nya
......
Ibu dan ayah terima kasih untuk semuanya
Semua cinta dan perhatian yang selalu kau curahkan
Seutas tali cinta kupersembahkan untukmu
Agar bisa menjadi pengingat dalam perjalananku

By. Rief_fatih, mutiara kehidupan, 5 Februari 2012
================================================================
PERHATIAN !
Buat Sista yang punya masalah seputar  Kecantikan, kewanitaan dan kandungan :
- Jerawat tak kunjung sembuh
- Noda Jerawat yang tak kunjung hilang
- Luka bakar, oprasi yang buat anda ga pede
- Keputihan
- Gatal, gatal, bau tak sedap di mis v
- Kanker servick, miom
- Kegemukan
- Terlalu kurus
- Sudah lama menikah belum HAMIL
Temukan solusinya di tempat kami
Konsultasi GRATIS via sms/wa 085643035547
bb 75966580 

2 comments: